RENUNGAN SEPANJANG MINGGU
Senin, 09 Februari 2015
RANCANGAN KEBAIKAN TUHAN (Kejadian 50:15-21)
“Enak saja dia. Setelah membuat saya menderita, sekarang dia hidup nyaman dan bahagia. Masakan saya harus mengampuninya?” Itulah pola pikir yang otomatis muncul saat kita melihat orang yang pernah menyakiti kita menikmati hidup lebih baik. Akibatnya, kita makin sakit hati dan sulit pula mengampuni.
Yusuf menampilkan pola pikir yang berbeda. Bahkan kakak-kakaknya tidak menyangka Yusuf memiliki pola pikir yang sedemikian mulia. Tatkala kakak-kakaknya takut jika Yusuf membalas dendam atas kejahatan mereka, Yusuf justru telah mengampuni mereka. Perkataan Yusuf yang menghibur dan menguatkan memperlihatkan betapa lapangnya hati Yusuf. Ia sadar sepenuhnya akan niat jahat kakak-kakaknya. Namun, ia meletakkan semua pengalaman pahitnya dalam kerangka rancangan Allah yang baik. Keyakinan iman Yusuf akan pemeliharaan Allah terhadapnya, juga terhadap keluarga dan bangsanya nanti, membuat Yusuf melimpahkan kasih kepada kakak-kakaknya. Padahal kakak-kakaknya pernah melakukan perbuatan keji yang mendatangkan kesengsaraan pada Yusuf selama 13 tahun (bdk. Kejadian 37:2 dengan 41:46).
Apakah ada yang menyakiti hati Anda sedemikian dalam? Tentu sulit memaafkannya serta memulihkan diri dari kondisi terluka. Anda tidak dapat berjuang sendiri. Anda memerlukan Yesus. Renungkanlah kembali kasih Yesus bagi Anda dan hidup baru yang Anda terima dari Dia. Kasih dan anugerah-Nya melampaui perlakuan jahat yang telah menimpa Anda, sehingga Anda dimampukan untuk mengampuni.
ALLAH MENGUBAH PENDERITAAN AKIBAT LUKA HATI BERKEPANJANGANMENJADI SUKACITA DAN DAMAI SEJAHTERA MELALUI TINDAKAN PENGAMPUNAN
Selasa, 10 Februari 2015
MESIN WAKTU (Kejadian 50:15-21)
Salah satu teknologi fiksi ilmiah yang paling terkenal adalah mesin waktu. Dengannya, orang bermimpi bisa mengintip apa yang terjadi pada masa depan atau untuk mengubah peristiwa masa lalu yang kita sesali. Menariknya, secara teori fisika, mesin waktu bisa dibuat, khususnya untuk “pergi” ke masa depan. Namun demikian, untuk sekarang, kita harus bisa menerima fakta bahwa masa lalu tidak bisa diubah dan masa depan hanya bisa kita bayangkan.
Syukurlah, bahwa sebagai umat Allah, fakta ini tidaklah menakutkan karena karakter Allah yang terungkap dalam pernyataan Yusuf. Kisah Yusuf ini mengandung setidaknya dua aspek. Pertama, mendorong kita untuk tidak terjebak dalam penjara masa lalu. Apa pun kesalahan atau keburukan yang terjadi, bukan berarti hidup kita selamanya buruk. Bahkan kesalahan masa lalu dapat Allah pakai untuk mendatangkan kebaikan. Ini yang terjadi pada saudara-saudara Yusuf. Mereka memiliki masa lalu yang buruk ketika mereka menjual Yusuf. Tetapi, mereka mengakui kesalahan itu dan melangkah maju. Melaluinya, kehidupan mereka sekeluarga terpelihara di tengah kelaparan yang melanda.
Kedua, mendorong kita untuk tidak mendendam pada orang lain. Kita perlu percaya bahwa hal itu terjadi dalam kontrol Allah demi kebaikan kita. Ini yang dilakukan Yusuf. Ia tidak mau terpenjara dalam kemarahan dan kepahitan kepada saudara-saudaranya. Ia mengampuni mereka, membuka pintu rekonsiliasi. Maukah kita juga melepaskan masa lalu seperti mereka?
LEPASKAN MASA LALU, MELANGKAHLAH KE MASA DEPAN YANG GEMILANGRabu, 11 Februari 2015
ULAT JADI KUPU-KUPU (Kejadian 50:15-21)
Seorang kawan mengirimi saya SMS menggelitik, ”Aku meminta dari Tuhan setangkai bunga segar, Dia memberiku kaktus jelek dan berduri. Aku meminta kupu-kupu, Dia memberiku ulat. Aku kecewa dan sedih! Namun, beberapa hari kemudian, kaktus itu berbunga indah sekali dan ulat itu menjelma menjadi kupu-kupu yang amat cantik. Itulah jalan Tuhan: selalu indah pada waktu-Nya.”
Jalan Tuhan memang kerap kali sukar dipahami dengan pikiran manusia yang terbatas. Kisah Yusuf adalah contohnya. Sebagai anak kesayangan bapaknya, Yusuf kecil yang penuh percaya diri tentu tak pernah menduga akan dijual saudara-saudaranya sendiri (lihat Kejadian 37). Tiga belas tahun yang sulit dilalui, sebelum akhirnya Yusuf dipercaya sebagai wakil raja (lihat Kejadian 39-41). Ia mungkin bertanya-tanya mengapa Tuhan mengizinkan semua itu terjadi. Hanya setelah menyelamatkan bangsanya dari kelaparan, barulah ia paham bagaimana Tuhan berdaulat mendatangkan kebaikan melalui berbagai kesulitan yang ia alami (ayat 20). Bukan hanya itu, Yusuf pun dibentuk agar dapat menerima tanggung jawab yang besar dan mengasihi mereka yang dulu menyakitinya.
Mungkin Anda mengalami salah satu atau beberapa masalah seperti Yusuf. Anda tidak paham mengapa Tuhan memberikan “ulat” dan bukannya “kupu-kupu”. Ingatlah bagaimana Tuhan berkarya melalui hidup Yusuf, mendatangkan kebaikan yang jauh melampaui pikirannya. Setiap keadaan dapat dipakai Tuhan untuk mendatangkan kebaikan, bahkan bila orang lain semula berniat untuk menjahati kita. Maukah kita tetap percaya dan taat pada-Nya?
TUHAN MENGIZINKAN PROSES MENYAKITKAN DALAM KEPOMPONG UNTUK MEMBENTUK ULAT MENJADI KUPU-KUPU NAN ELOKKamis, 12 Februari 2015
PENGAMPUNAN YUSUF (Kejadian 50:15-21)
Perasaan marah dan kecewa bisa muncul dari mana saja dan dari siapa saja, tak terkecuali dari anggota keluarga kita. Suatu ketika, salah satu anggota keluarga mungkin menyakiti hati kita, baik orangtua maupun saudara. Pemicunya juga bisa berbagai macam, bahkan mungkin hanya persoalan sepele. Akibatnya, kita kerap kali geram hingga muncul rasa dendam. Perlu perjuangan ekstra untuk kembali memulihkan hubungan.
Yusuf mengalami persoalan berat; ia mengalami berbagai penderitaan akibat perbuatan saudara-saudaranya. Ia dikucilkan dan dibuang oleh saudara-saudaranya. Bahkan, mereka menginginkan kematiannya. “Bagaimana mungkin saudara kandung berbuat demikian,” barangkali begitu kata Yusuf dalam hati. Ya, wajar jika Yusuf secara manusia mengalami marah dan kecewa. Tak hanya menderita secara fisik, hatinya juga terluka sangat dalam.
Masa yang panjang telah memproses Yusuf, bagaimana ia mengalami akibat dari perbuatan saudara-saudaranya, berpisah dengan keluarga sekian lama, sampai akhirnya ia berjumpa kembali dengan ayahnya serta saudara-saudaranya. Dan, ia mampu memaafkan semua perbuatan saudara-saudaranya. Itu diawali ketika ia melihat saudara-saudara dan ayahnya menderita kelaparan dan datang ke Mesir. Belas kasih dan pengampunan dari Yusuf muncul melebihi rasa kecewa dan marah. Kesadaran bahwa Allah berdaulat penuh atas hidup kita menjadikan segala kekecewaan dan kekesalan akan mampu kita hapuskan.
APA HAKKU MEMBENCI, JIKA TUHAN SAJA MENGASIHI?Jumat, 13 Februari 2015
HANGATKAN HATINYA (Kejadian 50:15-21)
Orang yang merasa bersalah, biasanya juga takut. Pernahkah Anda dikejar-kejar oleh dua perasaan yang saling terkait ini? Sebuah tindakan jahat di masa lalu bisa terus tersimpan di ingatan pelakunya, kecuali si pelaku sudah berhati batu. Jika hati Anda lembut, rasa bersalah itu akan terus menghantui dan membuat hidup tidak tenang. Itulah yang terjadi pada saudara-saudara Yusuf.
Mereka sangat menyadari kesalahan mereka di masa lalu. Maka, ketika Yakub meninggal, mereka kembali dihinggapi ketakutan, bahwa Yusuf akan membalas kejahatan mereka dan tidak lagi bersikap baik kepada mereka. Maka, setelah tujuh belas tahun hidup bersama di Mesir, mereka kembali memohon pengampunan Yusuf atas kesalahan mereka di masa lalu.
Bahkan mereka menyatakan bersedia menjadi budak Yusuf. Bagaimana sikap Yusuf? Yusuf menunjukkan bahwa sikapnya tetap sama; baik semasa Yakub masih hidup maupun setelah Yakub tiada. Yusuf memang tak lupa pada kejahatan mereka dulu. Namun, Yusuf telah menemukan makna peristiwa masa lalu itu; yakni agar ia dapat memelihara hidup suatu bangsa yang besar (ayat 20). Jadi, ia melegakan hati saudara-saudaranya dengan berkata: ”Jangan takut”. Sikap, kata, refleksi, dan tindakan Yusuf menenangkan dan menghibur hati mereka.
Bagi Anda yang dirundung ketakutan karena rasa bersalah, sungguh menenangkan hati jika Anda segera menuntaskannya. Bagi Anda yang berada di posisi seperti Yusuf, janganlah menunda untuk melegakan hati orang yang datang kepada Anda dengan rasa takut dan sesal. Segera hangatkan hatinya dengan pengampunan dan harapan baru
CINTA DAN PENGAMPUNAN YANG SEJATI SANGGUP MENGHANGATKAN KEBEKUAN HATISabtu, 14 Februari 2015
MERAYAKAN KASIH? (1 Yohanes 4:7-21)
Asosiasi kartu ucapan AS memperkirakan satu miliar kartu Valentine dikirim tiap tahun di seluruh dunia. Hanya Natal yang menandinginya. Tahukah Anda bahwa 14 Februari sebenarnya sudah dihapus dari kalender gerejawi? Ini karena latar belakang sejarahnya sangat diragukan. Kemungkinan perayaan ini berkaitan dengan Lupercalia, festival kesuburan dengan ritual penghormatan dewa-dewi dan lotere pasangan lawan jenis. Identitas St. Valentinus yang namanya dipakai untuk perayaan ini juga kurang jelas. Pastur dari Roma, uskup dari Terni, atau martir di Afrika? 14 Februari adalah tanggal kematian mereka sebagai martir. Jauh dari konotasi cinta romantis.
Hiruk pikuk perayaan bisa jadi justru membuat kasih makin dangkal dimaknai. Padahal, kasih adalah hal yang esensial dalam iman kristiani. Firman Tuhan menyatakannya dengan ringkas dan gamblang: Allah adalah kasih; kasih berasal dari Allah (ayat 7-8). Jadi, bagi anak-anak Allah, kasih semestinya merupakan identitas keluarga. Dari bacaan Alkitab hari ini kita mendapati bahwa kasih diperintahkan, diteladankan, disempurnakan oleh Allah bagi kita (ayat 11, 17). Kasih dimungkinkan melalui pengalaman kita menerima kasih Allah (ayat 10, 19) dan ditumbuhkan melalui pengenalan kita akan Dia (ayat 16-18).
Kekristenan tanpa kasih adalah sebuah omong kosong. Hari ini, mintalah Tuhan menyelidiki hati kita: Bagaimana kasih saya kepada Allah? Kepada sesama? Dunia membutuhkan dan menantikan anak-anak Allah mencerminkan dan menceritakan tentang kasih-Nya yang mulia. Pertumbuhan kita dalam kasih merupakan tanda bahwa kita tinggal di dalam Allah.
SEBAB INILAH KASIH KEPADA ALLAH, YAITU BAHWA KITA MENURUTI PERINTAH-PERINTAH-NYA (1 Yohanes 5:3)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar