Renungan Harian 07-12 Maret 2011

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 07 Maret 2011
JADILAH SAUDARA, BUKAN HAKIM SESAMAMU (Matius 7:1-6)

Tuhan Yesus tidak saja mengajar para pengikut-Nya tentang relasi dengan Allah dan sikap terhadap harta. Ia ingin para murid-Nya memiliki relasi yang benar dengan sesamanya.
Tuhan Yesus melarang kita menghakimi (ayat 1). Maksud Tuhan bukan berarti kita tidak usah memedulikan kesalahan orang lain dan membiarkan ia hidup dalam kesalahan. Ia juga tidak bermaksud bahwa Allah melarang adanya lembaga peradilan. Maksud Tuhan, kita tidak boleh menghakimi dengan menggunakan ukuran yang keras dan tidak bertujuan untuk memulihkan. Ia juga melarang kita menghakimi dengan standar ganda: ukuran yang lunak dan rendah untuk diri sendiri, ukuran yang keras dan terlalu tinggi untuk orang lain (ayat 3-4). Ayat 5 jelas menunjukkan bahwa kita perlu menggunakan kapasitas penilaian kita dengan baik, asal tidak munafik.
Tuhan Yesus juga realistis tentang keinginan baik kita dalam membangun relasi dengan sesama. Bila tadi Ia menentang orang yang terlalu membesarkan masalah orang akibat mengenakan standar terlalu berat, kini Ia menentang orang yang terlalu menganggap enteng masalah sebab menggunakan ukuran yang terlalu rendah. Tuhan keras sekali menyebut bahwa ada orang yang bagaikan anjing atau babi (ayat 6) keduanya menekankan kondisi najis dan bebal yang tidak responsif kepada-Nya.
Penggunaan standar ganda sering kita jumpai masa kini, baik dalam masyarakat luas maupun dalam kalangan gereja. Entah kita cenderung meringankan kesalahan diri sendiri dan memberatkan kesalahan orang lain, atau kita menilai orang dengan memandang kedudukannya. Keduanya tidak Tuhan perkenan atau izinkan. Tuhan Yesus ingin agar kita bertindak sebagai saudara terhadap sesama kita, bukan menjadi hakim apalagi algojo.
Responsku : Aku harus menjadikan sifat dan sikap Allah mengujud penuh dalam sikapku terhadap sesamaku.

Selasa, 08 Maret 2011
JANGAN MENGHAKIMI (Matius 7:1-6)

Apa itu munafik? Beda kata dan perbuatan, juga beda dalam dan luar! Seorang yang munafik bisa menampilkan diri terlihat sangat saleh, kata-katanya sangat rohani, tetapi sikapnya yang melecehkan orang lain membuktikan kebobrokan moralitasnya dan orientasi keduniawiannya.
Salah satu bentuk kemunafikan adalah suka mencela orang lain dengan ukuran atau standar kebenaran buatan diri sendiri atau orang lain, yang bukan dari Tuhan. Oleh karena itu nasihat Tuhan Yesus harus disimak baik-baik. Pertama, Yesus mengajarkan agar jangan kita menghakimi orang lain. Hanya Allah yang memiliki hak untuk menghakimi manusia karena Dialah Sang Pencipta yang mengetahui luar dalam ciptaan-Nya sendiri. Kedua, kita semua manusia berdosa, memiliki kelemahan masing-masing. Waktu kita menghakimi orang lain, kita sebenarnya sedang membuka diri untuk dihakimi juga (ayat 2). Ketiga, orang yang suka menghakimi orang lain tanpa ia sadari telah menempatkan diri sebagai Tuhan yang Maha Tahu akan kesalahan orang lain. Ia lupa bahwa jangan-jangan dirinya memiliki kesalahan yang jauh lebih besar daripada kesalahan orang yang ia hakimi (ayat 3-5).
Ayat enam sebenarnya berdiri sendiri. Di sini Yesus mengingatkan agar dengan hikmat yang dari Tuhan kita tidak menyia-nyiakan waktu berharga untuk orang-orang yang memang tidak mau diajar atau mendengarkan pengajaran hikmat Ilahi. Hanya harus diingat, jangan kita mengukurnya semata-mata dari ketidakikhasan kita melayani orang yang perlu dilayani. Ini juga sebenarnya sejenis penghakiman yang berukuran duniawi, mengukur untung rugi pribadi dalam melayani orang tertentu.
Bagaimana sikap hati yang benar tatkala ada saudara kita yang bersalah? Bukan dengan menghakimi dia, tetapi dengan menyatakan kasih Allah yang bisa berupa nasihat, dorongan, bahkan teguran, sambil menjaga diri tidak jatuh ke dosa yang sama (Gal. 6:1).

Rabu, 09 Maret 2011
WASPADAI ROH MENGHAKIMI! (Matius 7:1-5)

Seorang laki-laki muda yang sudah menikah mulai pergi ke toko pornografi. Ketika orangtuanya mengetahui hal ini, mereka menegurnya dengan lembut dan bijak, tetapi tidak menghakimi. Sang anak menanggapi dengan marah dan mengatakan bahwa ia tidak melihat bahwa apa yang diperbuatnya itu berbahaya. Ia menuduh orangtuanya suka menghakimi. Dengan hati remuk mereka hanya bisa diam dan melihat ketika putranya meninggalkan istri dan keluarganya, kehilangan pekerjaan, dan akhirnya hidupnya hancur.
Banyak orang zaman sekarang akan mengatakan bahwa orangtua tidak berhak untuk menegur bahwa mereka salah. Mereka bahkan mungkin mengutip kata-kata Yesus, “Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi” (Matius 7:1).
Tetapi Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa kita bertanggung jawab untuk dengan rendah hati menegur sesama orang percaya ketika kita melihatnya berbuat dosa (Galatia 6:1,2). Orangtua ini melakukan tanggung jawabnya dengan penuh kasih.
Yesus tidak mengatakan kita tidak boleh menentang dosa. Dia mengatakan kita harus hati-hati dalam menghakimi. Paulus menulis bahwa kasih itu tidak menyimpan kesalahan orang lain (1 Korintus 13:5). Kita harus menerapkan prinsip praduga tak bersalah, dan mengenali keterbatasan kita sendiri. Dan kita harus menolak perasaan superioritas rohani apa pun. Kalau tidak, kita juga akan jatuh ke dalam dosa.
Menegur orang lain merupakan tanggung jawab yang serius. Lakukan dengan hati-hati, dan waspadalah selalu agar jangan menghakimi. (HVL)
HAKIMILAH DIRI ANDA SENDIRI SEBELUM MENGHAKIMI ORANG LAIN

Kamis, 10 Maret 2011
KETIKA ANDA MENGHAKIMI (Matius 7:1-12)

Banyak orang percaya bahwa orang kristiani diminta untuk jangan pernah menghakimi orang lain. Sebagai "bukti", mereka mengutip perkataan Yesus dalam Matius 7: "Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi" (ayat 1). Namun dengan meneliti lebih dalam pada apa yang dikatakan Yesus, akan terlihat bahwa ada kalanya kita harus menghakimi.
Dalam ayat 1 sampai 5, Yesus mengingatkan betapa mudahnya kita tidak melihat kesalahan-kesalahan kita sendiri ketika menunjuk kesalahan orang lain. Namun, dalam ayat 6, Dia menunjukkan kepada kita pentingnya menghakimi. Dia mengatakan, "Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lalu ia berbalik mengoyak kamu."
Untuk mengikuti ajaran Yesus, kita harus belajar membedakan antara menghakimi orang dan menilai keadaan. Namun, siapakah di antara kita yang cukup bijaksana untuk mempertimbangkan segala situasi tanpa menghukum atau menghakimi orang-orang yang terlibat di dalamnya? Itulah sebabnya, dalam ayat 7 sampai 11, dikatakan agar kita bersungguh-sungguh bertanya, mencari, dan memohon pertolongan dari Bapa surgawi. "Ia [Bapamu yang di surga akan] memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya" (ayat 11).
Manakala kita harus menghakimi, sambil berdoa kita harus mengingat bahwa Allah kita adalah Dia yang "akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat" (Pengkhotbah 12:14). (AL)
HAKIM YANG ADIL AKAN MEMBERI HIKMAT DALAM PENILAIAN TERHADAP MEREKA YANG MEMOHON KEPADANYA

Jumat, 11 Maret 2011
“KAMU DENGAR SUARAKU?” (Lukas 6:37-42 )

Seorang suami yang sedang menghadapi masalah berkomunikasi dengan istrinya, menyimpulkan bahwa sang istri bukanlah pendengar yang baik. Oleh karenanya ia memutuskan untuk melakukan sebuah tes tanpa diketahui istrinya.
Suatu sore ia duduk jauh dari kamarnya. Sang istri membelakanginya sehingga tak dapat melihatnya. Dengan sangat pelan si suami berkata, “Kamu dengar suaraku?” Tak ada tanggapan.
Ia mendekat sedikit, lalu bertanya lagi, “Kamu dengar suaraku?” Lagi-lagi tak ada jawaban.
Tanpa bersuara ia maju lebih dekat lagi dan membisikkan kata-kata yang sama. Masih saja tak ada jawaban.
Akhirnya ia berdiri tepat dibelakang sang istri, sambil berkata, “Kamu bisa dengar suaraku?”
Betapa terkejut dan sedihnya ia manakala istrinya menanggapinya dengan marah, “Ya, untuk keempat kalinya!”
Ini merupakan peringatan yang baik bagi kita tentang menghakimi.
Sebagian besar dari kita suka mengkritik kesalahan orang lain untuk menutupi bahwa kita sendiri juga sering melakukan kesalahan yang sama. Kita cenderung pintar menemukan kesalahan orang, yang sebenarnya bukan kesalahannya, melainkan kesalahan kita.
Yesus mengenal sifat manusia dengan baik. Itu sebabnya Dia berkata, “Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati. Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi” (Lukas 6:36,37). (RW)
JIKA ANDA HENDAK MENGOREKSI KESALAHAN SEGERALAH BERCERMIN

Sabtu, 12 Maret 2011
KESEIMBANGAN HIDUP KRISTEN (Matius 7:1-11)

Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang seimbang, artinya tidak mengutamakan satu sikap dengan mengorbankan yang lain. Sebab sikap yang tidak seimbang akan membawa Kristen ke dalam bahaya-bahaya. Apa saja bahayanya?
Tuntutan untuk hidup sempurna membuat kita bersikap kritis dan menghukum orang lain. Apakah bahayanya sikap demikian (ayat 1-5)? Kata menghakimi di sini bukan berarti mengevaluasi ataupun menghakimi yang berhubungan dengan pengadilan, namun lebih kepada sikap kritis atau sikap menghukum terhadap perbuatan orang lain. Kita yang berkomitmen kepada norma-norma Kerajaan Allah dan kebenaran, tidak mempunyai wewenang untuk bersikap demikian. Jika kita mengambil tempat Allah sebagai Hakim maka Allah akan menuntut pertanggungjawaban dari diri kita, dengan standar yang kita pakai bukan standar Allah (ayat 2). Inilah bahayanya karena Allah menggunakan ukuran anugerah dan keadilan dalam menghakimi manusia, sedangkan kita ukuran apa yang kita pakai? Mengapa berbahaya? Sebab kita yang sesungguhnya penuh dengan dosa (ayat 3) telah dibenarkan karena anugerah Allah. Jika kita yang penuh dengan dosa dihakimi Allah tidak dengan standar-Nya, bagaimana keadaan kita?
Sebaliknya tuntutan untuk mengasihi orang lain dapat membuat kita menjadi tidak peka atau tajam terhadap dosa-dosa orang lain. Ini juga berbahaya. Babi di sini tidak hanya najis namun juga binatang yang buas dan ganas yang dapat menyerang manusia. Demikian pula anjing pada masa itu jangan disamakan dengan anjing yang dapat dipelihara di rumah-rumah seperti sekarang ini. Itu adalah binatang yang najis dan buas. Jadi babi dan anjing ini melambangkan manusia yang secara terang- terangan menolak Injil dengan penghinaan dan serangan fisik. Yesus memberikan jaminan bahwa Kristen dapat menghindari bahaya-bahaya di atas dengan mohon bimbingan-Nya melalui doa dan Allah pasti akan menjawab doa kita sebab doa merupakan sumber kekuatan kita. Namun doa yang bagaimana? Doa yang dipanjatkan secara tekun dan bertujuan memuliakan nama-Nya (ayat 7-11).
Renungkan: Tidak ada alasan bagi Kristen untuk tidak dapat hidup dengan seimbang dalam hubungannya dengan saudara seiman dan sesamanya yang tidak seiman, walaupun hubungan antar manusia tetap merupakan masalah yang sangat pelik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar