RENUNGAN SEPANJANG MINGGU
Senin, 22 Agustus 2011
ANTARA KUALITAS DAN JABATAN (Galatia 2:1-10)
Semua orang ingin diakui sesuai dengan posisi atau jabatan yang dia sandang, walaupun posisi atau jabatan itu didapat bukan karena sebuah prestasi. Padahal seharusnya prestasi atau kualitas kerjalah yang menentukan siapa kita dan apa posisi kita seharusnya. Paulus memperjuangkan pengakuan atas kerasulannya tidak berdasarkan posisinya sebagai rasul, tetapi berdasarkan kualitas pelayanannya (Gal. 1:17). Bagi Paulus, pada dasarnya pengakuan akan posisinya sebagai rasul bukan hal yang terpenting (6), melainkan pemberitaan Injil Kristuslah yang terpenting (4-5). Paulus menyadari bahwa pengakuan Kristus terhadap kerasulannya jauh lebih tinggi atau lebih sah dibandingkan pengakuan yang diberikan oleh manusia (2). Rasul Paulus sangat yakin bahwa pelayanan yang dia lakukan sesungguhnya berasal dari Kristus sendiri. Dan hal inilah yang membuat Rasul Paulus tidak mudah mundur dari pelayanan, walaupun pengakuan akan jabatan kerasulannya masih diperdebatkan oleh kaum Yahudi yang memperjuangkan legalitas hukum sunat (5). Lagi pula pelayanan yang dia kerjakan bagi orang-orang yang tidak bersunat membuahkan banyak hasil, dan buah tersebut secara otomatis meneguhkan posisi kerasulannya dihadapan rasul-rasul lainnya (7-8).
Selain itu Paulus menjaga kualitas pemberitaan Injil kebenaran Allah. Ia menempatkan posisi Injil diatas segala peraturan manusia yang mengikat sehingga ia mengabaikan desakan agar hukum sunat diberlakukan bagi orang-orang nonYahudi yang percaya (3-5). Padahal rasul-rasul saja tidak memaksa Paulus memberlakukan hukum sunat di antara orang percaya nonYahudi (6). Bagi Paulus, kualitas kebenaran Injil harus menjadi patokan moral dan iman bagi setiap orang percaya. Paulus mempertahankan kualitas dalam pelayanannya. Ia tidak terpancing desakan orang. Ia berpendirian teguh dan mempertahankan kualitas dan kemurnian Injil kebenaran. Karena bagi Paulus, kualitas adalah yang utama. Bagaimana dengan Anda, apakah Anda mengejar kualitas atau hanya sekadar posisi?
Selasa, 23 Agustus 2011
GEREJA SEJATI MENDUKUNG PI (Galatia 2:1-10)
Misi pengabaran Injil adalah tugas gereja. Itu sebabnya, setiap badan misi harus bekerja sama dengan gereja. Sebaliknya, gereja harus mendukung upaya pribadi-pribadi Kristen dalam menyaksikan Kristus kepada orang lain.
Sejak pertobatannya, Paulus sudah giat mengabarkan Injil, terutama kepada bangsa-bangsa non Yahudi. Ia telah menghasilkan banyak petobat baru dan banyak gereja selama belasan tahun. Namun, Paulus sadar bahwa pengabaran Injil bukan tugas pribadi semata-mata melainkan tugas gereja. Itu sebabnya, ia berkunjung ke Yerusalem untuk mendapatkan dukungan dari gereja dan tokoh-tokoh Kristen di sana, "supaya jangan dengan percuma aku berusaha atau telah berusaha" (ayat 2). Maksudnya agar gereja yang terdiri dari orang-orang non yahudi (Antiokhia) disambut ke dalam persekutuan dengan gereja Yerusalem. Paulus konsisten dengan tugas pengabaran Injil dan dengan tegas menolak upaya memasukkan unsur-unsur budaya Yahudi yang pada hakikatnya membelenggu kebebasan yang dihasilkan Injil sejati (ayat 4-5). Injil harus kontekstual dengan masyarakat di mana Injil itu diberitakan. Itu sebabnya ia membawa Titus yang tidak bersunat sebagai bukti hasil pelayanannya itu (ayat 3). Reaksi gereja di Yerusalem menggembirakan. Para pemimpin gereja terbuka melihat panggilan pelayanan Paulus kepada bangsa-bangsa nonyahudi sama seperti panggilan pelayanan Petrus untuk bangsa Yahudi (ayat 6-8). Gereja mendukung penuh pengabaran Injil kontekstual Paulus (ayat 9).
Tugas gereja bukan menghalang-halangi, sebaliknya mendukung, memperlengkapi, dan mengutus umat Tuhan untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa di dunia ini. Injil sejati harus diberitakan tanpa embel-embel atau muatan budaya lain yang hanya akan menghambat iman sejati
Doakan: Agar Tuhan menggerakkan gereja-gereja yang belum menjadikan misi sebagai prioritas utama program kerja mereka menjadi agen-agen penyalur kuasa dan kasih Allah kepada dunia ini.
Rabu, 24 Agustus 2011
BERSAKSI BAGI ALLAH (Ibrani 2:1-9)
Kita tidak dapat mengatur Allah. Dia menunjukkan kuasa adikodrati-Nya kepada dunia menurut kehendak-Nya, bukan kehendak kita dan terkadang dengan cara-cara yang tidak tampak ajaib.
Dalam sebuah film yang dibuat berdasarkan novel The Robe (Jubah), seorang perwira Romawi bernama Marcellus takjub melihat seorang wanita pincang yang bermain lira dan bernyanyi memuji Allah. Marcellus diberitahu bahwa ketika berusia 15 tahun, wanita itu diserang kelumpuhan dan menjadi sangat sedih. Ketika bertemu dengan Kristus, ia berubah menjadi orang yang penuh sukacita. "Tetapi ia tetap tidak dapat berjalan," sanggah Marcellus dengan marah. "Jika Yesus benar-benar berkuasa, mengapa Dia tidak menyembuhkan wanita itu?" "Dia sudah menyembuhkan!" tiba-tiba terdengar suara jawaban.
Seorang pengikut Yesus di zaman modern bernama Michael memiliki kesaksian yang serupa. Meskipun lumpuh dan bergantung pada kursi roda, ia mengadakan perjalanan keliling dunia dengan kuasa Kristus yang memberi kekuatan dan demi kemuliaan-Nya. Setiap kali orang bertanya mengapa Allah belum menyembuhkannya, ia selalu menjawab, "Saya sudah disembuhkan. Saya hanya tidak dapat berjalan!"
Di masa lampau, Allah meneguhkan kesaksian para utusan-Nya dengan tanda-tanda, mujizat-mujizat, berbagai-bagai penyataan kuasa dan karunia-karunia Roh Kudus (Ibrani 2:4). Pada masa kini, bukti terbesar kuasa Allah adalah keajaiban kelahiran baru dan kehidupan yang diubahkan. Apakah dunia melihat di dalam kita bahwa Dia adalah Allah yang sanggup mengadakan mujizat? [JEY]
JIKA YESUS MEMBUAT PERBEDAAN DALAM DIRI ANDA, ANDA AKAN MEMBUAT PERBEDAAN DALAM DUNIA
Kamis, 25 Agustus 2011
PENCARI KEBENARAN (Mazmur 119:89-96)
Ada seorang gadis yang memulai pencariannya akan Allah ketika ia berusia 11 tahun, dan hidup di bawah komunisme ateis di negara bekas Uni Soviet. Ketika itu ia melihat beberapa karya seni yang melukiskan bayi Yesus. Saat ia mendengar bahwa karya seni ini menggambarkan apa yang disebut para penguasa sebagai “mitos” tentang Allah yang mengirimkan Putra-Nya ke bumi, ia mulai mencari kebenaran tentang itu.
Ia juga mendengar bahwa Allah telah menulis sebuah buku tentang kebenaran-Nya, dan ia mencari salinannya. Tidak sampai menjelang usia 30 tahun, akhirnya wanita itu menemukan sebuah Alkitab yang boleh ia baca. Akhirnya ia mendapatkan informasi yang dibutuhkan untuk memercayai Yesus sebagai Sang Juruselamat.
Dari tahun 1971 sampai 1989, gadis ini mengambil risiko mempertaruhkan keselamatannya untuk mencari kebenaran firman Allah. Kini ia berprofesi sebagai seorang pengacara yang bekerja untuk melindungi rekan-rekannya sesama warga Rusia dari penyiksaan karena iman. Pesan kasih Allah di dalam Kristus menyebar karena seorang wanita yang mencari kebenaran.
Kebenaran Allah dapat berdampak kepada kita dan kepada orang-orang yang berinteraksi dengan kita. Pemazmur menulis, “Sekiranya Taurat-Mu tidak menjadi kegemaranku, maka aku telah binasa dalam sengsaraku .... Sebab dengan itu Engkau menghidupkan aku” (Mazmur 119:92,93).
Mari jadikan Alkitab sebagai kesukaan kita. Allah akan memberi kita hasrat akan firman-Nya yang kekal jika kita menjadi pencari kebenaran. (DB)
JIKA ANDA SEDANG MENCARI BONGKAHAN EMAS KEBENARAN, MAKA ALKITAB ADALAH SEBUAH TAMBANG EMAS
Jumat, 26 Agustus 2011
KEBEBASAN SEJATI (Yohanes 8:30-36)
Banyak orang berpikir bahwa kebebasan identik dengan tidak adanya ikatan, penghalang, batasan, atau aturan yang mengikat. Namun, apakah kebebasan memang berarti kita bisa berbuat segala sesuatu sekehendak kita sendiri tanpa perlu memperhatikan aturan yang berlaku?
Iblis selalu menebar benih palsu agar orang berpendapat bahwa dengan tidak adanya aturan atau hukum Tuhan, manusia bisa mencapai kebebasan sejati. Kebebasan diartikan sebagai ketidakterikatan pada hukum yang berlaku. Ini kebohongan terbesar yang memperdayai begitu banyak orang, termasuk orang Kristiani.
Padahal, sebenarnya tanpa aturan kita tidak akan pernah mendapat kebebasan yang sejati! Perhatikan Yohanes 8:32. Kebenaranlah yang akan memerdekakan kita. Berbicara tentang kebenaran, maka kita tidak bisa lepas dari peraturan atau hukum-hukum Tuhan. Firman Allah mengatakan, justru hukum Tuhan itulah yang akan membebaskan dan memerdekakan kita.
Gaya hidup bebas kerap kali justru menciptakan orang-orang yang terikat dengan obat bius, alkohol, seks bebas, dan sebagainya. Bukankah ini berarti kebebasan tanpa hukum Tuhan justru akan membuat ikatan? Sebaliknya jika seseorang mengikatkan diri kepada hukum Tuhan, ia justru mengalami kemerdekaan di hidupnya; tidak terikat hal-hal yang negatif. Jangan pernah mau ditipu Iblis. Begitu banyak orang dibodohi Iblis dengan slogan "kebebasan" tetapi ujungnya justru belenggu dan ikatan. Itu sebabnya Amsal berkata, ada jalan yang disangka lurus, tetapi berujung maut. Kita harus berhati-hati. Ikatkan diri kepada hukum-hukum Tuhan, maka kita akan mengalami kemerdekaan sejati. (PK)
KEBEBASAN SEJATI AKAN KITA DAPAT KALAU KITA MENGIKATKAN DIRI KEPADA HUKUM TUHAN
Sabtu, 27 Agustus 2011
OSCAR DAN RAZZIE (2 Korintus 12:1-10)
Di Hollywood, ada penghargaan bidang perfilman, yaitu Piala Oscar untuk menghargai kinerja terbaik, ada pula piala Razzie untuk mengganjar kinerja terburuk. Pada Maret 2010, Sandra Bullock menjadi aktris pertama yang mendapatkan kedua piala itu pada tahun yang sama. Ia memperoleh Razzie sebagai aktris terburuk karena penampilannya di film All About Steve, lalu meraih Oscar sebagai aktris terbaik untuk perannya di The Blind Side. Sandra memajang kedua piala itu di rak yang sama di rumahnya. Ia menganggap piala Razzie sebagai penetral yang hebat. "Pialaitu mengingatkan saya agar tidak membusungkan dada menyombongkan diri."
Kehidupan iman Paulus melewati masa-masa cerah dan juga masa-masa suram. Menurut sejumlah penafsir, "seseorang" yang disebut Paulus pada ayat 2-5 itu tidak lain adalah dirinya sendiri. Ia menjaani suatu pengalaman rohani yang dahsyat, diangkat ke Firdaus, dan mendapatkan penyataan dan penglihatan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Namun, selain pengalaman hebat itu, Tuhan juga memberinya pengalaman buruk. Tidak jelas benar apa yang dimaksudkan Paulus dengan duri dalam dagingnya itu. Yang jelas, duri itu suatu kelemahan yang mencegahnya agar tidak menyombongkan diri, tetapi malah mendorongnya bersandar pada anugerah Allah.
Adakah "duri" yang terus mengganggu kita? Kita berusaha sekuat tenaga untuk menyingkirkannya, tetapi tidak berhasil juga. Mungkin Tuhan mengizinkannya untuk mengingatkan kita akan kemanusiaan dan kebutuhan kita akan anugerah-Nya. Seperti Paulus, kita dapat belajar menerimanya secara rela dan lapang dada. (ARS)
DALAM KEMURAHAN ANUGERAH TUHAN KELEMAHAN DAPAT BERUBAH MENJADI KEKUATAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar