Senin, 18 Mei 2009
ARTI “BERSUKACITA” YANG SESUNGGUHNYA. (Yakobus 1:1-11)
Benarkah himbauan: “Tetaplah bersukacita ketika Anda terpaksa kehilangan pekerjaan tetap akibat penolakan Anda melakukan KKN dalam perusahaan”, merupakan aplikasi yang tepat dari pernyataan Yakobus (2)? Tidak sepenuhnya benar, bila hanya sebatas pengertian bahwa Kristen harus meminimalkan dukacita yang dialaminya dan bersikap seolah-olah tidak pernah merasakan sedih, pedih, merintih, dan menangis. Benarkah bahwa Kristen tidak boleh berdukacita akibat pencobaan yang dialaminya? Apakah harus bersikap naif terhadap dukacita yang dialaminya?
Tidak benar demikian! Dalam menghadapi pencobaan dan pergumulan yang berat, Kristen harus hidup dalam dunia realita. Namun tidak terhanyut dalam perasaan yang menekan, gagal, dan suasana perkabungan. Mengapa demikian? Karena ada satu keyakinan bahwa pencobaan yang dialaminya diizinkan Tuhan untuk menguji imannya dan mendewasakan kehidupan rohaninya (3-4). Kristen mengalami proses pergumulan dari dukacita menjadi sukacita yang bukan bergantung pada situasi yang telah berubah menjadi menyenangkan, tetapi semata bergantung kepada pengenalan akan Allah yang memiliki tujuan mulia dan mampu memberi kekuatan untuk menghadapi segala pencobaan. Itulah sebabnya kata ‘berbahagia’ yang dipakai Yakobus bukan berdasarkan dukungan secara material tetapi kekayaan rohani, sehingga mampu menempatkan pencobaan sebagai batu uji iman (2-3). Progresif pengenalan seseorang akan Allah menolong dia menyikapi pencobaan dengan hikmat.
Bagaimana dengan seseorang yang tidak memiliki hikmat? Yakobus pun membahas dalam suratnya (5-8). Orang yang kekurangan hikmat hendaknya datang kepada sumber hikmat, Allah sendiri, yang tidak pernah kekurangan hikmat, atau terlalu pelit memberikannya kepada yang memintanya dengan iman.
Pencobaan tidak kenal status sosial, baik orang kaya ataupun orang miskin. Penggambaran status yang sama rendah dan fana seperti bunga rumput yang segera layu (9-11)
Renungkan: Pencobaan dan pergumulan apakah yang sedang Anda alami saat ini? Bagaimana Anda memandang dan menyikapinya, sangat bergantung pada persepsi Anda tentang pencobaan tersebut. Renungkan kata-kata Yakobus dalam suratnya ini!
Selasa, 19 Mei 2009
MENGUBAH DERITA MENJADI PUJIAN. (2Korintus 1:7-11)
Setelah melalui tahun-tahun pelayanan yang menakjubkan dan menghasilkan buah di India, Amy Carmichael menderita sakit dan tidak dapat beranjak dari tempat tidurnya. Sebagai pendiri Dohnavur Fellowship (Persekutuan Dohnavur) yang penuh semangat dan berhati dinamis, ia menjadi alat untuk menyelamatkan ratusan anak lelaki dan perempuan dari kesengsaraan akibat perbudakan seks.
Ketika melakukan langkah penyelamatan untuk membawa kaum muda menuju kemerdekaan rohani melalui Yesus Kristus, ia menulis banyak buku dan puisi yang sampai saat kini masih menjadi berkat bagi para pembacanya di seluruh dunia.
Kemudian penyakit radang sendi menggerogoti tubuhnya sehingga ia menjadi cacat. Apakah ia mengeluhkan penderitaannya atau meragukan Allah? Tidak. Army masih tetap menjadi inspirasi dan tetap membimbing Dohnavur. Ia pun masih terus menulis. Renungan, surat-surat, serta puisi yang ditulisnya penuh dengan pujian kepada Allah dan semangat bagi rekan peziarahnya.
Pada saat penderitaan melanda kita, bagaimana reaksi kita? Apakah kita akan merasa sakit hati, ataukah tetap percaya pada kasih karunia Allah yang selalu menopang kita? (2Korintus 12:9). Apakah kita berdoa dengan khusyuk untuk memberi semangat kepada orang-orang di sekitar kita dengan pertolongan Roh Kudus yang memampukan kita untuk gembira, berani, dan percaya kepada Allah?
Apabila kita bersandar kepada Tuhan, Dia akan menolong kita untuk mengubah penderitaan menjadi pujian.
Renungkan: Pujian adalah nyanyian jiwa yang merdeka. (VCG)
Rabu, 20 Mei 2009
BEKAL SEORANG BOCAH. (Yohanes 6:1-14)
Saya pernah keliru karena berpikir mampu menghabiskan 28 ons steik sendirian di restoran. Saya pun meminta steik yang tersisa untuk dibungkus dan dibawa pulang. Saya pikir, Saya nanti masih bisa berpesta memakan sisa steik itu.
Begitu meninggalkan restoran, seorang gelandangan menghampiri saya. Mulanya saya tak memberinya apa-apa. Namun tiba-tiba, saya merasa bersalah. Saya pun memanggilnya lagi, memberinya 5 dolar, dan memberkatinya dalam nama Yesus. Setelah melakukan tugas sebagai orang kristiani, dengan riang saya hendak melanjutkan perjalanan sambil membawa steik itu sampai si gelandangan bertanya, "Bagaimana dengan bungkusan itu?" Harus diakui, berat rasanya melepaskan steik itu.
Salah satu kisah favorit saya dalam Perjanjian Baru adalah kisah bocah yang memberikan makan siangnya bagi pelayanan kebangunan rohani (Yoh. 6:1-14). Jika ia seperti bocah lain, bekalnya tentu sangat berharga. Namun, ia bersedia memberikan bekalnya; lima kerat roti jelai dan dua ikan kecil kepada Tuhan. Saya pikir, ia mungkin tahu bahwa jika ia menyerahkan bekalnya ke tangan Yesus, Dia dapat melakukan sesuatu yang luar biasa. Dan, Yesus melakukannya. Dia memberi makan ribuan orang yang kelaparan.
Yesus masih mencari orang biasa seperti Anda dan saya, yang bersedia melakukan pengorbanan tanpa syarat dan di luar kebiasaan, supaya Dia dapat mengubah persembahan kita menjadi kemuliaan-Nya. Lakukan tindakan semacam itu hari ini!
Renungkan: Izinkan Yesus membagikan kepada sesama sesuatu yang ingin anda simpan untuk diri sendiri. (JS)
Kamis, 21 Mei 2009
MERINGANKAN BEBAN. (Filipi 4:10-20)
Saya pernah membaca tentang seorang wanita kristiani yang sangat sedih karena anak-anaknya susah diatur. Suatu hari ia menelepon suaminya di kantor. Dengan berlinangan air mata, ia bercerita tentang seorang kawan yang berkunjung dan menyematkan ayat berikut di atas tempat mencuci piring: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4:13). Kawannya itu sebenarnya bermaksud baik. Ia berusaha menolong, tetapi tindakannya itu justru membuat sang ibu merasa amat gagal.
Terkadang mengutip ayat Alkitab untuk orang lain tidaklah terlalu menolong. Filipi 4:13 berisi kesaksian pribadi Paulus bahwa ia telah belajar untuk merasa puas dalam situasi apa pun, baik dalam kelimpahan maupun kekurangan (ayat 11,12). Rahasia kepuasannya adalah ia dapat menanggung segala perkara di dalam Kristus yang memberi kekuatan kepadanya (ayat 13).
Dalam hidup, kita pun dapat menerapkan rahasia kepuasan Petrus. Kita dapat menjadi pemenang karena kekuatan Kristus. Namun, tidak seharusnya kita memaksakan kebenaran ini kepada orang lain yang sedang diliputi kesedihan. Ingatlah bahwa Paulus juga menulis bahwa kita harus memperhatikan satu sama lain dan saling berbagi kesusahan (Galatia 6:2; Filipi 2:4; 4:14).
Kita saling membutuhkan, karena kita semua punya beban yang harus ditanggung. Marilah kita gunakan kekuatan yang diberikan Kristus kepada kita untuk membantu memenuhi kebutuhan sesama kita dan mencari jalan untuk meringankan beban mereka.
Renungkan: Untuk meringankan beban orang lain bantulah membawanya. (Joanie Yoder)
Jumat, 22 Mei 2009
TANGGALKAN BEBAN. (Ibrani 11:30-12:1)
Pasukan Alexander Agung sedang bergerak maju menuju Persia. Dalam suatu keadaan yang gawat, pasukan Alexander Agung tampaknya akan kalah. Para tentaranya telah menjarah begitu banyak barang dari pertempuran sebelumnya sehingga barang jarahan itu membebani mereka dan mereka kehilangan efektivitas dalam berperang.
Alexander memerintahkan agar semua barang rampasan mereka ditumpuk lalu dibakar. Para prajurit mengeluh, tetapi mereka segera menyadari kebijakan perintah tersebut. Dituliskan bahwa, "Seolah-olah mereka telah diberi sayap mereka berjalan dengan ringan kembali." Kemenangan pun diraih.
Sebagai tentara Kristus, kita perlu melepaskan diri dari segala sesuatu yang menghalangi dalam peperangan dengan musuh rohani kita. Agar dapat berperang secara efektif, kita perlu diperlengkapi dengan senjata Allah (Efesus 6:11-17).
Alkitab juga mengumpamakan orang kristiani sebagai pelari. Agar dapat memenangkan lomba, kita perlu "menanggalkan semua beban" yang dapat melemahkan dan merampas kekuatan serta ketahanan kita (Ibrani 12:1). Beban tersebut dapat berupa keinginan kuat untuk memiliki banyak barang, cinta akan uang, pengejaran kesenangan, perbudakan oleh hasrat yang penuh dosa, atau legalisme yang membebani.
Ya, jika kita memang ingin bertarung dalam peperangan iman yang baik serta berlari dalam perlombaan rohani dengan ketahanan, maka kata-kata peringatannya adalah: Tanggalkan semua beban!.
Renungkan: Jika kehidupan kekristenan anda terasa berat mungkin beban dunialah yang menahan anda. (RWD)
Sabtu, 23 Mei 2009
BEPERGIAN TANPA BEBAN. (Lukas 12:13-21)
Banyak pelancong membawa barang bawaan yang berlebih sewaktu liburan. Mereka membawa sepatu, pakaian, dan barang lebih dari yang mereka butuhkan. Mereka berpikir, "Lebih baik saya membawa semua yang diperlukan karena nantinya saya tidak dapat pulang lagi untuk mengambilnya." Padahal, beban mereka akan berkurang jika mereka bertanya, "Seberapa banyak barang yang dapat saya tinggal?" Akibatnya, mereka sibuk membawa kopor yang lebih berat daripada semestinya. Sebagian orang bahkan membeli banyak barang baru saat liburan itu sehingga harus meninggalkan sebagian milik mereka sendiri di hotel.
Kita cenderung mengumpulkan terlalu banyak harta dalam perjalanan hidup kita. Kita dibombardir oleh iklan-iklan yang mendorong kita untuk membeli barang-barang yang "tanpanya kita tidak dapat hidup". Akibatnya, kita membeli lebih, dan lebih banyak barang lagi.
Orang kaya dalam perumpamaan Yesus (Lukas 12:13-21) mungkin telah memimpikan semua barang bagus yang dapat diperoleh karena hasil panennya berlimpah. Ia mengatakan akan mendirikan lumbung yang lebih besar, dan menghabiskan waktu untuk makan, minum, dan bersenang-senang. Namun, Allah berfirman kepadanya, "Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kau sediakan, untuk siapakah itu nanti?" (ayat 20).
Prinsipnya jelas: jadilah "kaya di hadapan Allah", bukan kaya harta (ayat 21). Di samping itu, Anda harus meninggalkan semua itu jika tiba waktunya untuk pulang ke Rumah yang kekal.
Renungkan: Hidup ini lebih penting daripada harta yang kita simpan. (Dave Egner)
ARTI “BERSUKACITA” YANG SESUNGGUHNYA. (Yakobus 1:1-11)
Benarkah himbauan: “Tetaplah bersukacita ketika Anda terpaksa kehilangan pekerjaan tetap akibat penolakan Anda melakukan KKN dalam perusahaan”, merupakan aplikasi yang tepat dari pernyataan Yakobus (2)? Tidak sepenuhnya benar, bila hanya sebatas pengertian bahwa Kristen harus meminimalkan dukacita yang dialaminya dan bersikap seolah-olah tidak pernah merasakan sedih, pedih, merintih, dan menangis. Benarkah bahwa Kristen tidak boleh berdukacita akibat pencobaan yang dialaminya? Apakah harus bersikap naif terhadap dukacita yang dialaminya?
Tidak benar demikian! Dalam menghadapi pencobaan dan pergumulan yang berat, Kristen harus hidup dalam dunia realita. Namun tidak terhanyut dalam perasaan yang menekan, gagal, dan suasana perkabungan. Mengapa demikian? Karena ada satu keyakinan bahwa pencobaan yang dialaminya diizinkan Tuhan untuk menguji imannya dan mendewasakan kehidupan rohaninya (3-4). Kristen mengalami proses pergumulan dari dukacita menjadi sukacita yang bukan bergantung pada situasi yang telah berubah menjadi menyenangkan, tetapi semata bergantung kepada pengenalan akan Allah yang memiliki tujuan mulia dan mampu memberi kekuatan untuk menghadapi segala pencobaan. Itulah sebabnya kata ‘berbahagia’ yang dipakai Yakobus bukan berdasarkan dukungan secara material tetapi kekayaan rohani, sehingga mampu menempatkan pencobaan sebagai batu uji iman (2-3). Progresif pengenalan seseorang akan Allah menolong dia menyikapi pencobaan dengan hikmat.
Bagaimana dengan seseorang yang tidak memiliki hikmat? Yakobus pun membahas dalam suratnya (5-8). Orang yang kekurangan hikmat hendaknya datang kepada sumber hikmat, Allah sendiri, yang tidak pernah kekurangan hikmat, atau terlalu pelit memberikannya kepada yang memintanya dengan iman.
Pencobaan tidak kenal status sosial, baik orang kaya ataupun orang miskin. Penggambaran status yang sama rendah dan fana seperti bunga rumput yang segera layu (9-11)
Renungkan: Pencobaan dan pergumulan apakah yang sedang Anda alami saat ini? Bagaimana Anda memandang dan menyikapinya, sangat bergantung pada persepsi Anda tentang pencobaan tersebut. Renungkan kata-kata Yakobus dalam suratnya ini!
Selasa, 19 Mei 2009
MENGUBAH DERITA MENJADI PUJIAN. (2Korintus 1:7-11)
Setelah melalui tahun-tahun pelayanan yang menakjubkan dan menghasilkan buah di India, Amy Carmichael menderita sakit dan tidak dapat beranjak dari tempat tidurnya. Sebagai pendiri Dohnavur Fellowship (Persekutuan Dohnavur) yang penuh semangat dan berhati dinamis, ia menjadi alat untuk menyelamatkan ratusan anak lelaki dan perempuan dari kesengsaraan akibat perbudakan seks.
Ketika melakukan langkah penyelamatan untuk membawa kaum muda menuju kemerdekaan rohani melalui Yesus Kristus, ia menulis banyak buku dan puisi yang sampai saat kini masih menjadi berkat bagi para pembacanya di seluruh dunia.
Kemudian penyakit radang sendi menggerogoti tubuhnya sehingga ia menjadi cacat. Apakah ia mengeluhkan penderitaannya atau meragukan Allah? Tidak. Army masih tetap menjadi inspirasi dan tetap membimbing Dohnavur. Ia pun masih terus menulis. Renungan, surat-surat, serta puisi yang ditulisnya penuh dengan pujian kepada Allah dan semangat bagi rekan peziarahnya.
Pada saat penderitaan melanda kita, bagaimana reaksi kita? Apakah kita akan merasa sakit hati, ataukah tetap percaya pada kasih karunia Allah yang selalu menopang kita? (2Korintus 12:9). Apakah kita berdoa dengan khusyuk untuk memberi semangat kepada orang-orang di sekitar kita dengan pertolongan Roh Kudus yang memampukan kita untuk gembira, berani, dan percaya kepada Allah?
Apabila kita bersandar kepada Tuhan, Dia akan menolong kita untuk mengubah penderitaan menjadi pujian.
Renungkan: Pujian adalah nyanyian jiwa yang merdeka. (VCG)
Rabu, 20 Mei 2009
BEKAL SEORANG BOCAH. (Yohanes 6:1-14)
Saya pernah keliru karena berpikir mampu menghabiskan 28 ons steik sendirian di restoran. Saya pun meminta steik yang tersisa untuk dibungkus dan dibawa pulang. Saya pikir, Saya nanti masih bisa berpesta memakan sisa steik itu.
Begitu meninggalkan restoran, seorang gelandangan menghampiri saya. Mulanya saya tak memberinya apa-apa. Namun tiba-tiba, saya merasa bersalah. Saya pun memanggilnya lagi, memberinya 5 dolar, dan memberkatinya dalam nama Yesus. Setelah melakukan tugas sebagai orang kristiani, dengan riang saya hendak melanjutkan perjalanan sambil membawa steik itu sampai si gelandangan bertanya, "Bagaimana dengan bungkusan itu?" Harus diakui, berat rasanya melepaskan steik itu.
Salah satu kisah favorit saya dalam Perjanjian Baru adalah kisah bocah yang memberikan makan siangnya bagi pelayanan kebangunan rohani (Yoh. 6:1-14). Jika ia seperti bocah lain, bekalnya tentu sangat berharga. Namun, ia bersedia memberikan bekalnya; lima kerat roti jelai dan dua ikan kecil kepada Tuhan. Saya pikir, ia mungkin tahu bahwa jika ia menyerahkan bekalnya ke tangan Yesus, Dia dapat melakukan sesuatu yang luar biasa. Dan, Yesus melakukannya. Dia memberi makan ribuan orang yang kelaparan.
Yesus masih mencari orang biasa seperti Anda dan saya, yang bersedia melakukan pengorbanan tanpa syarat dan di luar kebiasaan, supaya Dia dapat mengubah persembahan kita menjadi kemuliaan-Nya. Lakukan tindakan semacam itu hari ini!
Renungkan: Izinkan Yesus membagikan kepada sesama sesuatu yang ingin anda simpan untuk diri sendiri. (JS)
Kamis, 21 Mei 2009
MERINGANKAN BEBAN. (Filipi 4:10-20)
Saya pernah membaca tentang seorang wanita kristiani yang sangat sedih karena anak-anaknya susah diatur. Suatu hari ia menelepon suaminya di kantor. Dengan berlinangan air mata, ia bercerita tentang seorang kawan yang berkunjung dan menyematkan ayat berikut di atas tempat mencuci piring: “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Filipi 4:13). Kawannya itu sebenarnya bermaksud baik. Ia berusaha menolong, tetapi tindakannya itu justru membuat sang ibu merasa amat gagal.
Terkadang mengutip ayat Alkitab untuk orang lain tidaklah terlalu menolong. Filipi 4:13 berisi kesaksian pribadi Paulus bahwa ia telah belajar untuk merasa puas dalam situasi apa pun, baik dalam kelimpahan maupun kekurangan (ayat 11,12). Rahasia kepuasannya adalah ia dapat menanggung segala perkara di dalam Kristus yang memberi kekuatan kepadanya (ayat 13).
Dalam hidup, kita pun dapat menerapkan rahasia kepuasan Petrus. Kita dapat menjadi pemenang karena kekuatan Kristus. Namun, tidak seharusnya kita memaksakan kebenaran ini kepada orang lain yang sedang diliputi kesedihan. Ingatlah bahwa Paulus juga menulis bahwa kita harus memperhatikan satu sama lain dan saling berbagi kesusahan (Galatia 6:2; Filipi 2:4; 4:14).
Kita saling membutuhkan, karena kita semua punya beban yang harus ditanggung. Marilah kita gunakan kekuatan yang diberikan Kristus kepada kita untuk membantu memenuhi kebutuhan sesama kita dan mencari jalan untuk meringankan beban mereka.
Renungkan: Untuk meringankan beban orang lain bantulah membawanya. (Joanie Yoder)
Jumat, 22 Mei 2009
TANGGALKAN BEBAN. (Ibrani 11:30-12:1)
Pasukan Alexander Agung sedang bergerak maju menuju Persia. Dalam suatu keadaan yang gawat, pasukan Alexander Agung tampaknya akan kalah. Para tentaranya telah menjarah begitu banyak barang dari pertempuran sebelumnya sehingga barang jarahan itu membebani mereka dan mereka kehilangan efektivitas dalam berperang.
Alexander memerintahkan agar semua barang rampasan mereka ditumpuk lalu dibakar. Para prajurit mengeluh, tetapi mereka segera menyadari kebijakan perintah tersebut. Dituliskan bahwa, "Seolah-olah mereka telah diberi sayap mereka berjalan dengan ringan kembali." Kemenangan pun diraih.
Sebagai tentara Kristus, kita perlu melepaskan diri dari segala sesuatu yang menghalangi dalam peperangan dengan musuh rohani kita. Agar dapat berperang secara efektif, kita perlu diperlengkapi dengan senjata Allah (Efesus 6:11-17).
Alkitab juga mengumpamakan orang kristiani sebagai pelari. Agar dapat memenangkan lomba, kita perlu "menanggalkan semua beban" yang dapat melemahkan dan merampas kekuatan serta ketahanan kita (Ibrani 12:1). Beban tersebut dapat berupa keinginan kuat untuk memiliki banyak barang, cinta akan uang, pengejaran kesenangan, perbudakan oleh hasrat yang penuh dosa, atau legalisme yang membebani.
Ya, jika kita memang ingin bertarung dalam peperangan iman yang baik serta berlari dalam perlombaan rohani dengan ketahanan, maka kata-kata peringatannya adalah: Tanggalkan semua beban!.
Renungkan: Jika kehidupan kekristenan anda terasa berat mungkin beban dunialah yang menahan anda. (RWD)
Sabtu, 23 Mei 2009
BEPERGIAN TANPA BEBAN. (Lukas 12:13-21)
Banyak pelancong membawa barang bawaan yang berlebih sewaktu liburan. Mereka membawa sepatu, pakaian, dan barang lebih dari yang mereka butuhkan. Mereka berpikir, "Lebih baik saya membawa semua yang diperlukan karena nantinya saya tidak dapat pulang lagi untuk mengambilnya." Padahal, beban mereka akan berkurang jika mereka bertanya, "Seberapa banyak barang yang dapat saya tinggal?" Akibatnya, mereka sibuk membawa kopor yang lebih berat daripada semestinya. Sebagian orang bahkan membeli banyak barang baru saat liburan itu sehingga harus meninggalkan sebagian milik mereka sendiri di hotel.
Kita cenderung mengumpulkan terlalu banyak harta dalam perjalanan hidup kita. Kita dibombardir oleh iklan-iklan yang mendorong kita untuk membeli barang-barang yang "tanpanya kita tidak dapat hidup". Akibatnya, kita membeli lebih, dan lebih banyak barang lagi.
Orang kaya dalam perumpamaan Yesus (Lukas 12:13-21) mungkin telah memimpikan semua barang bagus yang dapat diperoleh karena hasil panennya berlimpah. Ia mengatakan akan mendirikan lumbung yang lebih besar, dan menghabiskan waktu untuk makan, minum, dan bersenang-senang. Namun, Allah berfirman kepadanya, "Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kau sediakan, untuk siapakah itu nanti?" (ayat 20).
Prinsipnya jelas: jadilah "kaya di hadapan Allah", bukan kaya harta (ayat 21). Di samping itu, Anda harus meninggalkan semua itu jika tiba waktunya untuk pulang ke Rumah yang kekal.
Renungkan: Hidup ini lebih penting daripada harta yang kita simpan. (Dave Egner)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar