Renungan Harian 09 - 14 Maret 2015

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 09 Maret 2015
AKU BERSYUKUR (Kolose 3:5-17)
Kita mungkin kerap berucap, “Puji Tuhan!” Namun, apakah kita melakukannya karena kebiasaan atau dengan penuh penghayatan? Ketika mengalami hal-hal yang tidak kita harapkan, kita cenderung menggerutu, panik, bimbang, bahkan marah, dan relatif sulit mengucap syukur. 
Mengucap syukur bisa sulit sebab mesti berawal dari perubahan perspektif atau cara pandang. Itulah sebabnya ayat 5 dst. bicara tentang “manusia baru”. Bila orang menjadi baru, banyak hal yang berubah di dalam dan melalui dirinya. Ada perubahan mental, nilai, penghayatan, bahkan perubahan hidup, sekalipun tubuh kita toh tetap sama. Ketika orang sudah menjadi baru, ketika ia sudah “cerah”,mudahlah ia mensyukuri segala sesuatu. Ya, hal yang dulu membuatnya menggerutu, kini dapat mendorongnya untuk bersyukur.
Paulus juga memesan agar umat Kolose mengucap syukur “dalam nama Tuhan”. Jadi, Tuhanlah yang menjadi dasar ucapan syukur kita. Ucapan syukur yang di luar kesadaran akan Tuhan, membuat kata-kata kita bak kosmetika, polesan bibir yang nampak indah namun tidak sejati. Ucapan syukur malah hanya akan menjadi topeng.
Untuk terhindar dari kekeliruan semacam ini, umat diingatkan bahwa mereka adalah orang-orang yang sudah dikuduskan. Kita dulu kotor, tapi kini menjadi bersih karena karya Allah. Jika kita selalu mengingat karya Allah yang sedemikian mengakar dan mendasar ini, mudahlah bagi kita untuk mengatakan bahwa “semua hal akan menjadi baik”, sembari mengungkapkan rasa syukur dengan penuh ketulusan.
UCAPAN SYUKUR MENGALIR DARI KESADARAN AKAN KEAGUNGAN KARYA DAN KARUNIA TUHAN

Sumber : http://www.renunganharian.net/2013/42-oktober/823-aku-bersyukur.html

Selasa, 10 Maret 2015
BUKAN SEKADAR KATA (Kolose 3:5-17)
Joyce Meyer, penulis dan pengkhotbah televisi, suatu saat bersama suaminya, Smith, mengunjungi restoran favorit mereka. Setelah memesan menu, seorang pelayan membawa baki berisi pesanan mereka. Tanpa disengaja baki itu tumpah dan isinya menimpa Smith yang saat itu mengenakan jas kesukaannya. 
Smith yang sial itu tersenyum sambil berkata, “Tidak apa-apa, semuanya baik-baik saja.” Joyce turut membantu dan membereskan makanan dan minuman yang berceceran di lantai dan di tubuh Smith sambil tetap bersikap ramah. Bukan hanya itu, mereka berdua menemui pemilik restoran, meminta agar ia tidak memecat pelayan yang baru saja bertindak ceroboh itu.
Melihat tanggapan Joyce dan suaminya, pelayan itu membungkuk untuk meminta maaf dan berkata, “Saya sungguh-sungguh minta maaf. Saya baru bekerja di sini. Saya gugup dan merasa seperti bermimpi ketika bertemu langsung dengan Ibu. Saya selalu mengikuti khotbah Ibu di televisi setiap hari.” 
Ya, kira-kira apa yang akan terjadi seandainya Joyce dan suaminya bersikap sebaliknya? Tak ayal semua khotbahnya yang didengar pelayan itu melalui televisi akan menjadi sia-sia. Dan, pelayan itu akan mengingat Joyce sebagai seorang pengkhotbah yang munafik. 
Kadang-kadang Allah menguji integritas dan bobot perkataan kita melalui peristiwa yang tidak disangka-sangka. Tanggapan kita terhadap peristiwa itu menunjukkan kualitas karakter kita yang sesungguhnya. Karena itu, hendaklah kita melakukan segala sesuatu dengan mata yang tertuju kepada Allah. Kiranya kita tidak terpeleset ke dalam sikap yang memalukan.
SIKAP DAN PERILAKU KITA ADALAH ILUSTRASI KHOTBAH YANG PALING EFEKTIF

Sumber : http://www.renunganharian.net/2013/37-mei/647-bukan-sekadar-kata.html

Rabu, 11 Maret 2015
AVODAH (Kolose 3:17-25)
Ada sebuah kata Ibrani yang menarik, yaitu avodah, yang secara literal berarti “bekerja”. Kata ini merujuk pada aktivitas seseorang dalam dunia bisnis, industri, pertanian, dan sebagainya. Menariknya, kata yang sama juga dipakai untuk aktivitas melayani dan mempersembahkan korban di Bait Allah. Di Alkitab, avodah diterjemahkan “bekerja” pada bagian tertentu dan “ibadah” pada bagian lainnya. Aktivitas di dunia kerja dan di Bait Allah bagi orang Ibrani merupakan tindakan dengan natur yang sama, yaitu penyembahan kepada Tuhan. Dengan kata lain, pekerjaan seseorang ialah suatu bentuk ibadah, bukan sekadar aktualisasi diri atau pelayanan bagi sesama.
Kebenaran yang sama juga digemakan dengan sangat kuat dalam kata-kata Paulus, “Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Di bagian ini Paulus sedang mengajar jemaat tentang bagaimana menjalani hidup baru (pasal 3) yang mewujudkan keutamaan Pribadi Kristus (pasal 1) dan kepenuhan di dalam Dia (pasal 2). Tiap orang percaya didorong untuk melakukan segala sesuatu dalam hidup berjemaat, suami-istri, orang tua-anak, tuan-hamba “dalam nama Tuhan Yesus”, demi dan bagi Kristus (ayat 17).
Apa pun yang sedang atau akan kita kerjakan hari ini, mari pikirkan bagaimana kita dapat melakukannya demi dan bagi Kristus. Perbedaan apa yang muncul dengan sikap hati yang baru tersebut? Pakailah setiap kesempatan hari ini untuk menjadikan segala aktivitas dan pertemuan Anda sebagai sebuah avodah (ibadah) yang besar kepada Tuhan.
PEKERJAAN DAN AKTIVITAS SEHARI-HARI ADALAH IBADAH YANG MESTI DIJALANI BAGI KRISTUS SEPENUH HATI

Sumber : http://www.renunganharian.net/2012/14-januari/138-avodah.html

Kamis, 12 Maret 2015
DALAM SEGALA HAL (1 Tesalonika 5:12-22)
Mudah untuk mengucap syukur saat keadaan baik, ketika kehidupan berjalan sesuai dengan harapan. Namun, bagaimana saat kita sedang dalam pergumulan, dalam penderitaan, atau ketika kita tidak mendapatkan apa yang kita harapkan? Adakah kita tetap bersyukur.
Firman Tuhan mendorong kita untuk mengucap syukur dalam segala hal. Mengapa? Karena itu adalah kehendak Allah. Berarti, hal itu sesuatu yang baik di mata-Nya, menyenangkan hati-Nya, dan mempermuliakan nama-Nya. Ucapan syukur dalam segala hal berfokus pada Allah. Seperti dikatakan Andrew Murray, “Ucapan syukur akan menarik hati kita kepada Allah dan menjaga kita melekat pada-Nya.”
Mengucap syukur dalam keadaan baik, saat berkelimpahan dan hidup berjalan lancar adalah pengakuan kita bahwa segala sesuatu bersumber dari-Nya, oleh karena itulah kita berterima kasih pada-Nya. Mengucap syukur dalam keadaan berat, kekurangan, di tengah pergumulan adalah wujud iman dan ketaatan kita pada-Nya. Iman bahwa segala sesuatu terjadi dengan seizin-Nya dan pada akhirnya akan mendatangkan kebaikan bagi kita, walau saat ini kita belum memahaminya. Iman pada kasih, kuasa, hikmat, dan kedaulatan-Nya meskipun sepertinya kita sedang tidak melihatnya. Itu juga wujud ketaatan kita menerima kehendak-Nya walaupun keadaan tidak seperti yang kita harapkan. Kita percaya bahwa kehendak-Nya pasti lebih baik daripada kehendak kita. Untuk itulah kita berterima kasih pada-Nya. Ketika kita mengucap syukur dalam segala hal, kita mempermuliakan Dia.
SEMAKIN KITA MENGENAL DAN MEMERCAYAI ALLAH, KITA AKAN SEMAKIN BISA MENGUCAP SYUKUR DALAM SEGALA HAL.

Sumber : http://www.renunganharian.net/2014/51-juni/1062-dalam-segala-hal.html

Jumat, 13 Maret 2015
TERSENYUM DI TENGAH SAMPAH (1 Tesalonika 5:16-18)
Cuaca panas, debu beterbangan ditiup angin, serta asap pembakaran sampah dan pembuatan arang di Smokey Mountain, tempat pembuangan sampah terbesar di Manila, Filipina, tidak menyurutkan kegembiraan mereka. Meskipun tubuh mereka kotor karena debu, senyum tetap mengembang menghiasi wajah-wajah lugu mereka. Sebuah pemandangan yang mengenaskan, sekaligus memperlihatkan masih adanya sukacita dan harapan di tengah kesusahan dan penderitaan 1.700 keluarga miskin kota yang tinggal di tempat pembuangan sampah. Sukacita yang berasal dari dalam diri, bukan karena keadaan sekitar.
Firman Tuhan menghendaki kita bersukacita selalu, tetap berdoa, dan bersyukur di dalam segala hal. Sukacita bukan karena keadaan sedang baik, tetapi karena kebaikan Kristus Yesus semata. Berdoa tak putus bagaikan menarik napas, bukan karena butuh tetapi karena kerinduan hati. Bersyukur senantiasa, bukan hanya pada saat berprestasi, tubuh sehat, atau bisnis lancar, melainkan karena Tuhan dan kasih-Nya yang luar biasa. 
Dapatkah kita menjadi seperti anak-anak, yang tetap tersenyum ceria meskipun dikelilingi sampah? Dapatkah kita tetap bersukacita, berdoa, dan bersyukur ketika keadaan tidak berlangsung seperti yang kita harapkan? Bukan berarti kita lalu pasrah dan berdiam diri menerima nasib, namun kita dapat menegakkan kepala dengan yakin bahwa dalam keadaan terburuk sekalipun, Allah tidak akan meninggalkan kita dan membiarkan kita seorang diri. Dialah pengharapan kita yang teguh.
BERSUKACITA, BERDOA, DAN BERSYUKUR DALAM SEGALA KEADAAN ADALAH KUNCI UNTUK HIDUP TANPA DIDIKTE OLEH KEADAAN

Sumber : http://www.renunganharian.net/2014/47-februari/932-tersenyum-di-tengah-sampah.html

Sabtu, 14 Maret 2015
HATI PENUH PUJIAN (1 Tesalonika 5:12-22)
Pada 1960, Dean Denler, suami Ruth Meyers (penulis 31 Days of Praise), dirawat karena kanker terminal. Saat itulah ia memutuskan untuk membuat kamar rumah sakitnya suatu tempat kediaman istimewa bagi Tuhan. “Aku akan memuji Tuhan sepanjang kekekalan,” katanya kepada Ruth, “tapi hanya selama waktuku yang singkat di bumi aku dapat membawa kesukaan bagi-Nya dengan memuji Dia di tengah kesakitan.” Ketika meninggal, teman dekatnya berkata, “Kamar Dean menjadi suatu tempat suci, ranjangnya sebuah mimbar; dan semua yang datang untuk menghiburnya diberkati.” Lagu pujian memang tidak menyembuhkan fisik Dean. Namun, orang dapat mencermati bagaimana pujian yang lahir dari hati penuh syukur mengubah cara pandangnya terhadap penyakit; dan membawa orang lain memuliakan Allah. 
Paulus juga berpesan agar jemaat di Tesalonika bersyukur dalam segala hal (ayat 18). Mengapa? Sebab itulah yang dikehendaki Tuhan. Ya, Anda tidak salah baca. Mengucap syukur dalam segala hal adalah kehendak Kristus. Sukacita dan syukur jemaat Tesalonika menjadi teladan bagi banyak orang, bukan karena segala sesuatu lancar bagi mereka (lihat 1 Tesalonika 1:6-9). Penindasan tidak menghalangi hati yang dipenuhi syukur melahirkan pujian bagi Tuhan. 
Dalam hal apa atau saat-saat seperti apakah Anda memuji Tuhan bersukacita dan bersyukur kepada-Nya? Apakah pujian Anda kepada Tuhan kerap dipengaruhi keadaan sekitar? Pujilah Tuhan, sebab itulah kehendak-Nya. Itu menyukakan hati-Nya, dan membawa orang lain memandang kemuliaan-Nya.
BERSYUKURLAH DALAM SEGALA HAL. TUNJUKKAN BETAPA TUHAN LAYAK DIPUJI DALAM SEGALA SITUASI.

Sumber : http://www.renunganharian.net/2012/18-mei/249-hati-penuh-pujian.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar