Renungan Harian 23 - 28 Februari 2015

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 23 Februari 2015
PRIVASI (Ibrani 4:1-16)
Saat membayangkan apa jadinya jika hak privasi tak pernah ada, tiba-tiba saya menjadi sangat malu. Pasti orang akan heran mengetahui film tidak pantas yang pernah saya tonton, percakapan rahasia saya untuk merusak nama baik orang lain, rencana-rencana busuk saya, atau pikiran-pikiran berdosa yang saya nikmati. Namun, kenapa saya tak pernah malu kepada Tuhan yang selalu tahu gerak-gerik, motivasi, pikiran, dan rancangan-rancangan yang paling tersembunyi sekalipun. Saya lebih takut nama baik saya tercemar dibandingkan takut pada kekudusan Tuhan.
Salah satu penyebab kurangnya rasa takut atau malu ketika berbuat dosa adalah adanya jaminan keselamatan bagi kita yang beriman kepada Kristus. Memang, kita pasti masuk ke tempat perhentian-Nya yang kekal (ayat 1,3). Namun, kita masih harus mempertanggungjawabkan hidup kita di hadapan-Nya. Itu sebabnya penulis kitab Ibrani meminta kita waspada (ayat 1) serta taat kepada-Nya (ayat 6,11). Kita harus memegang erat firman Allah untuk menjaga hidup kita tetap bersih (ayat 12). Sebaliknya, ketika kita menyadari dosa, kita mesti berani menghampiri takhta-Nya (ayat 16). Sebab, Kristus Imam Besar kita (ayat 14,15) yang mendamaikan kita dengan Allah.
Jadi, ada dua sikap yang tampaknya bertentangan, tetapi harus ada secara bersamaan dalam diri orang percaya. Pertama, sikap takut berbuat dosa; kedua, sikap berani menghampiri Tuhan Yang Mahakudus. Kita harus menyadari bahwa tak ada yang dapat kita sembunyikan dari pandangan-Nya. Di lain pihak, setiap kali kita berdosa, kita mesti punya keberanian untuk segera datang kepada-Nya, memohon pengampunan. 
Sumber: http://www.renunganharian.net/2012/21-juli/324-privasi.html
KEKUDUSAN TUHAN MEMBUAT KITA HIDUP HATI-HATI DI HADAPAN-NYA.
KASIH KARUNIA TUHAN MEMBUAT KITA BERANI MENGHAMPIRI-NYA.

Selasa, 24 Februari 2015
FAKTOR EMPATI (Ibrani 4:14-16)
Saya memimpin sekelompok murid SMA dalam perjalanan misi ke Jamaika pada musim panas tahun 2005. Kami hendak membuat taman bermain untuk anak-anak tunarungu di negara kepulauan yang indah tersebut.
Banyak dari murid kami pernah mengunjungi sekolah tersebut dan bermain dengan murid-murid di sana. Namun, ada salah seorang murid remaja kami yang memiliki hubungan istimewa dengan anak-anak Jamaika tersebut. Chelsea tumbuh di dunia yang sangat sunyi. Ia tunarungu sejak lahir. Ia tidak bisa mendengar suara apa pun sampai berumur 11 tahun, yaitu sampai ia menjalani cangkok jaringan rumah siput di bagian dalam telinganya. Kini, setelah bisa mendengar 30 persen suara yang ada di sekitarnya, Chelsea dapat lebih memahami orang-orang tuli daripada murid-murid kami yang lain. Ia memiliki rasa empati yang sejati.
Empati adalah emosi yang kuat. Empati membawa kita untuk ikut merasakan penderitaan sesama yang mengalami situasi yang sama dengan kita. Emosi tersebut dapat membuat kita memberikan perhatian lebih bagi sesama yang dapat kita ajak berbagi dalam kesusahan atau kesulitan.
Teladan sikap empati yang utama adalah Tuhan sendiri. Dia menjadi manusia seperti kita (Yohanes 1:14). Dia benar-benar menjadi seperti kita, hingga Dia memahami pergumulan dan kelemahan kita (Ibrani 4:15). Yesus tahu apa yang sedang kita hadapi sebab Dia sendiri menjalani beratnya hidup ini. Karena kita telah menerima kasih karunia-Nya saat kita menderita, maka kita dimampukan untuk mendampingi sesama 
Sumber: http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2006/10/16
TAK ADA PRIBADI YANG DAPAT MEMAHAMI KITA SEPERTI YESUS

Rabu, 25 Februari 2015
YESUS ANAK MANUSIA (Lukas 18:31:34)
Tahukah Anda sebutan favorit Yesus untuk diri-Nya sendiri? Anak Manusia! Sebutan ini diulang 29 kali dalam Injil Matius, 16 kali dalam Injil Markus, 25 kali dalam Injil Lukas, dan 12 kali dalam Injil Yohanes. Kalau sebutan Anak Allah diberikan oleh orang lain kepada-Nya, sebutan Anak Manusia hampir selalu diucapkan oleh Yesus sendiri.
Sebutan ini mengingatkan kita betapa Yesus benar-benar ikut merasakan apa yang dialami manusia. Dia lahir dari seorang perempuan muda, memiliki keluarga dan teman-teman, lengkap dengan berbagai dinamika dalam hubungan dengan mereka. Dia tahu rasanya lapar dan haus, Dia pernah marah, lelah, dan sedih. Dia membiarkan diri-Nya diperlakukan tidak adil, dijadikan bahan ejekan, direndahkan sedemikian rupa, bahkan diludahi! Allah yang datang dalam rupa manusia bukankah seharusnya disambut, dihormati, dilayani? Namun, Yesus memberi diri sesuai gambaran yang dinubuatkan oleh para nabi, seorang hamba yang menderita (lihat Yesaya 52-53). Dia menanggung apa yang tidak bisa ditanggung oleh manusia. Dia mengalami semua cobaan yang dialami manusia, hanya Dia tidak berbuat dosa (lihat Ibrani 4:15).
Memiliki seseorang yang bisa turut merasakan apa yang kita rasakan, betapa menguatkan! Bukankah itu yang dikomunikasikan Yesus dengan menyebut diri-Nya sebagai Anak Manusia? Dia sungguh mengerti apa yang saya dan Anda lalui setiap hari: penat, terluka, hendak menyerah? Pandanglah pada Yesus. Dia telah melalui perjalanan yang sama, dan mengakhirinya dengan penuh kemenangan. Dia menyediakan kekuatan yang dibutuhkan bagi tiap orang yang mau datang kepada-Nya, dan mengikut Dia.
Sumber : http://www.renunganharian.net/2012/31-desember/491-yesus-anak-manusia.html
YESUS SEBAGAI ANAK MANUSIA MEMBUAT KITA MENGERTI BAHWA ALLAH PEDULI DAN MEMAHAMI APA YANG KITA ALAMI.

Kamis, 26 Februari 2015
SIAPA MAU TOLONG (Yesaya 30:18-26)
Sebuah lirik lagu Ambon bertutur, “Siapa hendak tolong beta, beta ini susah’e.” Lirik ini bercerita tentang kesedihan dan kesusahan orang yang hidup di perantauan, jauh dari sumber-sumber pertolongan yang bisa didapat dan diandalkannya.
Pertolongan. Semua orang yang pernah berada dalam kondisi terdesak dan tanpa daya tahu persis betapa berartinya hal itu. Kitab Yesaya diawali dengan keluhan terhadap bangsa yang tidak setia, hukuman demi hukuman ditimpakan, penindasan diizinkan. Akan tetapi, Tuhan masih mau mendengar seruan mereka dan memperhatikan air mata mereka. Tuhan menanti-nantikan saat untuk menyatakan kasih-Nya bagi orang-orang yang menanti-nantikan-Nya (ayat 18). Tuhan bahkan bersegera untuk menjawab seruan umat-Nya. Ia menunjukkan jalan-Nya (ayat 21) dan memberkati mereka (ayat 23-26). Ada saatnya nanti Dia membalut luka umat-Nya dan menyembuhkan bekas pukulan. Dialah sumber pertolongan itu. Pertolongan Tuhan kian nyata bagi kita saat Dia hadir dalam tubuh insani, turut merasakan kelemahan-kelemahan kita (lihat Ibrani 4:15), dan menanggung dosa kita. Betapa bersyukur kita memiliki Tuhan yang demikian!
Sebagai orang-orang yang dipanggil untuk mencerminkan Tuhan di dunia ini, setiap kita yang telah merasakan pertolongan, anugerah, dan kasih-Nya, seharusnya juga menjadi perpanjangan tangan Tuhan untuk menolong sesama. Tiap hari di sekitar kita ada orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Kiranya kita tidak hanya puas menjadi penonton-penonton yang duduk manis, tetapi menyediakan diri dipakai menjadi saluran berkat, membawa mereka mengenal Tuhan, satu-satunya Penolong yang sejati.
Sumber : http://www.renunganharian.net/2012/21-juli/344-siapa-mau-tolong.html
TUHAN MENOLONG KITA AGAR KITA DAPAT MENOLONG SESAMA.

Jumat, 27 Februari 2015
JALAN  KETAATAN (Ibrani 4:14-5:10)
Kedua putra mendiang Lady Diana, Pangeran William dan Harry, telah beranjak dewasa. Beberapa tahun lalu mereka masuk ke sekolah militer dan dididik dengan cara militer yang keras serta disiplin. Seorang wartawan pernah bertanya, apakah kedua anak raja ini mendapat perlakuan khusus. Pihak sekolah menjawab tegas: Tidak! Keduanya diperlakukan sama seperti calon tentara lain supaya bisa merasa senasib sepenanggungan, juga agar mereka bisa belajar taat pada perintah. Jadi, status sebagai anak raja harus dilupakan di sekolah itu.
Yesus pun mendisiplinkan diri-Nya untuk belajar taat selama hidup di bumi. Sekalipun status-Nya "Anak Allah" (Ibrani 5:8) dan Bapa-Nya sanggup menyelamatkan-Nya dari maut (ayat 7), semua hak istimewa itu Dia lupakan. Dia menolak diperlakukan khusus. Bukannya menempuh jalan aman dan nyaman, Dia justru memilih jalan penderitaan, bahkan disalibkan. Meskipun hanya manusia terhina yang pernah menempuh jalan itu. Di jalan salib, Yesus mengalami begitu banyak rasa sakit, godaan, dan pencobaan. Namun, setelah misi-Nya menyelamatkan manusia tercapai, Dia sendiri bisa menjadi Imam Besar yang berempati. Dia mengerti pergumulan kita (Ibrani 4:15), karena Dia pernah mengalami segala derita yang kita alami.
Jalan penderitaan ternyata banyak gunanya. Melaluinya kita bisa belajar bersikap taat, menjadi lebih peka, dan mengerti pergumulan orang lain. Sebab itu, apabila kita harus menghadapi penderitaan, mari kita mohon kekuatan Allah untuk tidak menolaknya, menghindarinya, atau meminta perlakuan khusus. Imam Besar kita memerhatikan dan menemani kita untuk melaluinya
Sumber: http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2008/03/17
TIDAK SEORANG PUN DAPAT MENJADI HAMBA TUHAN TANPA MELALUI JALAN KETAATAN

Sabtu, 28 Februari 2015
SEBELAH ATAS TERBUKA (Ibrani 4:14-16)
Seorang pendeta sedang berkhotbah di hadapan banyak jemaat. Ia menandaskan bahwa menjadi orang percaya tidak berarti bebas dari persoalan. Pada kenyataannya, sebagian orang kristiani dikelilingi persoalan; persoalan di sebelah kanan, di sebelah kiri, depan, maupun belakang. Menanggapi hal itu, seorang pria yang telah melayani Tuhan selama bertahun-tahun berseru, "Terpujilah Allah, karena sebelah atas selalu terbuka!"
Rasa percaya kepada Allah yang dimiliki pria tersebut sangat sesuai dengan Ibrani 4. Karena Imam Besar kita, yaitu Yesus Sang Anak Allah, telah naik ke surga dan menjadi perantara bagi kita, maka kita memiliki landasan yang pasti untuk memercayai-Nya di tengah berbagai persoalan (ayat 14). Yesus dapat ikut merasakan kelemahan kita karena semasa hidup-Nya di dunia ini, Dia dicobai dalam segala hal sama seperti kita, tetapi Dia tidak berbuat dosa (ayat 15). Kita dapat menghampiri takhta-Nya yang disebut "takhta kasih karunia" (ayat 16).
Dalam kitab Ibrani, kita didorong untuk mengarahkan pandangan ke atas melalui berbagai ujian yang kita alami, dan dengan penuh keberanian menghampiri takhta itu oleh karena iman. Melalui doa yang rendah hati, kita akan menerima rahmat untuk mengatasi segala kegagalan kita, dan kasih karunia untuk mendapat pertolongan pada waktunya (ayat 16).
Apakah ujian dan cobaan hidup membuat Anda ragu? Apakah pencobaan menyatakan bahwa tidak ada jalan keluar bagi Anda? Tabahlah, dan tetaplah memandang ke atas karena sebelah atas selalu terbuka!
Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2004/02/18
UNTUK MEMPERBAIKI SUDUT PANDANG ANDA COBALAH MEMANDANG KE ATAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar