Renungan Harian 27 April - 02 Mei 2015

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 27 April 2015
INJIL PALSU (Galatia 1:6-10)
Menurut cerita, ada kebiasaan unik di lingkungan bank untuk melatih pegawainya mengenali uang palsu. Selama beberapa bulan mereka diminta untuk menghitung uang, yang tentunya asli, dalam jumlah banyak. Kemudian setelahnya, diselipkan beberapa lembar uang palsu didalam tumpukan yang harus dihitung. Menarik sekali, dengan mudah para pegawai ini mengenali uang palsu tersebut. Kebiasaan memegang uang asli menolong mereka dengan cepat merasakan adanya uang palsu. 
Paulus sangat geram ketika jemaat Galatia dengan mudah menerima suatu pengajaran yang berbeda dengan yang pernah ia ajarkan. Dengan mudah para pengajar Injil palsu ini memutar balikkan kebenaran dan mengacaukan jemaat (ayat 7). Jemaat dengan cepat menerima dan dikacaukan karena mungkin pengajaran ini memiliki beberapa kemiripan dengan pengajaran yang pernah mereka terima. Namun, sesuatu yang mirip tetap bukanlah sesuatu yang asli. Sesuatu yang “agak salah” jelas bukanlah sesuatu yang benar. Bahkan Paulus tidak segan-segan mengatakan mereka yang memberitakan Injil yang berbeda itu sebagai “terkutuk” (ayat 8-9). Seseorang yang menggeser pentingnya salib Kristus dari kehidupan orang percaya, sesungguhnya sedang merendahkan karya agung Allah. 
Terkadang kita sulit membedakan keaslian atau kepalsuan suatu pengajaran. Apa upaya kita untuk terhindar dari meyakini pengajaran yang salah? Paling tidak sudahkah kita secara pribadi tekun membaca sumber kebenaran, yaitu Alkitab? Kebiasaan untuk bergaul dengan Injil yang murni akan mempermudah kita mengenali yang tidak murni. 
PEMAHAMAN KITA AKAN KEBENARAN YANG ASLI AKAN MEMAMPUKAN KITA MENGENALI PENGAJARAN YANG PALSU

Sumber: http://www.renunganharian.net/2012/20-juni/296-injil-palsu.html

Selasa, 28 April 2015
SEBELUM BERCERAI (Galatia 1:6-10)
Sepasang suami-istri yang berniat bercerai mendatangi konselor terkenal. Sang konselor menasihati mereka, “Dalam sebulan mendatang, lakukan kembali apa saja yang dulu Anda lakukan pada pasangan Anda selama berpacaran. Sesudah itu, silakan bercerai.” Meskipun bingung mendengarnya, keduanya mematuhi nasihat itu. Si suami mengajak istrinya ke tempat-tempat yang dulu mereka kunjungi, membelikannya makanan dan barang kesukaannya, menonton ulang film-film kegemaran mereka, menjalankan hobi mereka berdua. Demikian pula si istri, ia melakukan apa saja yang dulu dikerjakannya bagi sang suami. Hasilnya? Mereka memutuskan batal bercerai!
Seperti hubungan pernikahan, saat kita mengikut Kristus, banyak juga “kabar baik” yang berusaha menceraikan kita dari-Nya. “Kabar baik” itu mungkin benar-benar menawan dan menggiurkan: kekayaan, keberhasilan, kesehatan, ketenaran. “Kabar baik” itu mungkin juga disodorkan pada kita seolah-olah dari Dia, padahal hal itu bisa saja pemutarbalikan Injil yang sebenarnya (ay. 7). Rasul Paulus sampai menegaskan, jangan percaya pada “kabar baik” seperti itu sekalipun ia sendiri atau malaikat dari surga yang menyampaikannya (ay. 8)!
Jadi, apa yang harus kita lakukan? Seperti suami-istri di atas, mari kita mengingat lagi anugerah keselamatan-Nya dengan segenap kebaikan yang terkandung di dalamnya. Apalah artinya kesusahan di dunia ini dibandingkan dengan kemuliaan kekal di surga? Jangan mau diceraikan dari-Nya oleh apa pun atau siapa pun!
SENANTIASA MENGINGAT ANUGERAH KESELAMATAN TUHAN MENJADIKAN KITA KIAN MELEKAT ERAT PADA-NYA

Sumber : http://www.renunganharian.net/2014/57-november/1214-sebelum-bercerai.html

Rabu, 29 April 2015
INJIL YANG SEJATI (Galatia 1:1-10)
Zaman sekarang banyak barang berkualitas yang dipalsukan. Barang-barang imitasi ini tampaknya sama dengan yang asli, tetapi jelas kualitasnya sangat berbeda dan murahan. Kalau kantong pas-pasan, namun hendak tampil gaya boleh-boleh saja memakai yang tiruan karena semua itu benda-benda lahiriah. Namun, kalau kebenaran yang dipalsukan, akibatnya bisa fatal.
Dalam pembukaan surat ini, Paulus menegaskan sendi-sendi Injil yang sejati. Pertama, kematian dan kebangkitan Yesus (ayat 1). Kedua, sebab dan tujuan kematian Yesus (ayat 3-4). Sebab: "karena dosa-dosa kita." Tujuan: "untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini." Ketiga, kematian Yesus dan tujuannya berakar dalam kehendak Allah. Demi Injil yang sejati itulah Paulus ditetapkan sebagai rasul oleh Allah dan Putra-Nya, baik untuk memberitakannya kepada bangsa-bangsa non yahudi, maupun untuk mempertahankan kemurniannya. Itu sebabnya ia bereaksi keras terhadap pemalsuan Injil, yang disebutnya "injil lain, yang sebenarnya bukan Injil" (ayat 6-7). Rupanya ada orang yang bermaksud mengacaukan jemaat di Galatia. Untuk menjadi Kristen, kata mereka, tidak cukup hanya menerima Injil dan percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi harus juga melaksanakan tuntutan-tuntutan Taurat seperti halnya orang Yahudi. Bagi Paulus, memalsukan Injil seperti itu adalah penyesatan yang akan membinasakan iman sejati. Maka dengan keras Paulus menyatakan penyesat-penyesat itu sebagai "terkutuk" (ayat 8,9).
Seperti orang memakai perhiasan imitasi untuk bergaya, demikian orang tertarik untuk menerima injil palsu supaya bisa bergaya saleh, suci, dan lebih rohani daripada orang lain. Tujuannya jelas supaya diterima oleh manusia dan bukan oleh Allah (ayat 10). Orang yang mengandalkan injil palsu akan binasa olehnya. Jadi, jangan biarkan diri disesatkan olehnya.
INJIL SEJATI MEMBAWA PEMBEBASAN SEMPURNA. INJIL PALSU MEMBELENGGU ORANG SEMAKIN KUAT DALAM KEDAGINGAN SAMPAI IA BINASA!

Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/2005/06/04

Kamis, 30 April 2015
TEGUH DI DALAM KEBENARAN (Galatia 1:6-10)
Jika kita tahu apa yang benar, apakah kita akan mendiamkan saja orang yang salah ataukah kita akan memberi tahu dia tentang yang benar? Paulus tahu apa yang benar dan dia tidak mau diam-diam saja ketika jemaat Galatia melakukan kesalahan.
Biasanya setelah menuliskan salam pembuka, dalam setiap surat yang dia tulis kepada jemaat, Paulus akan menuliskan ucapan syukur. Namun dalam surat kepada jemaat Galatia ini, Paulus tidak menuliskan ucapan syukur. Tulisan Paulus langsung tertuju ke pokok permasalahan yang memang ingin dia sampaikan. Ini seolah menandakan betapa serius masalah jemaat Galatia dalam pandangan Paulus.
Paulus heran karena jemaat Galatia begitu cepat mengikuti injil lain dan berbalik dari Bapa, yang telah memanggil mereka melalui Kristus (6). Padahal belum lama mereka menerima pengajaran yang benar, tetapi mereka begitu mudah menyimpang ke ajaran yang sesat. Dengan demikian mereka telah tidak setia terhadap Tuhan dan firman-Nya. Ini bisa terjadi karena mereka tidak peka terhadap orang-orang yang berusaha menyesatkan mereka dari Injil Kristus (7).
Ini memperlihatkan betapa rentannya orang-orang yang baru beriman kepada Kristus. Maka bila di dalam jemaat ada orang-orang yang baru percaya, hendaknya dengan lemah lembut kita berusaha menolong mereka untuk bertumbuh dalam iman dan kebenaran. Jangan sampai kita hanya mengadakan program penginjilan atau Kebaktian Kebangunan Rohani, tetapi setelah itu tidak bertanggung jawab atas para petobat baru. Ingatlah bahwa Iblis tidak tinggal diam dan akan selalu berusaha melemahkan mereka. Sebab itu tak heran jika Paulus menyebut para penyesat itu sebagai orang-orang yang terkutuk (8-9). Karena itu kita harus meniru teladan Paulus, yang menulis surat kepada jemaat Galatia untuk menegur mereka karena menyimpang dari kebenaran. 
SETIAP ORANG KRISTEN HARUS BELAJAR ALKITAB DAN MEMBANGUN DIRI DI DALAM KEBENARAN SERTA TEGUH BERDIRI DI DALAMNYA.

Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/2011/08/19

Jumat, 01 Mei 2015
TAK ADA KASIH YANG LEBIH BESAR (1 Petrus 2:21-25) 
Seorang gadis kecil mengalami luka-luka parah dan berada dalam kondisi kritis karena suatu kecelakaan. Ia segera dilarikan ke rumah sakit. Gadis kecil itu kehilangan banyak darah dan membutuhkan transfusi, namun jenis darahnya sukar didapat. 
Akhirnya didapati bahwa saudara lelakinya yang berusia tujuh tahun mempunyai jenis darah yang sama. Dokter memanggil anak itu ke kantor dan memberitahunya, "Adikmu sakit parah. Jika ia tidak mendapat tambahan darah, Bapak kuatir malaikat akan segera menjemput dan membawanya ke surga. Apakah kamu bersedia menyumbangkan darahmu untuknya?" Wajah anak itu pun menjadi pucat dan matanya melebar ketakutan. Setelah beberapa saat merasakan ketakutan, ia berkata pelan kepada sang dokter, "Saya akan menyumbangkan darah saya untuknya." 
Saat transfusi berlangsung, anak itu memperhatikan darahnya mengalir melalui selang ke tubuh adiknya. Sang dokter melihat anak itu tampak gelisah dan berkata, "Tidak lama lagi akan selesai." Saat itu juga, airmata anak itu berlinang dan berkata, "Apakah saya akan segera mati?" Anak itu berpikir bahwa ia sedang memberikan nyawanya untuk menyelamatkan adiknya! 
Tidak ada kasih yang lebih besar. Yesus mengurbankan nyawa-Nya untuk kita bahkan sebelum kita menjadi sahabat-Nya. "Kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya" (Roma 5:10). Apakah Anda telah merasakan kasih Allah dengan menerima tawaran pengampunan melalui iman di dalam Kristus? 
DALAM MENANGGUNG SIKAP PERMUSUHAN KITA YESUS TETAP MENUNJUKKAN KASIH-NYA KEPADA KITA

Sabtu, 02 Mei 2015
SYUKUR ADA KUTU (1 Tesalonika 5:12-18) 
Corrie ten Boom telah memberikan inspirasi dan tantangan bagi ribuan orang setelah Perang Dunia II berakhir. Banyak hati tergetar dan hidup diubahkan, ketika dengan bersahaja namun menggugah, ia bercerita bagaimana Allah telah mencukupi kebutuhannya, bahkan sebagai seorang tawanan di kamp konsentrasi Nazi. 
Kamp itu tidak saja jorok, tetapi juga banyak kutu. Saudara perempuan Corrie, Betsie, yang juga ditawan bersamanya, menekankan bahwa 1 Tesalonika 5:18 merupakan kehendak Allah bagi mereka: "Mengucap syukurlah dalam segala hal." Namun, bersyukur atas tempat yang penuh dengan kutu rasanya tidak masuk akal bagi Corrie, sampai kemudian ia sadar mengapa para penjaga tidak datang ke barak mereka untuk melarang mereka berdoa dan dan bernyanyi. Ternyata para penjaga itu menghindari kutu! Itu sebabnya para tawanan bebas beribadah dan mempelajari Alkitab di situ. Kutu-kutu itu, ya, bahkan kutu pun, menjadi alat untuk menyatakan kasih karunia Allah, dan merupakan sesuatu yang harus disyukuri. 
Apakah "kutu-kutu" yang ada dalam hidup kita? Bukan masalah-masalah yang besar, melainkan gangguan-gangguan kecil. "Kutu-kutu" adalah pencobaan-pencobaan kecil yang tidak dapat kita hindari. Mungkinkah "kutu-kutu" itu justru merupakan salah satu cara Tuhan untuk mengajarkan pelajaran rohani kepada kita dan untuk membantu kita meningkatkan daya tahan terhadap ujian? 
Ketika kita tergoda untuk bersungut-sungut, marilah kita ingat kutu-kutu tadi dan ucapkanlah syukur.
JIKA ANDA BERHENTI UNTUK BERPIKIR SEJENAK ANDA AKAN MENEMUKAN ALASAN UNTUK BERSYUKUR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar