RENUNGAN SEPANJANG MINGGU
Senin, 05 Oktober 2015
UNTUNG (2 Korintus 12:1-10)
Suatu hari, ketika tengah menyiram tanaman di halaman depan rumahnya, Bu Waluyo terpeleset. Ia jatuh terduduk. Lututnya memar. Katanya, "Untung cuma memar, tidak sampai keseleo." Kali lain, Pak Amat yang tengah berjalan-jalan pagi terserempet oleh sepeda motor. Tubuhnya sampai jatuh terjerembab ke trotoar. Akibatnya, tangan dan kakinya terluka cukup parah. Dan, ia sempat dirawat inap semalam di rumah sakit. Katanya, "Untung cuma tangan dan kaki yang luka, tidak sampai kepala."
Berprinsip "untung" tentu saja baik. Dengan begitu, setidaknya orang tidak akan terus menyesali "kesialannya". Akan tetapi, dalam terang iman ada alasan yang lebih baik. Kita beruntung bukan karena tidak mengalami kejadian yang lebih buruk, tetapi karena kita meyakini bahwa di dalam segala hal Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan. Entah hal pahit atau manis, duka atau suka, Allah pasti dapat memakainya demi kebaikan kita.
Secara akal, kita bisa bertanya demikian, "Bagaimana mungkin kepahitan dan penderitaan bisa menjadi kebaikan?" Namun jangan lupa, kuasa Allah kita yang dahsyat melampaui segala perhitungan akal manusia. Paulus meresapi betul prinsip iman ini dalam hidupnya. Itulah sebabnya ia tidak pernah undur, bahkan dalam kelemahan fisiknya, atau juga dalam setiap penderitaan dan ancaman yang harus diterimanya. Dalam segala keadaan, ia tidak pernah kekurangan pengharapan. Seperti dikatakannya, "Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat" (ayat 10).
DALAM IMAN TIDAK ADA ALASAN UNTUK BERHENTI BERPENGHARAPANSelasa, 06 Oktober 2015
BUKAN MEMEGAHKAN DIRI (2 Korintus 12:1-15)
Sebagai orang beriman, kita memiliki beberapa tugas khusus, salah satunya adalah bersaksi. Bersaksi dimaksudkan untuk menyampaikan pengalaman hidup kita bersama dengan Tuhan, baik yang senang maupun yang susah, dengan mengedepankan kebaikan Tuhan, bukan membanggakan kehebatan kita. Tujuannya bukan agar orang memuji kita, melainkan agar mereka memuliakan Tuhan. Masalahnya, tidak jarang yang terjadi justru sebaliknya.
Sewaktu Rasul Paulus bersaksi tentang kehidupan imannya, ia cukup berhati-hati agar tidak terjebak ke dalam kecenderungan manusia untuk menyombongkan diri tersebut (ay. 11-13). Walaupun telah mengalami pengalaman rohani yang dahsyat (ay. 1), Paulus tidak ingin membanggakannya. Dalam menceritakan penglihatannya, ia justru memperhalus pernyataannya dengan kalimat “ada seorang Kristen” dan bukan terang-terangan berkata “sewaktu saya diangkat ke surga”. Disebutkan juga “entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu”, dan selanjutnya ditegaskan hanya “Allah yang mengetahuinya” (ay. 2, 3). Paulus menyadari, pengalaman itu bukan karena kehebatan dirinya, melainkan karena kemurahan Tuhan atasnya sekalipun dirinya penuh kelemahan.
Sebuah kerendahan hati yang patut diteladani, bukan? Ia seorang rasul yang istimewa, namun hal itu tidak menjadikannya membusungkan dada. Ia tidak segan untuk mengakui kelemahannya, dan menonjolkan kebaikan Tuhan. Begitu juga dengan kesaksian kita. Kiranya kebaikan Tuhanlah yang menjadi pusatnya.
KITA MANUSIA BIASA YANG MENDAPATKAN KEHORMATAN UNTUK BERSAKSI TENTANG TUHAN YANG LUAR BIASA
Rabu, 07 Oktober 2015
TIDAK! (2 Korintus 12:1-10)
Tiga remaja dengan dandanan nyentrik mengamen di lampu merah. Tanpa iringan alat musik, dan suara mereka terdengar cempreng. Mereka lalu menadahkan tangan, berharap akan mendapatkan sejumlah uang. Tak ada yang memberikan uang. Mereka pun berhenti bernyanyi dan meneriakkan kata-kata kotor serta caci maki.
Setelah pertobatannya, Paulus mengalami banyak pengalaman hebat bersama Tuhan dan melakukan banyak mujizat. Tetapi, ada sesuatu yang Tuhan izinkan tetap ada dalam dirinya, yang disebutnya 'duri dalam daging', yang membuatnya menderita. Banyak ahli menduga ia sedang berbicara tentang suatu penyakit yang dideritanya. Ia sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, namun Tuhan menjawab, "Tidak!" Paulus diingatkan tentang betapa banyaknya anugerah yang sudah diterimanya. Dia mengizinkan Paulus berada dalam kelemahannya itu, supaya kuasa Tuhan dinyatakan melaluinya. Paulus mengaminkannya sehingga ia bermegah bukan atas semua pencapaiannya, melainkan atas kekuatan yang Tuhan berikan melalui kelemahannya.
Banyak orang bersikap buruk kepada Tuhan saat tidak memperoleh keinginan mereka. Mereka berpaling dan menyalahkan Tuhan. Mereka memperlakukan Tuhan sebagai jin yang bertugas mengabulkan semua keinginan. Mereka berlaku bagai tuan dan Tuhan menjadi budak. Apakah Anda bergumul dengan doa yang tidak terjawab? Apakah Allah berkata, "Tidak!" kepada Anda? Ingatlah, Allah itu mahatahu dan mahabijak. Dia ingin agar dalam kelemahan Anda, kuasa-Nya menjadi sempurna.
JAWABAN "TIDAK" DARI TUHAN DIMAKSUDKAN UNTUK KEBAIKAN KITA DAN UNTUK MENYATAKAN KEMULIAAN-NYA
Kamis, 08 Oktober 2015
"SUDAH BESAR-PENAKUT!" (2 Korintus 12:1-10)
Suatu malam saat terjadi badai, seorang ibu tengah menemani dan menidurkan anak laki-lakinya yang masih kecil. Ketika ibu itu hendak mematikan lampu, anaknya memohon sesuatu dengan suara bergetar, "Bu, maukah Ibu menemani saya malam ini?" Sang ibu mencoba menenangkan anaknya seraya memeluknya erat. Kemudian ia berkata lembut, "Ibu tidak bisa, sayang. Ibu harus menemani Ayah." Sesaat kemudian, terdengar keluhan si anak, "Sudah besar kok penakut!"
Mari kita lihat sesuatu di balik kelucuan cerita di atas dan merenungkan sejenak reaksi anak tersebut. Permintaannya yang berdasarkan pada ketakutan itu dapat dimengerti. Sebenarnya sang ibu ingin anaknya belajar mempercayainya sekalipun ia tidak di sampingnya. Ibu itu menyayangi anaknya, tetapi si anak tidak memahami maksudnya, karena hatinya telah diliputi rasa takut.
Kita pun sering menanggapi jawaban Allah dengan cara demikian. Terkadang kita meminta sesuatu yang bersifat khusus, tetapi tampaknya Dia cenderung berkata, "Tidak, Aku tidak akan melakukannya." Alih-alih mengimani jawaban Allah, kita justru lebih sering salah menafsirkan maksud-Nya yang sesungguhnya "Sudah Besar-Penakut!" yakni bahwa kita akan belajar untuk melewati masa-masa sulit dalam hidup, mempercayai Firman Allah, dan bukan pada tanda-tanda khusus. Seperti Rasul Paulus, kita harus menyadari bahwa kita tetap aman terlindungi dalam janji-Nya untuk memenuhi kebutuhan kita, tanpa harus menuntut hal-hal yang lain (2 Korintus 12:9).
Sementara hubungan pribadi kita dengan Yesus bertumbuh, kita akan belajar bahwa kadang jawaban terbaik atas doa kita adalah jawaban `tidak' dari Allah yang selalu memberi yang terbaik.
SAAT ALLAH MENJAWAB `TIDAK' ATAS PERMINTAAN KITA, KITA HARUS YAKIN BAHWA ITULAH YANG TERBAIK
Jumat, 09 Oktober 2015
DI BALIK KEBUTAAN (2 Korintus 12:1-10)
William Moon pemuda yang memiliki masa depan cerah. Suatu hari sebuah kecelakaan hebat menimpanya sehingga kedua matanya buta total. Peristiwa ini menghancurkan semua asa yang dibangunnya. Sejak itu ia menghabiskan waktu bertahun-tahun menyendiri dalam kamarnya. “Apa gunanya diriku sekarang setelah aku tersekap dalam kamarku dan dunia telah tertutup bagiku?” keluhnya. Beruntung, suatu hari ia mulai menyadari bahwa Tuhan memiliki rencana di balik kebutaannya. Ia mulai belajar mengembangkan sistem unik mengenali abjad untuk menolong kaum tunanetra seperti dirinya. Di luar perkiraannya, temuan ini diterima di beberapa negara; lebih dari 4 juta tunanetra dapat membaca Alkitab berkat temuannya itu.
Kita acap kali tidak memahami mengapa sesuatu yang telah kita persiapkan dengan baik tiba-tiba hancur berantakan di tengah jalan. Kita putus asa, dan berharap situasi buruk itu disingkirkan dari hidup kita, tetapi Tuhan seolah bergeming mendengar doa kita. “Mengapa hal ini harus terjadi?” kita bertanya.
Paulus merasa terganggu dengan “duri” yang menyakiti dirinya. Ia berharap duri itu disingkirkan. Tuhan pun berkata, “Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna” (ay. 9). Tuhan menjanjikan sebuah kuasa yang sempurna justru di dalam kelemahan kita. Sebab itu, alih-alih meratapi kelemahan dan situasi buruk yang sedang terjadi, bukankah kita dapat bersyukur karena Tuhan hendak menunjukkan rencana-Nya yang besar melalui kelemahan kita?
TUHAN MENGIZINKAN ‘DURI’ MENANCAP DALAM DAGING KITA UNTUK MENUNJUKKAN KESEMPURNAAN KUASA-NYA
Sabtu, 10 Oktober 2015
LEBIH SENANG CACAT ? (2 Korintus 12:1-10)
Karena itu, aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesengsaraan karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat. (2 Korintus 12:10)
Seorang pengkhotbah berkomentar tentang Fanny Crosby, penulis ribuan himne yang buta sejak usia 6 minggu. Ia menyayangkan Sang Pencipta yang tidak mengaruniakan penglihatan kepada Fanny, padahal Dia melimpahkan sedemikian banyak karunia lain kepada Fanny. Maklum, bakat Fanny begitu menonjol. Ia mampu menulis syair sejak usia 8 tahun. Pada usia 15 tahun, ia telah hafal lima kitab Perjanjian Lama dan empat kitab Perjanjian Baru.
Bagaimana tanggapan Fanny? “Apakah engkau tahu bahwa jika saya mampu membuat sebuah petisi ketika saya lahir, maka saya ingin dilahirkan buta? Sebab bila saya tiba di surga, maka wajah yang pertama kali akan saya lihat adalah Juru Selamat saya,” ujarnya. Sungguh mencengangkan!
Rasul Paulus pun menyatakan bahwa dirinya lebih senang dan rela berada dalam kondisi lemah dan teraniaya. Dalam kelemahan, ia justru kuat. Dalam kelemahan, ia dapat semakin menyatakan kuasa Kristus (ay. 9). Allah memang mengizinkan Paulus menderita semacam duri dalam daging (ay. 7), yang oleh banyak penafsir diartikan sebagai penyakit yang mungkin memalukan. Hal ini untuk mencegah Paulus meninggikan diri setelah memperoleh pengalaman spektakuler, yaitu diangkat ke langit ketiga (ay. 1).
Kita tidak suka hidup dalam kelemahan dan penderitaan. Namun, bila Tuhan mengizinkan hal itu terjadi, kiranya kita dapat belajar untuk semakin bersandar pada kuasa Allah. Dengan demikian, kita dapat memuliakan Allah melalui karya kita, sekalipun dalam keterbatasan.
KUAT KUASA ALLAH DINYATAKAN SECARA TERANG SERING KALI JUSTRU MELALUI KELEMAHAN DAN KETERBATASAN KITA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar