Renungan Harian 18 - 23 Mei 2015

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 18 Mei 2015
JANGAN KURBANKAN KEBENARAN (Galatia 2:11-14)
Rasa tidak enak terhadap orang lain terkadang mendorong orang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran. Ini terjadi karena orang itu tidak teguh berdiri di atas kebenaran. Lebih jauh lagi, karena orang itu tidak memahami kebenaran.
Ada orang-orang yang meragukan kerasulan Paulus dan memengaruhi jemaat Galatia dengan mengajarkan sunat dan Taurat sebagai hal yang utama. Menurut mereka, Injil yang Paulus ajarkan adalah buatan manusia. Maka Paulus menyatakan bahwa pertobatannya terjadi karena Kristus menyatakan diri kepada dia (Gal 1:13-16). Namun ia tidak merasa perlu menemui para rasul di Yerusalem untuk meminta persetujuan mereka atas pelayanannya. Selama tujuh belas tahun, hanya dua kali ia mengunjungi Yerusalem (Gal 1:18; 2:1).
Waktu rasul Petrus berkunjung ke Antiokhia, ia tinggal cukup lama dan bergaul akrab dengan orang-orang nonYahudi, bahkan ia juga makan bersama mereka. Begitu dekatnya rasul Petrus dengan kehidupan orang Antiokhia sehingga disebutkan bahwa ia hidup seperti orang Antiokhia. Namun kedatangan orang-orang Yerusalem kemudian membuat Petrus berubah. Petrus pelan-pelan menghindar dari jemaat Antiokhia, terutama pada saat makan. Lama kelamaan ada dua kelompok yang terbentuk pada saat makan bersama, yaitu keompok Yahudi dan kelompok non Yahudi.
Ketika Paulus melihat masalah ini, ia pun kemudian menegur Petrus (11, 14) karena ia dan orang-orang Yahudi telah salah dalam bersikap. Tindakan Petrus dan mereka yang mengikuti dia dapat disebut sebagai dosa karena motivasi mereka salah. Petrus bertindak demikian karena ingin menyenangkan orang lain, lalu ini jadi batu sandungan karena diikuti orang-orang Yahudi yang lain (13), Barnabas pun jadi ikut-ikutan bersikap munafik. Kiranya ini mengingatkan kita untuk melakukan sesuatu bukan karena rasa sungkan, padahal bertentangan dengan kebenaran. 

KETIKA KITA AKAN BERTINDAK, PIKIRKANLAH APAKAH BERDASARKAN KEBENARAN ATAU JUSTRU MALAH MENGORBANKAN KEBENARAN.
Sumber: http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/2011/08/23

Selasa, 19 Mei 2015
MENERIMA TEGURAN (Galatia 2:11-14)
Menerima teguran, sekalipun jelas-jelas kita ini salah dan patut ditegur, biasanya tetap saja menimbulkan perasaan tidak enak dalam hati. Itulah sebabnya banyak orang yang tidak suka, bahkan marah kalau ditegur. Mereka lebih senang menerima pujian, walau hanya basa-basi. Sikap "anti teguran" ini keliru. Sebab bagaimana pun kita tidak selalu benar. Ada saatnya kita berbuat salah, dan karenanya membutuhkan teguran supaya bisa memperbaiki diri.
Randy Pausch, dalam bukunya yang sangat terkenal, The Last Lecture, menulis demikian, "Kalau Anda melihat diri Anda melakukan sesuatu yang buruk dan sudah tidak ada lagi orang yang mau repot-repot memberi tahu Anda, maka tempat itu tidak baik untuk Anda. Anda mungkin tidak ingin mendapat teguran, tetapi orang yang menegur Anda kerap kali adalah satu-satunya orang yang memberi tahu bahwa ia masih mengasihi dan memedulikan Anda, dan ingin melihat Anda menjadi lebih baik."
Paulus menegur Petrus karena telah bersikap plin plan (ayat 12). Teguran Paulus ini tentu saja dilandasi dengan maksud baik. Sebab kalau mau aman sebetulnya Paulus bisa saja memilih diam dan membiarkan Petrus dengan kesalahannya itu. Lagi pula, tidak ada untung apa-apa bagi Paulus dengan menegur Petrus. Malah mungkin bisa disalahartikan.
Jadi, kalau kita mendapat teguran dari siapa pun, jangan buru-buru merespons dengan sikap antipati. Apalagi dengan marah. Sebab bisa jadi teguran itu justru sangat berguna buat kita. Lihat itu sebagai sebentuk cara seseorang peduli dan mengasihi kita. 

TEGURAN YANG MEMBANGUN ITU TANDA KASIH
Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2010/05/04

Rabu, 20 Mei 2015
DALIH KEMUNAFIKAN (Galatia 2:11-18)
Saya punya tetangga yang tidak tahan terhadap orang-orang munafik. Ia mengatakan kepada saya bahwa ia tidak lagi mengikuti kebaktian di gereja karena melihat begitu banyak orang munafik di sana.
Ia tidak sendiri. Itu adalah salah satu alasan yang paling populer mengapa orang menolak kekristenan. Tetangga saya benar, banyak sekali orang munafik di gereja.
Namun, kemunafikan sebetulnya tidak perlu dijadikan alasan untuk menolak Injil. Kuncinya adalah keabsahan Injil. Apakah kehadiran orang-orang munafik di gereja membatalkan keabsahan pesan Injil?
Dalam bacaan Alkitab hari ini, Rasul Paulus menuduh Petrus munafik (Galatia 2:13). Namun, apakah hal itu menghilangkan keabsahan Injil yang diajarkan Petrus? Sebagian orang bisa berpendapat demikian, mungkin karena mereka mengharapkan orang-orang kristiani hidup sempurna. Namun, yang mungkin mengejutkan mereka adalah bahwa Yesus sendiri menegur dan mengutuk kemunafikan (Matius 6:1-18; 23:13-33). Dia membencinya lebih daripada orang lain.
Hal ini membawa kita pada sebuah titik kunci: Keabsahan kekristenan tidak boleh didasarkan pada orang-orang kristiani yang tidak sempurna, tetapi pada Kristus yang sempurna. Oleh sebab itu, jika seseorang bisa menunjukkan bahwa Yesus munafik, maka barulah ia memang memiliki alasan yang sah. Namun itu mustahil terjadi. Yesus itu tidak berdosa maupun bersalah (Yohanes 8:46; Ibrani 4:15).
Yesus adalah jawaban bagi dalih kemunafikan.

DARIPADA MEMANDANG ORANG-ORANG MUNAFIK PANDANGLAH YESUS
Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2003/08/11

Kamis, 21 Mei 2015
TOLAK STANDAR GANDA! Galatia 2:11-21)
Joni adalah salah seorang simpatisan Kristen yang akhirnya menolak untuk dibaptiskan karena melihat kelakuan dari seorang pemimpin Kristen. "Munafik," ujar Joni ketika ditanyakan alasannya. Lanjutnya, "Dia berkata Yesus mengasihi tanpa membeda-bedakan suku, bangsa, ras, dan bahasa. Namun, ia (menyebut nama pemimpin itu) menghina suku kami sebagai suku yang rendah dan tidak pantas beribadah di gerejanya."
Sungguh menyedihkan, sikap yang dilihat Joni dan yang menjadi penyebab ia mundur dari memercayai Yesus, justru diperlihatkan oleh Petrus (ayat 12). Petrus masih menganggap tradisi Yahudi (sunat) lebih penting daripada Injil. Sebaliknya Paulus menyatakan konsistensi imannya dengan berani menegor keras dan terbuka kepada Petrus yang tergolong seniornya (ayat 11,14). Pertama, hukum Taurat tidak dapat menyelamatkan manusia berdosa. Hanya kasih karunia dalam Kristus yang membenarkan seseorang. Kasih karunia dalam Kristus inilah yang mengubah inti kehidupan orang yang percaya. Hidup Kristus ada di dalam hidupnya (ayat 16-20). Kedua, sikap Petrus sebagai salah seorang pemimpin gereja mempengaruhi orang-orang lain sehingga mereka juga terseret dalam kemunafikannya (ayat 13). Kalau hal ini dibiarkan dapat mengacaukan dan merusak persekutuan Injil yang sudah Paulus rintis dan bina selama ini di Antiokhia.
Gereja harus menyadari bahwa peran penting mereka dalam pemberitaan Injil bukan hanya dengan menjadi juru bicara Tuhan, tetapi juga dengan menyaksikan kasih Allah melalui kehidupan. Pertama, gereja harus menolak segala ajaran yang menegakkan peraturan atau tradisi tertentu lebih tinggi daripada ajaran kasih karunia. Kedua, gereja harus mendidik umat Tuhan untuk tidak bersikap membeda-bedakan suku, bahasa, status sosial, pendidikan, dll. Sikap antidiskriminasi ini harus dimulai dari para pemimpin gereja!
   
JANGAN RUSAK KESAKSIAN INJIL KASIH ALLAH DENGAN TINDAKAN DISKRIMINATIF UMAT ALLAH.
Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/2005/06/07

Jumat, 22 Mei 2015
IMAN  YANG DIKEHENDAKI ALLAH (Pengkhotbah 3:16-4:3) 
Tatkala bersaksi tentang Kristus, saya sering mendengar tanggapan berikut: "Saya baik-baik saja kok, iman saya cukup kuat." Namun dari perbincangan tampak bahwa yang sesungguhnya mereka miliki adalah iman terhadap iman. Iman sejati yang menyelamatkan hanya didasarkan pada kebenaran Firman Allah. 
Billy Graham memperjelas hal ini dalam suatu wawancara di TV. Ia menanti-nantikan kematian karena ingin bersama dengan Yesus. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa keyakinannya itu didasarkan pada apa yang dikatakan Alkitab tentang pengurbanan Kristus serta kebangkitan-Nya. Si pewawancara, yang belum menerima Kristus dan mengaku takut akan kematian, berkata, "Anda tidak takut karena Anda mengetahui sesuatu yang tidak saya ketahui." 
Pengkhotbah 3:16-4:3 mengungkapkan tentang kebutuhan akan iman yang dikehendaki Allah. Perikop ini menggambarkan sisi kehidupan yang tidak menyenangkan: ketidakadilan di mana-mana dan kematian yang tak dapat dihindari (3:16;18-21). Di sini diungkap bahwa orang-orang yang tidak percaya, yang tidak punya alasan untuk berharap, berpikir bahwa orang-orang yang belum lahir lebih beruntung daripada orang-orang yang hidup saat ini (3:22-4:3). Namun perikop ini juga menunjukkan keyakinan orang percaya bahwa pada akhirnya Allah akan mengadili segala sesuatu (3:17). 
Iman yang diajarkan dalam Alkitab berpusat pada Kristus-kematian, penguburan, dan kebangkitan-Nya (1Korintus 15:3-4). Hanya iman yang demikian yang dapat membawa kita pada keselamatan dan kedamaian. Dan, iman tersebut memberi kita keyakinan bahwa kita akan menikmati hidup kekal di surga.
 
AGAR DAPAT LEPAS DARI SEGALA KETAKUTAN BERIMANLAH KEPADA KRISTUS

Sabtu, 23 Mei 2015
"JANGAN MARAH" (Mazmur 37:1-20)
Pernahkah Anda melihat anak nelayan memancing kepiting? Mereka mengikatkan tali di sebatang bambu. Ujungnya diikatkan pada batu kecil. Lalu bambu itu diayun ke arah kepiting yang diincar, dan disentak-sentakkan agar kepiting itu marah. Begitu si kepiting marah, ia akan mencengkeram batu kecil itu dengan kuat dan terjeratlah ia karena kemarahannya!
Karena adanya akibat serupa dengan gambaran di atas, itulah sebabnya amarah anak Tuhan tidak boleh terpancing melihat orang jahat. Tiga kali pemazmur menasihati para pembacanya agar jangan marah kepada orang yang berbuat jahat (ayat 1,7,8). Alasannya, itu hanya akan membawa kita pada kejahatan. Emosi tinggi bisa membuat kita berbuat sesuatu yang berakibat buruk. Misalnya karena ingin melampiaskan kemarahan, kita justru menyakiti orang lain_fisik atau perasaan. Bahkan, sekalipun kemarahan itu beralasan! Anak Tuhan bisa menjadi marah atau iri hati terhadap orang jahat, yang bebas berbuat jahat, tetapi seolah-olah hidup mereka tetap aman dan terlindungi dari murka Allah. Seakan-akan Allah tidak adil. Sepertinya Dia membiarkan saja jika orang benar lebih kerap bermasalah dibanding orang jahat. Benarkah?
Jika kita harus menyaksikan kefasikan merajalela dan anak Tuhan tak bisa berbuat apa-apa, kita harus meneguhkan hati untuk tidak marah. Ya, marah kepada orang fasik hanya membuat kita masuk ke dalam pancingan mereka. Dan kemarahan yang tak terkendali justru akan menjerat pelakunya ke dalam dosa. Ingat saja kata pemazmur. Orang fasik takkan bertahan lama dalam keberdosaan, kejahatan mereka akan terbongkar. Tuhan selalu adil. Dia tidak menutup mata atas kefasikan 

KEBERUNTUNGAN ORANG FASIK HANYA SEMENTARA. KEBERUNTUNGAN ORANG BENAR SUNGGUH TAK TERKIRA

1 komentar: