Renungan Harian 08-13 Desember 2014

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 08 Desember 2014
KERENDAHAN HATI (Filipi 2:1-11)
Ketika si ular tua membisikkan dusta ke telinga Hawa dan Hawa mendengarnya, saat itulah kerendahan hati dihancurkan oleh kesombongan. Kesombongan merasuki kehidupan Hawa dengan keinginan untuk menjadi setara dengan Allah mengetahui yang baik dan yang buruk. Akibatnya, hidup Hawa dan keturunannya rusak akibat dosa dan kutuk.
Sampai hari ini kesombongan itu masih merasuki kehidupan manusia. Entah disadari entah tidak, semua kehancuran di dunia ini berawal dari kutuk ini. Perang dan pertumpahan darah, penderitaan dan sifat egois, ambisi dan kecemburuan, patah hati dan kepahitan-berbagai bentuk kesengsaraan, mulai dari yang terjadi dalam hubungan antar pribadi sampai yang berskala internasional, berakar dari kesombongan. Dan, berbagai cara sudah dilakukan untuk mengatasinya, tetapi tidak berhasil juga. Begitu kuatnya kekuatan di balik kesombongan itu. 
Kesombongan hanya dapat dikalahkan dengan kerendahan hati. Dan, kerendahan hati itu terpancar dalam diri Anak Domba Allah, Dia yang telah merendahkan diri-Nya sebagai hamba, taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (ay. 8). Kerendahan hati Anak Domba Allah inilah yang menaklukkan kesombongan Iblis. 
Untuk mengalahkan kesombongan, kita tidak dapat mengandalkan kekuatan diri. Kita perlu menyambut Yesus yang rendah hati dan mengalami pembaruan-Nya. Hari demi hari tinggal di dalam kasih-Nya, dan biarlah kerendahan hati-Nya mengalir di dalam dan melalui kehidupan kita. Kita belajar mengikuti kehendak-Nya, bukan memaksakan kemauan kita.
KESOMBONGAN MENGANDALKAN KEKUATAN PRIBADI; KERENDAHAN HATI BERPAUT PADA ANUGERAH ILAHI

Selasa, 09 Desember 2014
VAKSIN TANPA PATEN (Filipi 2:1-11)
Pada 1916, sebanyak 27.000 orang lumpuh dan 9.000 orang meninggal karena wabah polio di New York. Pada 1952 Jonas Salk dan timnya melakukan penelitian untuk mengembangkan vaksin polio. Alhasil, pada 1955 vaksin polio yang dibuatnya diuji coba dan berhasil menurunkan jumlah penderita polio sampai 50 persen dua tahun kemudian. Penemuannya dirayakan sebagai kemenangan bagi seluruh Amerika Serikat. Banyak jiwa di seluruh dunia juga merasakan manfaat penemuan tersebut. Yang menarik, Salk tak pernah mematenkan vaksin temuannya sehingga vaksin dapat digunakan secara leluasa oleh siapa saja. Padahal, jika ia mematenkannya, tentulah tak terhitung keuntungan yang dapat diraupnya.
Kalau saja Jonas Salk mementingkan dirinya sendiri, tak terbayangkan berapa banyak lagi orang yang akan menjadi korban polio. Tetapi, hasratnya untuk menyelamatkan orang lain, yang diwujudkan dalam tindakannya yang tidak mementingkan diri sendiri, telah menjadi berkat bagi sekian banyak orang di seluruh dunia.
Sebagai orang percaya, kita juga diperingatkan agar tidak mementingkan diri sendiri. Sebaliknya, kita harus menjadikan orang lain lebih utama dari diri kita sendiri sebagai ciri Kekristenan yang sejati. Sebagaimana teladan Yesus yang tidak menganggap kesetaraan-Nya dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan merendahkan diri-Nya agar manusia diselamatkan dari kematian kekal. Oleh anugerah-Nya, kita juga dapat belajar untuk mengutamakan kepentingan orang lain.
TIDAK MEMENTINGKAN DIRI SENDIRI ADALAH SEBUAH KESEMPATAN UNTUK MENJADI BERKAT BAGI SEBANYAK MUNGKIN ORANG

Rabu, 10 Desember 2014
72 HARI (Rut 1:1-22, 2:10-12)
72 hari. Itulah umur pernikahan Kim Kardashian, selebriti Hollywood, dengan Kris Humphries, seorang pemain basket profesional Amerika Serikat. Menikah tanggal 20 Agustus 2011, mengajukan permohonan cerai tanggal 31 Oktober 2011. Menurut Barna Group tahun 2008, 33% orang Amerika Serikat yang mereka survei pernah bercerai, tren yang mencerminkan masalah yang melanda zaman ini: krisis kesetiaan. Krisis ini ditemukan bukan hanya dalam kehidupan pernikahan, tetapi juga dalam semua aspek kehidupan.
Alkitab jelas mengajarkan pentingnya kesetiaan. Kehidupan Rut mendemonstrasikan contoh yang indah dari prinsip ini. Sepeninggal suaminya, kita bisa mengerti kalau Rut memilih pergi dan mencari penghidupan yang lebih menjanjikan. Namun, Rut tidak melakukannya. Ia memilih berjanji setia sampai maut memisahkan kepada mertuanya, Naomi (ayat 17b). Padahal, Naomi tidak dapat menjamin kesejahteraan Rut (1:12-13). Tampaknya Rut memahami bahwa Tuhan berkenan pada kesetiaan (ayat 17). Kesetiaannya ini kelak membuatnya menuai kasih Boas (lihat pasal 2:10-12). Tuhan pun menghargai kesetiaan Rut dengan menjadikannya sebagai nenek Raja Daud, sekaligus nenek moyang Kristus (lihat Matius 1).
Kita yang hidup di zaman ini juga dipanggil Tuhan untuk menjadi orang-orang yang setia. Bukan hanya ketika segala sesuatu lancar dan senang, tetapi juga pada saat-saat yang tampaknya tidak menguntungkan. Biasanya, kita menjadi tidak setia ketika merasa bahwa kepentingan atau kenyamanan kita terganggu. Ketika kita meneladani Kristus yang mengutamakan kepentingan orang lain (Filipi 2), kesetiaan akan terasa lebih mudah.
SAMA SEPERTI TUHAN ADALAH TUHAN YANG SETIA, ORANG KRISTIANI PUN DIPANGGIL UNTUK MENJADI ORANG YANG SETIA.

Kamis, 11 Desember 2014
MENGAKHIRI DENGAN BAIK (Pengkhotbah 7:1-14)
Mana yang lebih mudah? Memulai sesuatu atau melanjutkan dan menyelesaikan sesuatu yang sudah dimulai? Tergantung tipe orangnya. Bagi orang praktis, apalagi kaya ide, memulai sesuatu hanya semudah ia berpikir atau berucap. Namun, bagi orang yang banyak berhitung, membayangkan dulu proses detailnya, memulai sesuatu adalah tantangan besar. Perlu energi besar untuk mengambil langkah pertama. Sementara bagi yang mudah memulai, energi lebih besar diperlukan untuk tetap bertekun dan tak cepat beralih memulai hal lain lagi. 
Perkataan Pengkhotbah dalam ayat pilihan hari ini menarik. Ia tidak cuma menunjukkan suatu perbandingan yang dihayatinya benar: “Akhir suatu hal lebih baik daripada awalnya”. Ia juga menyertakan kualifikasi pendukungnya: “Panjang sabar lebih baik daripada tinggi hati”. Untuk setia sampai akhir jelas dibutuhkan kesabaran yang panjang. Dan, kita perlu waspada agar tidak tergoda untuk berhenti dari sesuatu yang belum selesai karena tinggi hati. Karena takut ketahuan gagal, misalnya; atau bosan; atau tidak siap menjalani proses “perendahan” dan pemurnian karakter yang semakin berat dan sulit. 
Yesus telah memberi teladan agung saat Dia melapor kepada Bapa: “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku” (Yohanes 17:4). “Dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat” (Filipi 2:8). Apakah kita juga rindu memuliakan Tuhan dalam pekerjaan dan pelayanan kita? Mari tunaikan tugas yang dipercayakan kepada kita dengan tidak setengah hati dan juga tidak setengah jadi.
KITA DIPANGGIL TIDAK HANYA UNTUK MEMULAI SUATU PEKERJAAN BAIK, TETAPI JUGA UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRINYA DENGAN BAIK.

Jumat, 12 Desember 2014
MEREKA TAK MENGIZINKAN DIA MASUK (Yohanes 1:1-14)
Lebih dari 60 tahun yang lalu saya membaca puisi The Death of the Hired Man (Kematian si Orang Upahan). Namun saya masih mengingat beberapa baris puisi itu: "Rumah adalah tempat di mana, tatkala Anda ke sana, orang harus mengizinkan Anda masuk."
Kata-kata itu tertanam begitu dalam di ingatan saya, karena orangtua dan saudara-saudara saya menunjukkan kasih yang demikian kepada saya. Saya tahu bahwa keluarga saya akan menerima saya dengan hangat setiap kali saya pulang ke rumah.
Sangat berlawanan dengan apa yang saya alami, Yesus "datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya" (Yohanes 1:11). Dia ditolak oleh mereka yang seharusnya menerima-Nya.
Dialah yang menciptakan mereka (Yohanes 1:3), namun Dia rela meninggalkan kemuliaan surga untuk dilahirkan sebagai manusia. Dia datang kepada umat kepunyaan-Nya sebagai Juruselamat dan Raja. Dia menjangkau mereka supaya mereka dapat mengasihi Dia. Tetapi mereka berbalik daripada-Nya dan menyalibkan Dia.
Namun, itu bukanlah akhir dari segalanya. Bahkan kematian Yesus di kayu salib merupakan ungkapan kasih-Nya. Dia mati untuk membayar hukuman dosa kita, dan kebangkitan-Nya menjamin bahwa semua orang yang percaya kepada-Nya akan menang atas maut dan menikmati hidup yang kekal dalam hadirat-Nya.
Yesus masih terus mencari dan memanggil mereka yang mau menerima-Nya di dalam hati. Sudahkah Anda mengizinkan Dia masuk? 
YESUS MEMBERIKAN HIDUP-NYA BAGI KITA AGAR KITA DAPAT MENGIZINKAN DIA HIDUP DI DALAM KITA

Sabtu, 13 Desember 2014
INI UNTUK TUHAN! (2Korintus 9)
Penulis James Duff menceritakan sebuah pengalaman dari pendeta dan teolog Inggris bernama Andrew Fuller (1754-1815) tatkala mengumpulkan dana untuk misi di luar negeri. Salah seorang yang ia hubungi adalah sahabat lamanya. Ketika Andrew menceritakan tentang kebutuhan itu, sahabat lamanya itu berkata, "Baiklah Andrew, karena kamu yang meminta, saya beri 5 poundsterling."
"Tidak," kata Fuller, "Aku tak dapat menerima uangmu kalau itu hanya demi aku," dan ia mengembalikan uang itu.
Orang itu pun menangkap maksudnya. "Andrew, kamu benar. Aku akan beri 10 poundsterling, karena ini untuk Yesus Kristus."
Duff menyimpulkan, "Ingatlah, Tuhan tidak hanya melihat jumlah uang yang kita beri untuk menunjang pekerjaan Tuhan; tetapi juga motif di balik pemberian itu."
Motif yang benar sangat penting dalam pelayanan kristiani, baik berupa uang maupun talenta. Tuhan lebih memperhatikan alasan mengapa kita memberikannya, daripada jumlah yang kita berikan. Kita tidak boleh memberi demi menerima pujian orang lain, melainkan karena kita mengasihi Allah dan ingin melihat nama-Nya dipuji dan dimuliakan.
Rasul Paulus berkata,"Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita" (2Korintus 9:7).
Kapan pun kita memberi persembahan bagi pekerjaan Allah, hendaknya dengan jujur kita berkata, "Ini untuk Tuhan!"
ALLAH MELIHAT SI PEMBERI, BUKAN HANYA PEMBERIANNYA, HATINYA, BUKAN HANYA TANGANNYA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar