Renungan Harian 22 - 27 Juni 2015

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 22 Juni 2015
KEBAHAGIAAN ORANG KRISTEN (Galatia 3:15-18)
Di jemaat Galatia terdapat orang-orang yang mengajarkan bahwa iman di dalam Kristus merupakan langkah awal dan iman itu harus disempurnakan dengan melakukan Taurat. Jadi, mereka mengajarkan iman plus melakukan Taurat sebagai syarat keselamatan
Namun dalam nas ini Paulus memisahkan iman sejati dari keharusan melaksanakan hukum Taurat. Untuk itu ia menjelaskan sejarah keselamatan. Janji kepada Abraham bagaikan sebuah surat wasiat yang memiliki keabsahan yang tak dapat dibatalkan, Paulus menjelaskan bahwa janji Allah kepada Abraham tidak dapat dibatalkan oleh hukum Taurat (ayat 15). Pertama, janji Allah kepada Abraham itu sah secara hukum maka tidak dapat dibatalkan (ayat 17a). Kedua, hukum Taurat baru diberikan empat ratus tiga puluh tahun kemudian sehingga tidak mungkin bisa membatalkan yang telah ada terlebih dahulu (ayat 17b).
Dengan dua alasan inilah Paulus menghancurkan kesimpulan bahwa janji Allah kepada Abraham harus ditambah dengan hukum Taurat supaya orang-orang Yahudi Kristen di Galatia mengalami janji berkat dari Allah. Konsep Mesias dari Paulus juga sangat jelas, yaitu bahwa keturunan yang Allah janjikan kepada Abraham itu menunjuk kepada Kristus (ayat 16). Jadi, janji berkat Allah melalui Abraham kepada orang percaya bukan didapatkan dengan menjalankan Taurat, tetapi ada di dalam Kristus sebagai penggenapan dari Taurat. Dengan beriman kepada Kristus saja orang percaya mendapatkan dan menikmati penggenapan janji keselamatan itu.
Kalau kebahagiaan orang Kristen didasarkan pada ketaatan melakukan hukum Taurat atau ajaran-ajaran kebajikan lainnya, maka dapat dipastikan kita akan frustasi. Sebaliknya dengan bersandar kepada janji Allah di dalam Kristus, kita dimungkinkan untuk hidup berkemenangan melawan kedagingan dan hawa nafsu duniawi.
Renungkan: Janji-Nya pasti ditepati. Jangan biarkan ajaran-ajaran lain mengacaukan iman kita kepada-Nya.
   
Selasa, 23 Juni 2015
JANJI YANG MENGHERANKAN (Ibrani 13:5,6)
Penulis kitab Ibrani mengutip ucapan Allah kepada umat-Nya: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau” (Ibrani 13:5). Bagaimana hal itu menyentuh Anda? Apakah itu hanya kesucian menyenangkan yang membuat Anda menguap lebar?
Ini berbeda dengan ucapan bahwa kita boleh minum kopi dengan Presiden atau Ketua Mahkamah Agung. Mengenal orang-orang seperti itu memang sesuatu yang penting bagi kita. Namun meyakini bahwa Allah menyertai kita setiap saat setiap hari, sedekat kulit kita, dalam setiap peristiwa hidup, saat menangis atau tertawa itu hampir tidak masuk akal.
Namun, sepanjang sejarah banyak orang telah mempertaruhkan hidup pada kebenaran tersebut. Abraham, Musa, Rahab, Yosua, Daud, dan Ester hanyalah segelintir contoh. Janji Allah itu terbukti benar dalam hidup mereka. Namun, bagaimana kita tahu bahwa janji itu juga benar bagi hidup kita?
Hal itu nyata bagi kita karena Yesus. Melalui kedatangan-Nya, sebenarnya Dia mengatakan, “Aku ingin bersamamu; Aku memberikan hidup-Ku bagimu; Aku mengurbankan hidup-Ku untukmu. Apakah mungkin Aku akan meninggalkanmu?”
Bagaimana tanggapan Anda terhadap janji yang mengherankan ini? Mungkin janji tersebut terlalu muluk-muluk. Mungkin juga tampak mustahil. Namun, jangan abaikan janji itu. Saat Anda sedih, takut, menghadapi pergumulan dan pencobaan, tak ada janji yang lebih indah selain: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau”. (HR)
DI MANA PUN ANDA BERADA ALLAH MENYERTAI ANDA

Rabu, 24 Juni 2015
JANJI TUHAN (Yosua 10:28-43)
Suatu hari saya membeli sebuah gambar puzzle untuk anak saya. Kemudian saya mengajarkan kepadanya bagaimana memasangkan dan mencocokkan setiap keping dan potongan gambar. Awal-nya, ia melakukannya dengan sabar. Ia mencoba dan mencoba lagi. Namun, lama kelamaan ia jenuh. Anak saya kemudian membiarkan saya yang menyelesaikan gambar puzzle tersebut. Rupanya ia sudah jenuh mengerjakannya, dan sudah tidak sabar ingin melihat hasil akhirnya saja.
Tuhan telah menjanjikan kepada bangsa Israel sebuah negeri yang indah dan kaya. Namun, ternyata Tuhan tidak memberikan seluruhnya sekaligus. Dia memberikannya satu bagian demi satu bagian. Kota demi kota diserahkan kepada bangsa Israel. Dia membuat raja demi raja dan kerajaan demi kerajaan bertekuk lutut kepada umat pilihan-Nya. Tuhan ingin bangsa Israel mendapatkan kota-kota baru setiap harinya. Kemenangan demi kemenangan pun diperoleh.
Pemenuhan janji Tuhan dalam hidup kita terkadang juga datang secara bertahap tak sekaligus. Ketika kita selesai mendapatkan satu bagian dari janji Tuhan, kita harus kembali percaya bahwa Dia akan memenuhi bagian janji yang berikutnya. Demikian seterusnya sehingga kita, waktu demi waktu, tetap ada dalam pengharapan kepada-Nya. Karena itu, tetaplah bersabar pada pemenuhan janji-janji Tuhan bagi kita. Jangan buru-buru menanti hasil akhir saja. Kita pun harus menyediakan diri untuk bekerja keras, juga bertekun dalam perjuangan dengan tetap mengandalkan Tuhan. Maka, Dia akan memberikan kita kemenangan demi kemenangan kepada kita, sesuai janji-Nya. (FZ)
APABILA SEBAGIAN JANJI TELAH TUHAN GENAPI, DIA PASTI MENERUSKAN BAGIAN JANJI BERIKUTNYA UNTUK DIGENAPI

Kamis, 25 Juni 2015
MENANTI JANJI (Kejadian 12:1-9)
Menantikan sebuah janji sering diiringi dengan munculnya rasa gelisah. Apalagi jika prospek yang dihadapi kelihatan bertolak belakang dengan janji tersebut, wajar jika orang yang menjanjikannya menjadi objek keraguan dan pertanyaan kita. Suatu kali, seseorang menjanjikan bantuan dana untuk sebuah kebutuhan pelayanan yang mendesak. Kami harus membayar sewa rumah pelayanan, berikut dengan beberapa renovasi agar atap rumah tidak bocor jika hujan turun. Namun sampai menjelang waktu pembayaran, dana tidak kunjung diberikan. Muncul keraguan, apakah ia masih ingat janji tersebut?
Tuhan menjanjikan kepada Abraham sebuah negeri di tanah Kanaan. Masalahnya negeri itu didiami oleh bangsa Kanaan. Tanah yang akan diberikan kepadanya bukan tanah tak bertuan, tetapi tanah yang didiami orang lain. Keraguan dan kebingungan pasti menguasai hati Abraham. Janji Tuhan tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapinya. Namun kita tahu kemudian hari, keturunan Abraham menjadi bangsa yang besar, dan tanah Kanaan menjadi milik pusaka mereka. Itu terjadi kurang lebih 400 tahun kemudian. Dan, selama masa itu Tuhan tidak melupakan janji-Nya kepada Abraham!
Dalam hidup ini, pengalaman dikecewakan oleh janji manusia tidak perlu membuat kita meragukan janji Tuhan. Bahkan ketika kita lupa, Tuhan tidak akan melupakan janji-Nya. Apa yang dikatakan-Nya pasti akan digenapi. Janji Tuhan sepasti matahari yang terbit di pagi hari. Kita tidak akan kecewa jika berpegang teguh pada janji-Nya. Dia belum pernah mengecewakan, dan Dia tidak akan pernah mengecewakan. (DBS)
PERCAYA PADA JANJI TUHAN ADALAH HAL PALING BIJAKSANA YANG BISA KITA LAKUKAN DALAM SEBUAH PENANTIAN

Jumat, 26 Juni 2015
SEPERTI JANJI-NYA (Mazmur 119:153-160)
Salah satu peraturan tak tertulis di antara penduduk Amerika bagian barat adalah bahwa seseorang selalu menepati janjinya. Itu sebabnya mengapa Andrew Garcia bersusah payah mengadakan perjalanan sejauh hampir 2100 km pada tahun 1879 untuk melunasi utangnya. Pada bulan September tahun sebelumnya, ia membeli perbekalan di Bozeman, Montana, untuk berburu kerbau liar. Namun untuk membayar sepuluh ekor bagal, amunisi, makanan, dan peralatan yang dibelinya ia masih memiliki kekurangan 300 dollar. Karenanya seorang pedagang meminjami uang kepadanya. Ia pun berjanji untuk melunasinya pada tanggal 1 Januari.
Namun salju musim dingin turun lebih awal tahun itu, sehingga Garcia tidak dapat langsung ke Bozeman. Ia harus melalui Colorado dan turun ke New Mexico. Akhirnya, tepat setahun kemudian, ia sampai kembali ke Bozeman. "Kau tak perlu repot-repot begitu," kata teman-temannya. Namun Garcia merasa harus menepati janjinya, sehingga ia benar-benar kembali untuk membayar utangnya.
Pengikut Kristus seharusnya juga dikenal sebagai orang-orang yang berintegritas. Jika kita berkata akan membantu di Sekolah Minggu atau di tempat perawatan anak, atau menghabiskan waktu bersama keluarga, atau menyelesaikan sebuah pekerjaan, adakah kita selalu menepati janji meski kemudian muncul sesuatu yang lebih menarik? Apakah kita setia pada janji kita?
Janji Allah tidak pernah dilanggar (Mazmur 119:160), dan apa pun yang dikerjakan-Nya, selalu Dia kerjakan dengan kesetiaan (Mazmur 33:4). Sebagai pengikut-Nya, janji kita harus selalu ditepati seperti janji-Nya. (DCE)
ORANG YANG MENGHARGAI JANJI ALLAH AKAN SELALU MENEPATI SEETIAP JANJI YANG DIBUATNYA

Sabtu, 27 Juni 2015
IDENTITAS BARU (Galatia 3:15-29)
Orang tentu senang memiliki dan memakai barang yang baru. Biasanya itu akan membuat orang itu tampil beda karena ada perubahan atau pembaruan. Namun mengapa banyak orang yang masih enggan untuk mengenakan identitas baru di dalam Kristus. Mereka justru lebih menyukai identitas lamanya?
Paulus menunjukkan apresiasinya pada hukum Taurat, yang walaupun tidak menyelamatkan, tetapi berfungsi sebagai penuntun bagi kita sebelum kedatangan Kristus. Dengan hadirnya Kristus, pusat iman kita, fungsi Taurat sebagai penuntun tak lagi efektif (23-25). Argumen Paulus memuncak dalam pernyataan bahwa iman di dalam Kristus membuat kita menjadi anak-anak Allah, bukan lagi sekadar menjadi anak-anak Abraham (26, bnd. 7). Realitas dan identitas baru ini berlaku bagi semua orang Galatia yang memercayai Kristus. Baptisan dalam hal ini memegang peranan penting sebagai pengalaman religius dari realitas dan identitas baru di dalam Kristus itu (27). Pemahaman "anak-anak Allah" (26) oleh Paulus juga diidentikkan dengan "milik Kristus" (29), yang juga berhak sebagai "keturunan Abraham" dan dengan demikian berhak menerima janji Allah. Paulus juga menegaskan tidak ada lagi pemisahan sosial antara Yahudi dan orang Yunani, antara hamba dan orang merdeka, bahkan di antara laki-laki dan perempuan. Semua dipersatukan oleh dan di dalam Kristus (28). Identitas baru tersebut tidak lagi ditentukan oleh hukum taurat, tetapi oleh iman kepada Kristus.
Mengenakan identitas baru di dalam Kristus akan membuat kita terhisab di dalam janji Allah yang kekal. Tidak ada lagi pemisahan sosial yang merendahkan sekelompok orang. Allah pun menghendaki kita untuk bukan hanya sekadar mengenakan identitas baru, tetapi mewujudnyatakan identitas baru itu di dalam kehidupan kita berjemaat. Terkadang pemisahan sosial pun terjadi di gereja, dan terkait dengan jabatan, pekerjaan, atau harta benda. Hal-hal demikian harus dihindari ketika kita sungguh-sungguh mengenakan identitas batu di dalam Kristus. 
SELAMAT MENGENAKAN IDENTITAS BARU DI DALAM KRISTUS!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar