RENUNGAN SEPANJANG MINGGU
Senin, 24 September 2012
KAKAK YANG HILANG. (Lukas 15:11-32)
Mengapa ayah dan kakak berbeda di dalam merespons si bungsu yang kembali? Sang ayah sangat gembira sehingga ia memestakannya, dan mengembalikan statusnya sebagai anak. Sedangkan si kakak marah, karena bagi dia si adik tidak pantas untuk kembali.
Sang ayah menerima si bungsu kembali semata-mata karena ia begitu mengasihinya (ayat 20). Tidak peduli terhadap apa yang pernah dilakukannya. Sang ayah adalah gambaran Allah Bapa yang mengasihi manusia ciptaan-Nya. Bapa tidak melihat kondisi berdosa dan rusak, tetapi melihat jiwa yang telah dihembuskan nafas kehidupan (ayat 24,32).
Sang kakak menolak si adik karena ia melihatnya sebagai saingan dalam merasakan kasih ayahnya. Oleh sebab itu, ia marah ketika melihat si adik dimanjakan oleh ayah mereka. Ia sendiri tidak pernah dipestakan seperti itu (ayat 29). Sebenarnya si kakak sendiri yang tidak pernah menyadari kasih ayah yang tidak pernah pudar kepadanya. Ia sendiri tidak menyadari akan kasih itu. Bahkan ketika ia melihat adiknya diperlakukan begitu baik, hatinya meluap penuh kedengkian. Si kakak mewakili orang-orang Farisi dan para Ahli Taurat yang merasa diri orang benar, sudah seharusnya mendapatkan kasih Allah, tetapi dengki dan iri karena Yesus lebih memilih pemungut cukai dan orang berdosa untuk dilayani. Mereka iri karena sebenarnya mereka tidak pernah peduli terhadap kasih Allah sebelumnya.
Renungkan: Siapakah yang sebenarnya hilang, si bungsu yang kembali atau si kakak yang tetap tinggal?
Selasa, 25 September 2012
ANAK HILANG (Lukas 15:11-32)
Telah bertahun-tahun aku melayani bapa dan belum pernah aku melanggar perintah bapa, tetapi kepadaku belum pernah bapa memberikan seekor anak kambing untuk bersukacita dengan sahabat-sahabatku," begitu protes si sulung kepada ayahnya. "Tetapi baru saja datang anak bapa yang telah memboroskan harta kekayaan bapa bersama-sama dengan pelacur-pelacur, maka bapa menyembelih anak lembu tambun itu untuk dia."
Cerita si anak yang hilang adalah salah satu kisah sangat terkenal dari Alkitab. Biasanya yang menjadi fokus adalah si bungsu. Ia menuntut harta warisan bagiannya, pergi dari rumahnya, menghamburkan harta miliknya, jatuh miskin, menyadari dan menyesali perbuatannya, lalu kembali ke rumah ayahnya. Itu adalah gambaran yang dekat dengan kita Kita terjerumus ke dalam dosa, lalu bertobat, dan mendapat pengasihan Bapa Surgawi.
Namun, sebetulnya sosok si sulung pun tidak kurang jauh dari gambaran kita. Bahkan, mungkin kita lebih kerap seperti itu. Kita memang tidak sampai "terhilang"; kita tetap ke gereja, aktif dalam pelayanan, pendeknya kita adalah orang baik-baik, tidak pernah terjerumus dalam "kemabukan duniawi". Tetapi, kita hidup dalam ketidaktulusan. Kita melakukan semua kebaikan itu dengan pamrih memperoleh "upah". Itulah sebabnya ketika ada "pendosa" yang bertobat dan kemudian mendapat pengasihan Tuhan, kita protes tidak bisa terima. Sebab kita merasa lebih layak, lebih baik. Diam-diam kita telah menjadi hakim atas sesama kita.
Maka, entah kita sebagai si bungsu atau si sulung, kita ini tetap si anak hilang. Tidakkah kita rindu kembali kepada Bapa?. (AYA)
MENJADI SEPERTI SI BUNGSU ATAU SI SULUNG SAMA BURUKNYA
Rabu, 26 September 2012
BERTOBAT=PEMULIHAN HUBUNGAN (Lukas 15:11-32)
Lazimnya warisan dibagikan saat orang tua sudah meninggal dunia. Namun berbeda kisahnya di nas ini. Meski orang tuanya masih hidup, si anak bungsu sudah meminta harta warisan. "Kualat!", mungkin begitu komentar orang terhadap si bungsu karena sikap yang kurang ajar itu. Apalagi ia menghabiskan harta itu seenak hatinya (13). Bak jatuh tertimpa tangga, negeri tempat ia tinggal dilanda paceklik, habislah segalanya (14). Tidak ada tempat untuk minta tolong. Teman-teman yang dulu merubungnya saat ia masih berharta, kini tidak tampak batang hidungnya. Untuk mempertahankan hidupnya, ia terpaksa bekerja sebagai penjaga babi (15), suatu pekerjaan yang hina bagi orang Yahudi. Karena itu berarti, ia menghambakan diri pada orang kafir dan melakukan pekerjaan yang najis! Tapi apa daya? Bahkan untuk mengisi perut dengan makanan babi pun tidak bisa. Tidak ada orang yang mau memberikannya. Kini dia benar-benar "habis"! Dalam kondisi seperti itu, ia teringat rumah ayahnya. Ia ingin kembali, walau harus berstatus hamba. Ia tahu hidupnya akan terjamin (17-19).
Si ayah, sebagaimana ayah pada umumnya, memiliki kasih seluas samudra. Meski anaknya telah bersikap kurang ajar, ia terbuka untuk menerima anak yang tetap dinantikannya (20-21). Bahkan ia merayakan kembalinya si bungsu dengan berpesta (22-24). Berbeda sikap dengan si sulung, yang marah atas penyambutan yang hebat itu (28-30). Tidak ada belas kasih dan pengampunan bagi adiknya. Ia tidak memahami hati ayahnya yang terasa tidak adil itu (31-32).
Kisah ini merupakan sorotan terhadap orang Farisi dan ahli Taurat yang selalu merasa diri benar. Menurut mereka hanya merekalah yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah. Tidak ada tempat bagi orang berdosa. Tetapi kisah ini memperlihatkan bahwa bagi Bapa, berharga kedatangan setiap orang yang mau mengakui dosanya dan bertobat.
Lakukan: Jangan memandang rendah orang berdosa. Melainkan wartakan kasih Allah agar mereka mau bertobat!
Kamis, 27 September 2012
SEPERTI DIA MENERIMA KITA (Lukas 15:11-32)
Perumpamaan ini merupakan rangkaian dengan dua kisah sebelumnya. Masa itu, orang Farisi dan ahli Taurat heran melihat keberadaan orang-orang berdosa di sekitar Yesus, yang ikut mendengarkan pengajaran-Nya (15:1-2). Maka Yesus menyampaikan kisah ini.
Ada kontras antara sikap si bapak dan si anak sulung dalam menyambut kembalinya si anak bungsu. Sang bapak begitu antusias. Gambaran bahwa si bapak telah mengenali si bungsu walau masih jauh (20), seolah memperlihatkan bahwa si bapak selalu menanti-nantikan si bungsu. Ia sering menengok ke jalan, karena berharap si bungsu suatu saat ingat pulang. Tak heran, ketika si bungsu pulang, ia berlari, lalu memeluk dan mencium anaknya itu (20). Penantiannya terjawab. Ia tidak peduli si bungsu datang compang-camping dan bukan dalam gemerlap kesuksesan di perantauan. Si bapak tidak menolak si bungsu, meski datang dalam keadaan miskin dan memalukan.
Justru sikap si bapak yang aktif menyambut, mendorong respons pertobatan si bungsu (21). Bapak pun menerima dan memulihkan (22-24). Namun bagaimana sikap si sulung menyambut kepulangan adiknya? Ia marah karena ayahnya berpesta atas kepulangan orang yang sulit dia sebut sebagai adik.
Biasanya kita melihat diri sebagai si bungsu yang cari kesenangan, lalu jatuh ke jurang sengsara. Namun pernahkah menyorot diri kita sebagai anak sulung, yang merasa selalu taat dan benar? Itulah masalah orang Farisi, yang disorot Yesus. Mereka memandang orang lain berdosa, dan ukuran kekudusan adalah tidak berteman dengan pendosa. Padahal Yesus sering berada bersama orang berdosa.
Konsep semacam itu dapat membuat kita tidak menjangkau yang terhilang. Kita akan dijauhi oleh mereka karena kita sendiri telah menjauhi mereka. Jika kita memahami anugerah Allah, kita akan menyambut yang terhilang seperti Allah menyambut mereka. Kita juga sebelumnya berdosa, hanya kemudian kita menerima kasih karunia Allah. Maka marilah kita memiliki pikiran Kristus yang menerima setiap pendosa, seperti Dia juga telah menerima kita.
Jumat, 28 September 2012
ANAK YANG DIPERHATIKAN (Mazmur 121)Saat itu berlangsung pertandingan basket anak-anak SMP kelas 1. Tim anak saya berada dalam posisi terjepit. Ketika memandangi putra saya yang berlari ke sana kemari di lapangan, berusaha keras mendapatkan nilai bagi sekolahnya, saya merasa bangga berapa pun skor yang didapat timnya.
Para orangtua menyempatkan diri duduk di bangku-bangku yang keras pada bulan Januari yang dingin itu, untuk memberikan dukungan kepada anak-anak mereka yang tengah bertanding. Saya pun sama seperti mereka. Saya berada di sana hanya dengan satu alasan cinta. Steve saya perhatikan karena saya menyayanginya, mencintainya, dan ingin memberinya semangat. Menang atau kalah ia tetap anak saya, dan apa pun yang dicapainya di lapangan itu berarti buat saya. Mata saya pun selalu tertuju padanya.
Tatkala saya merenungkan perhatian saya terhadap Steve, saya pun memahami makna kasih Allah kepada kita. Allah mengasihi anak-anak-Nya berkali-kali lipat besarnya dibandingkan kasih kita kepada anak-anak kita. Sama seperti seorang ayah yang menyempatkan diri mendampingi anaknya saat bertanding, Allah pun menjaga kita sepanjang waktu. Dia mengawasi, mengasihi, dan menguatkan kita dalam menghadapi segala pergumulan hidup. Dia selalu ada dan peduli atas apa pun yang terjadi. Walaupun ada jutaan anak yang harus diawasi, tetapi mata-Nya tidak pernah lengah (1 Petrus 3:12).
Jika hidup terasa menakutkan, jika lawan terasa semakin kuat, jika Anda mulai merasa kalah, yakinlah bahwa Allah mengawasi Anda. Dalam kasih-Nya, Dia akan selalu menolong Anda. Bagi Dia, Anda adalah anak kesayangan yang harus diperhatikan. (JDB)
BILA ANDA MENUJUKAN PANDANGAN KEPADA TUHAN DIA TAK AKAN PERNAH MELEPASKAN PANDANGAN-NYA DARI ANDA
Sabtu, 29 September 2012
BERPAKAIAN YANG PANTAS (Maleakhi 1:6-14)
Pak Tirta diundang Pak Bupati berkunjung ke rumahnya. Tentu saja ia sangat antusias. Dua hari sebelumnya ia sudah mempersiapkan diri; mencukur rambutnya, membeli kemeja batik baru, menyemir sepatunya. Ia tidak mau berpakaian apa adanya, sebab bisa-bisa Pak Bupati menganggap ia tidak menghormatinya. Begitulah, ketika kita akan berkunjung ke rumah seseorang yang kita hormati, kita akan berusaha tampil "prima", tidak asal-asalan.
Alangkah baiknya kalau "prinsip" demikian diberlakukan juga ketika kita beribadah di gereja. Bukan berarti kita harus selalu berpakaian baru, tetapi setidaknya berusahalah tampil baik. Minimal rapih dan bersih. Sayangnya selalu saja ada orang yang datang ke gereja dengan berpakaian seperti kalau mau jalan-jalan ke mal, atau bahkan ke pasar. Mungkin mereka beralasan, Tuhan menilai hati bukan pakaian. Tidak salah, tetapi jangan lupa, apa yang tampak dari luar biasanya merupakan cerminan yang ada di dalam hati.
Umat Tuhan mendapat teguran keras melalui Nabi Maleakhi. Mereka telah mempersembahkan korban secara sembarangan dan asal-asalan (ayat 7,8). Bisa jadi mereka juga berpikir, Tuhan tidak melihat wujud dari persembahan itu. Namun, ternyata tindakan mereka mengundang murka Tuhan, sebab mereka telah menunjukkan sikap tidak hormat dan menghargai Tuhan, Sang Raja di atas segala raja (ayat 14). Hal ini bisa jadi pelajaran buat kita. Ketika kita akan datang ke rumah Tuhan, nilailah dulu, apakah yang kita kenakan itu cukup pantas dan sopan untuk hadir di hadirat Sang Raja Mahakudus.(AYA)
PENAMPILAN YANG PANTAS TIDAK HARUS BAGUS DAN MAHAL CUKUP TIDAK MENJADI BATU SANDUNGAN BAGI ORANG LAIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar