Renungan Harian 28 September - 03 Oktober 2015

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 28 September 2015
PERSEMBAHKAN  HIDUP ANDA (Galatia 6:7-14)
Setelah konser berakhir, seorang wanita menghampiri violis Fritz Kreisler dan berkata, "Oh, saya ingin mempersembahkan hidup saya agar dapat bermain biola seperti Anda!" Dengan tenang Kreisler menjawab, "Tepat, itulah yang saya lakukan!"
Kreisler telah mengurbankan waktu, tenaga, dan hasrat pribadinya agar dapat meraih prestasi tinggi seperti sekarang ini. Begitu juga halnya dengan kerohanian kita. Jika kita ingin menjadi pengikut Kristus yang dewasa, maka kita harus bersedia mati terhadap diri sendiri.
Ada tiga macam penyaliban yang dituliskan dalam Galatia 6:14. Pertama, penyaliban Kristus. Kematian-Nya yang penuh pengurbanan di kayu salib memberi keselamatan bagi kita. Kedua, penyaliban atas dunia. Kesenangan, kehormatan, harta kekayaan, dan segala sesuatu yang menjauhkan kita dari berkat Allah, harus kita tolak. Ketiga, kita sebagai orang percaya telah disalibkan, sehingga kita tidak lagi memberi tanggapan terhadap godaan dunia. Salib yang pertama berbicara tentang dasar keselamatan kita. Salib yang kedua berkaitan dengan dampak dari keselamatan kita. Sedangkan salib yang ketiga menunjukkan bagaimana kita harus mengerjakan keselamatan dalam kehidupan sehari-hari.
Dapatkah Anda secara sungguh-sungguh dan bersemangat berkata sama seperti Paulus, "Aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia"? Bila Anda mampu berkata-kata demikian, berarti Anda telah melakukan suatu pengurbanan, sehingga kelak Anda akan mendapatkan upah yang kekal.
YESUS TELAH MEMBAYAR HARGA KESELAMATAN SAYA, BAGAIMANA SAYA HARUS MENGUNGKAPKAN UCAPAN SYUKUR KEPADA-NYA?

Selasa, 29 September 2015
KESOMBONGAN (Galatia 6:11-18)
Kesombongan itu dosa. Kesombongan cara pandang seseorang yang menilai dirinya terlalu berlebihan. Ada orang-orang yang sedemikian sombongnya sampai mengharapkan setiap orang terkagum-kagum dan patuh pada perintahnya.
Seorang pria, kita sebut saja namanya Johan, yang sombong dan bertubuh agak besar, tertinggal kereta api. Kereta api berikutnya tidak akan berhenti di kota kecil tersebut kecuali bila ada penumpang sebanyak enam orang atau lebih untuk diangkut. Ia mengirim pesan kepada kondektur kereta tersebut: "Hentikan kereta di stasiun ini. Ada penumpang besar yang akan naik."
Ketika kereta api memasuki stasiun dan berhenti, Johan naik. Sang kondektur turun, melihat isi peron, dan kemudian menanyakan di mana penumpang berjumlah besar seperti dalam pesan yang ia terima. Dengan terus terang Johan menjawab, "Sayalah penumpang besar itu."
Sebagian orang merasa dirinya hebat dan menganggap setiap orang harus mematuhi mereka. Obat mujarab untuk mengatasi cara pandang seseorang yang terlalu berlebihan seperti itu adalah dengan bercermin pada Firman Allah. Jika Anda memikirkan hal-hal yang lebih tinggi daripada yang patut Anda pikirkan (Roma 12:3), bacalah Mazmur 14 dan Roma 3:9-18. Itulah potret yang Allah ambil dengan jelas berkenaan dengan hati manusia yang sesungguhnya.
Kesombongan tidak layak mendapat tempat di hati pengikut Yesus Kristus.
ORANG YANG BERPIKIR TERLALU TINGGI TENTANG DIRINYA TIDAK BERPIKIR CUKUP TINGGI TENTANG KRISTUS

Rabu, 30 September 2015
DITULIS DENGAN  DARAH (Galatia 6:11-18)
Di tengah puing-puing tabrakan kereta Metro-link, petugas pemadam kebakaran dari Stasiun 27 Los Angeles menemukan sebuah pesan yang membuat mereka berlinang air mata. Seorang yang selamat dari tabrakan itu, karena berpikir akan meninggal, menggunakan darahnya sendiri untuk menulis pada bangku di depannya bahwa ia mencintai istri dan anak-anaknya.
Biasanya kita mengatakan "ditulis dengan darah" dalam makna yang kurang harfiah. Hal itu biasanya menunjukkan kesediaan untuk menjamin kata-kata yang kita ucapkan dengan hidup kita.
Saat mengakhiri suratnya kepada jemaat di Galatia, Paulus seakan-akan menuliskan ceritanya dengan darah. Ia menulis pesan kasih dan anugerah yang akan membangkitkan amarah para pemimpin agama lainnya. Ia tahu bahwa ia akan dibenci karena menghormati kematian Kristus melebihi ritual dan hukum moral Israel. Ia akan dihukum karena mengajarkan bahwa kematian dan kebangkitan Kristus itu lebih penting daripada hukum sunat yang mewakili seluruh cara hidup berdasarkan Hukum Taurat. Penderitaan Paulus bagi Kristus secara harfiah mencakup pencurahan darahnya sendiri (2Korintus 11:23-25).
Paulus tidak mau "bermain aman". Ia tahu bahwa penyaliban Yesus merupakan pusat sejarah. Paulus menaruh hidupnya sendiri di garis depan, dengan memberitakan hati Allah yang tak dapat dilukiskan, yang memberikan Putra-Nya untuk mengungkapkan kata-kata kasih yang utama, yang ditulis dengan darah di kayu salib.
UNTUK MENUNJUKKAN KASIH-NYA, YESUS MATI BAGI SAYA 
UNTUK MENUNJUKKAN KASIH SAYA, SAYA HARUS HIDUP BAGI DIA!

Kamis, 01 Oktober 2015
MANA YANG PENTING: IMAN ATAU TANDA? (Galatia 6:11-18)
Kekristenan sering dihubungkan dengan hal-hal yang lahiriah, seperti salib, lilin, buku Alkitab, atau hal-hal yang formal seremonial seperti sakramen baptisan dan sakramen perjamuan kudus. Hal-hal itu memang penting sejauh berfungsi sebagai sarana dan bukan menjadi inti iman. Bila hal-hal tersebut mendapatkan penekanan yang berlebihan maka bisa berakibat hal-hal yang lebih mendasar, seperti iman, terabaikan.
Pada bagian akhir suratnya, Paulus menyimpulkan bahwa orang-orang yang memaksa jemaat Galatia untuk disunat adalah orang-orang yang memegahkan hal-hal lahiriah sebagai tanda kesalehan. Pada hakikatnya orang sedemikian sebenarnya mengingkari iman Kristen sejati (ayat 12). Mereka adalah orang-orang munafik yang menuntut orang lain menaati ajaran mereka sementara mereka sendiri menghindar semua beban berat itu (ayat 13; bandingkan dengan teguran Tuhan Yesus kepada orang-orang Farisi di Mat. 23:4). Paulus sendiri memiliki tanda-tanda lahiriah (ayat 17). Namun, tanda lahiriah itu ada karena kesetiaannya memikul salib untuk melayani Tuhan. Paulus tidak bermegah atas tanda-tanda lahiriah tersebut. Bagi Paulus yang penting bukan tanda melainkan iman sejati yang ada di baliknya (ayat 15).
Ketika kekristenan hanya berhenti sebatas tanda lahiriah maka ada begitu banyak kerugian yang akan dialami oleh orang Kristen. Imannya akan mandek bahkan dalam bahaya mati karena tidak lagi menjadi dasar hidup kekristenannya. Yang muncul adalah sejenis kemunafikan. Dari luar kelihatan saleh, tetapi di dalam imannya keropos. Bagaimana mungkin kekristenan seperti itu bisa bertahan menghadapi badai pencobaan? Semudah orang menyembunyikan kalung salib agar tidak ketahuan sebagai orang Kristen, segampang itulah orang menyangkali Tuhannya kalau kualitas kekristenannya hanya sebatas "kulit".
IMAN SEJATI AKAN MEWUJUD DALAM KESAKSIAN HIDUP YANG MEMBERKATI ORANG LAIN.

Jumat, 02 Oktober 2015
CIPTAAN BARU (Galatia 6:11-18)
Membaca perikop ini kita lihat bahwa orang Kristen bukan terdiri dari satu ragam saja. Ada tipe orang Kristen yang senang cari nama, ada yang ingin menghindar dari konsekuensi sebagai pengikut Kristus, dan ada juga yang rela menanggung sengsara karena Kristus dan sedia melayani orang lain.
Yang pertama adalah tipe seperti orang Kristen Yahudi. Mereka memaksa orang Kristen Galatia untuk disunat (11-12). Mereka seolah ingin menyatakan bahwa keselamatan di dalam Kristus baru lengkap bila orang Galatia telah disunat. Ini kesalahan besar dan Paulus geram karenanya. Kekristenan jelas bicara tentang apa yang Allah lakukan bagi manusia dan bukan apa yang manusia kerjakan bagi Allah. Kekristenan bicara soal kasih karunia dan bukan ketaatan melakukan Taurat, karena untuk beroleh pembenaran dari Allah, orang hanya perlu percaya Kristus. Lagi pula orang yang mengagung-agungkan Taurat biasanya juga bukan orang yang taat total pada Taurat (13). Kita tentu masih ingat kemunafikan ahli Taurat dan orang Farisi. Mereka hanya bisa menyuruh orang taat atau menghukum yang tidak taat, tetapi tindakan mereka sendiri nol besar! Selain itu Paulus tahu maksud mereka yang terselubung karena pertambahan orang yang disunat seolah prestasi bagi mereka (13). Lalu ada hal lain yang tidak kalah penting. Rupanya sunat dijadikan tanda untuk menghindar dari penganiayaan sebagai konsekuensi iman mereka. Orang-orang Kristen Yahudi memilih berpijak di atas doktrin yang keliru daripada dianiaya karena iman kepada Kristus.
Yang kedua adalah tipe seperti Paulus, ia lebih memilih menerima stigmata (tanda lahiriah oleh penganiayaan karena salib Tuhan Yesus) daripada tanda sunat.
Tipe yang manakah kita? Yang senang mendorong orang lain untuk melakukan kebenaran padahal kita sendiri tidak melakukannya? Yang senang menambah-nambahi kebenaran dengan berbagai tradisi dan pemikiran sendiri? Atau yang berani menyuarakan kebenaran meski berseberangan dengan orang lain? 
KIRANYA KITA BUKAN HANYA MENJADI PENDENGAR FIRMAN SAJA, TETAPI MENJADI PELAKU JUGA.

Sabtu, 03 Oktober 2015
AMBISI YANG SETIA (Galatia 6:12-18)
Pada akhir abad ke-19, seorang mantan mahasiswa Universitas Oxford menjadi Kanselir Inggris. Salah seorang teman sekelasnya menjadi Sekretaris Luar Negeri Inggris. Orang ketiga memperoleh reputasi internasional sebagai pengarang. Sedangkan orang keempat, Temple Gairdner, barangkali merupakan siswa yang paling berbakat di antara teman-teman sekelasnya, akan tetapi ia justru tidak menjadi orang yang tenar dan berpengaruh. Mengapa demikian? Karena ia telah menerima Yesus sebagai Juruselamatnya dan hidup sebagai misionaris di daerah yang terpencil dan berbahaya.
Sebenarnya Gairdner bisa saja menjadi orang yang terkenal seperti teman-temannya. Akan tetapi, pada saat memutuskan untuk menjadi seorang misionaris, ia menulis surat kepada saudara perempuannya, "Saya merasakan suatu ambisi yang sangat sulit untuk dipadamkan. Apabila menilik latar belakang keluarga dan pendidikan seseorang yang tinggi, ambisi untuk menjadi terkenal dan ternama memang tampak wajar. Sangat sulit untuk melepaskan diri dari semua itu dan mau meninggal tanpa dikenal."
Kita mungkin tidak diminta untuk berkorban seperti itu. Namun apakah kita bersedia melayani Sang Juruselamat dengan ketaatan penuh? Untuk melayani Dia dengan setia kita harus mengesampingkan kepentingan kita sendiri, seperti yang dilakukan Paulus: "Aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus" (Galatia 6:14).
Kita tidak perlu menjadi terkenal. Namun, kita perlu setia ke mana pun Allah memanggil kita
DUNIA MENGHARGAI KESUKSESAN JANGKA PENDEK, TETAPI ALLAH MENGHARGAI KESETIAAN JANGKA PANJANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar