Renungan Harian 13 - 18 Oktober 2014

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 13 Oktober 2014
KETERATURAN DALAM IBADAH (1 Korintus 14:26-40)
Rasul Paulus menekankan kepada jemaat Korintus untuk memperhatikan ketertiban di dalam beribadah. Karena kala itu jemaat Korintus sedang menghadapi masalah-masalah khusus mengenai kekacauan dalam pertemuan jemaat (17-23). Kali ini ia lebih tegas mengatur ibadah berkaitan dengan penggunaan karunia roh yang kerap keliru di antara anggota jemaat. Mereka memakai karunia-karunia roh untuk menyenangkan diri dan kesombongan pribadi.
Semua karunia roh dan aktivitas dalam pertemuan jemaat harus dipergunakan untuk membangun (26). Orang yang dipenuhi Roh Kudus bisa mengontrol dirinya–bukan asyik sendiri. Ia lebih mementingkan orang lain, karena itulah hakikat kasih, sehingga pertemuan ibadah tidak kacau (40).
Paulus mengatur teknis dari pemanfaatan karunia dalam ibadah. Untuk penggunaan bahasa lidah, ia mengaturnya sehingga ada ketertiban dalam ibadah. Penggunaan bahasa lidah diperbolehkan dalam ibadah secara terbatas (dua atau tiga orang), dan harus ada orang yang mendapatkan karunia menafsirkannya. (27-28). Juga ia mengatur penggunaan karunia bernubuat. Demi ketertiban ibadah, nubuat harus disampaikan bergantian, sehingga yang lain bisa belajar dan bertumbuh dalam iman (30-31).
Paulus sama sekali tidak melarang seseorang memiliki dan menggunakan karunia roh yang ada padanya (39). Yang ia lakukan adalah mengaturnya agar tepat digunakan bagi kepentingan membangun jemaat Sebab tujuan karunia Roh ialah untuk membangun jemaat. Karena itu pemakaian karunia-karunia dalam pertemuan ibadah harus berlangsung secara teratur. Pertemuan jemaat harus dilangsungkan dengan sopan dan teratur dan dengan motivasi yang baik serta untuk kepuasan rohani bersama.
Kita dapat belajar dari apa yang rasul Paulus kemukakan, yaitu kita harus beribadah dengan sopan dan teratur di dalam gereja. 
BAIK ITU DENGAN LITURGI YANG TERTULIS ATAU PUN TIDAK. YANG PASTI IBADAH KITA HARUSLAH SOPAN DAN TERATUR SEBAGAI WUJUD PENGHORMATAN KITA PADA TUHAN.

Selasa, 14 Oktober 2014
TERTIB DAN SOPAN. (1Korintus 14:26-40)
Apa tujuan diadakannya aturan-aturan dalam hidup manusia? Ketertiban, keteraturan, kesopanan, dan seterusnya. Jelas bahwa aturan diadakan agar segala sesuatunya berjalan tertib dan teratur, tidak serampangan. Tetapi dalam kenyataannya kita sering menjumpai peristiwa-peristiwa yang "mengenaskan" yang terjadi karena aturan yang ada tidak diberlakukan semestinya. Misalnya, para wakil rakyat di MPR dan DPR yang bersikap brutal selama persidangan (seperti baku pukul). Dari contoh ini kita dapat menilai bahwa aturan diadakan untuk dilanggar!
Friksi yang terjadi di jemaat Korintus sudah tidak dapat disembunyikan. Karena persaingan itu dinyatakan secara terang- terangan dalam pertemuan ibadah jemaat. Semua kelompok ingin sekali menonjol dengan cara yang meremehkan serta mengganggu kelompok lainnya. Kelompok yang satu ingin mendominasi sementara kelompok yang lain juga tidak mau mengalah. Orang berbahasa roh tidak lagi memedulikan apakah orang lain mengerti atau tidak (ayat 27). Kelompok yang memiliki karunia bernubuat juga tidak bisa menahan diri. Semua ingin memperoleh kesempatan dan waktu yang sama untuk menyampaikan kehendak Tuhan (ayat 29-33). Ditambah lagi dengan kehadiran kelompok perempuan yang rupanya di masyarakat Yunani-Romawi tidak pernah mendapat peran, perhatian serta menjadi kelompok yang harus selalu bungkam. Mereka juga menuntut kesempatan untuk tampil di pertemuan jemaat (ayat 34,35).
Pertemuan jemaat yang mestinya berpusat kepada Allah, dan seharusnya orang hadir dengan sikap takzim, sekarang sudah berubah menjadi ajang manusia menampilkan diri. Bukan kesejahteraan dan berkat yang mereka terima tetapi sikap bermusuhan yang menyakitkan.
SIKAP BERIBADAH YANG TERTIB DAN SOPAN MENJADI SALAH SATU PETUNJUK BAHWA KITA SUNGGUH-SUNGGUH MENGHORMATI TUHAN KITA.

Rabu, 15 Oktober 2014
BERIBADAH (1Korintus 14:26-40)
Alangkah beda paparan Paulus tentang suasana ibadah seharusnya dengan kenyataan ibadah gereja masa kini. Apa bedanya? Unsur apa yang harus ada dalam ibadah? Bagaimana dampaknya bila Anda dan jemaat lain terlibat dalam ibadah seperti yang Paulus paparkan?
Ibadah dalam paparan Paulus menunjukkan dinamika tubuh Kristus. Tiap orang terlibat, tidak hanya menonton atau menerima pelayanan. Mengapa? Karena tiap orang memiliki sesuatu dari Roh Allah yang perlu ia bagikan demi keutuhan jemaat. Tiap orang bisa dipakai Allah untuk berkontribusi membangun iman jemaat. Baik yang secara resmi menjadi pejabat gereja seperti pengkhotbah (para nabi), pemandu pujian atau paduan suara, maupun yang bukan pejabat resmi, bisa berbagi fungsi pelayanan, bermacam karunia dari Roh, atau berbagi pengalaman hidup.
Bagaimana membuat paparan ini jadi kenyataan? Fokus ibadah bukanlah manusia, tetapi Allah. Allah bukan seperti sesembahan yang pasif tetapi Allah yang berdaulat dan berlimpah anugerah mengendalikan jalannya ibadah. Maka dinamisme sharing pelayanan dan kehidupan itu adalah manifestasi dari pemusatan ibadah kepada Allah dan dinamika-Nya.
Kita khawatir bahwa ibadah demikian akan kacau. Menyadari ini, Paulus mengingatkan bahwa selain kemerdekaan (ayat 2Kor 3:17), Roh juga menghasilkan ketertiban (ayat 33; 2Tim 1:7). Dalam konteks jemaat Korintus, Paulus memberi petunjuk supaya ketertiban terwujud. Pertama, "semua harus dipergunakan untuk membangun" (ayat 26b). Jadi bukan sembarang berkontribusi, tetapi harus melalui filter bahwa hal itu berdampak serasi maksud-maksud Roh Allah bagi jemaat. Itu sebabnya karunia berbahasa roh hanya boleh dipraktikkan bila ada yang menerjemahkan. Kedua, semua harus saling menghormati dan menahan diri. Ini kita kenal sebagai alur dalam liturgi. Satu per satu pemahaman kehidupan iman dalam anugerah bergulir dalam tata ibadah yang dinamis dan tertata indah. Terakhir, karena Allah adalah fokus ibadah, pewartaan firman menjadi penting dalam ibadah. 
IBADAH ADALAH PERJUMPAAN DAN INTERAKSI PENGUNGKAPAN ISI HATI ALLAH DAN RESPONS JEMAAT KEPADA-NYA!

Kamis, 16 Oktober 2014
GEREJA YANG DEWASA (1Korintus 14:20)
Semua orang Kristen, dari anggota sampai pemimpin gereja pasti mencita-citakan gereja yang dewasa. Masalahnya, seperti apakah gereja yang dewasa itu. Ada yang mendefinisikan secara kuantitatif, misal perkembangan jumlah anggota, penambahan aset, peningkatan ragam pelayanan, dlsb. Ada yang mendefinisikan secara kualitatif-rohani semisal moto populer, "Menjadi Jemaat yang Misioner."
Bahwa anjuran tentang kedewasaan rohani muncul dalam jemaat yang haus karunia rohani, mendorong kita menyimpulkan bahwa karunia rohani tidak menjamin kedewasaan jemaat. Terutama bila tujuan mengejar dan bagaimana mempraktikkannya tidak demi membangun keutuhan dan kedewasaan jemaat. Untuk menjawab pertanyaan definisi jemaat yang dewasa, sebaiknya mengacu ke Ef 4:13-16. Ada beberapa ciri yang Paulus ungkapkan: gereja yang dewasa mencapai tingkat pertumbuhan serasi kepenuhan Kristus. Maksudnya tak diombang-ambingkan macam-macam pengajaran, teguh dalam kebenaran, semua unsur pelayanan menyatupadu. Itulah ciri gereja dewasa.
1 Kor 14:20 adalah salah satu unsur dari yang ia paparkan dalam Efesus tadi. Jika kedua sumber kita gabungkan, kita beroleh aspek kedewasaan berikut: aspek relasional (komunal), doktrinal, moral, diakonia, dan aspek misi. Pertama, hubungan masing-masing jemaat dengan Tuhan bertumbuh terus makin intim dengan Kristus dalam kerangka hubungan kebersamaan mereka sebagai jemaat. Misalnya kehidupan doa, perenungan Alkitab, pewartaan firman, sangat solid. Kedua, jemaat dewasa mampu membedakan kebenaran dan kesalahan dalam ajaran. Ketiga, hal itu diwujudnyatakan dalam kehidupan keseharian. Jemaat dewasa akan makin kudus, dengan akibat makin menjauhi kompromi dengan kejahatan. Keempat, jemaat dewasa akan mempraktikkan kasih Kristus secara nyata dalam memperhatikan kebutuhan sosial. Pelayanan diakonia tidak saja terpusat ke dalam, tetapi juga ke luar gereja. 
Terakhir, gereja dewasa adalah gereja yang misioner, yaitu yang aktif mewartakan Injil Kerajaan Allah kepada dunia sekitar. Jika ingin gereja kita dewasa, kita harus menumbuhkan kelima unsur ini.
GEREJA YANG BENAR ADALAH GEREJA YANG DIPANGGIL UNTUK MEWARTAKAN KEBENARAN DAN KASIH ALLAH SERTA MEMULIAKAN DIA!

Jumat, 17 Oktober 2014
ANDALAH PEMAINNYA! (1 Korintus 14:20-28)
Saya tidak mendapat apa-apa, " kata seorang pemudi seusai ibadah. Ia merasa kecewa. Memang khotbah minggu itu terasa kering. Bahasanya tidak komunikatif. Sulit dimengerti. Pesannya tidak inspiratif. Membosankan. Maklum jika ia kecewa. Namun, ada satu kekeliruan di sini. Si pemudi menempatkan diri sebagai "penonton" saja. Ia beribadah seolah-olah hanya untuk mendengarkan khotbah yang memikat. Padahal sesungguhnya ada yang lebih penting. Beribadah berarti memberi. Mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan.
   Rasul Paulus meminta orang kristiani mempersembahkan sesuatu ketika beribadah. Bukan hanya uang yang kita bawa, melainkan seluruh talenta kita. Saat menyanyi, persembahkan suara terbaik Anda agar nyanyian jemaat terdengar menggugah. Saat berdoa, naikkanlah doa Anda dengan sepenuh hati agar Tuhan berkenan. Saat menjalankan liturgi ibadah, lakukanlah setiap hal dengan sungguh-sungguh agar tidak terjebak dalam ritualisme. Semua persembahan harus ditujukan untuk membangun jemaat, bukan kepentingan pribadi. Agar dengan setiap persembahan yang diberikan tiap-tiap pribadi, maka semua yang hadir pun diberkati.
   Selama ini, ketika beribadah, bagaimanakah Anda menempatkan diri? Sebagai penonton atau pemain? Penonton hanya minta dihibur dan dilayani. Sebaliknya, pemain memberi dan melayani. Betapa indahnya jika setiap orang datang beribadah sebagai pemain. Saat setiap orang mau berpartisipasi aktif, dan memberi yang terbaik, maka ibadah akan menjadi hidup. Kuasa Tuhan tampak nyata. Anda tak akan pulang dengan sia-sia. (JTI)
ANDA ADALAH PEMAIN DALAM KEBAKTIAN. COBALAH BERMAIN DENGAN CANTIK BAGI TUHAN

Sabtu, 18 Oktober 2014
TAK PERLU DIPIKIR? (Efesus 4:11-16)
Pernah lihat kaki seribu? Bayang-kan kalau hewan berkaki banyak ini berjalan sambil sibuk mengamati kakinya satu demi satu, berusaha mempelajari mekanisme langkahnya. Jalannya bakal kacau. Daripada kacau, bukankah sebaiknya ia tak usah berpikir? Serupa dengan itu, banyak orang merasa iman tak perlu banyak dipikir. Makin sederhana, makin baik. Mempelajari teologi mengancam kesederhanaan iman. Bukankah kita dinasihatkan untuk menjadi seperti anak-anak (childlike)? Pemahaman pengajaran adalah bagian para "hamba Tuhan" dan "teolog". Jemaat "awam" cukup belajar mengenai kerohanian yang praktis.
Kontras dengan itu, Alkitab menggambarkan bahwa pertumbuhan menuju kedewasaan yang menyeluruh (ayat 15) juga meliputi menjadi dewasa dalam "iman dan pengetahuan yang benar" akan Tuhan. Artinya, kita justru harus dengan sengaja memikirkan dan bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan (ayat 13, lihat juga  2 Petrus 3:18). Inilah sebenarnya arti kata teologi (teos=Tuhan+logos=pengetahuan, pemahaman). Orang dengan pemahaman yang benar akan Tuhan tidak akan mudah "diombang-ambingkan" (ayat 14). Menjadi seperti anak-anak dalam iman bukan berarti menjadi childish atau kekanak-kanakan (1 Korintus 14:20).
Seberapa banyak aspek pertumbuhan ini kita perhatikan? Kita tak mungkin mencintai, melayani, dan menyembah Pribadi yang tak kita kenal atau yang kita kenal secara samar. Mari di tahun ini, kita berusaha belajar mengenal akan Allah dalam kebenaran dan menggunakan sarana yang ada; yaitu pemahaman Alkitab untuk menolong kita makin dewasa dalam pengenalan akan Tuhan.
KASIHILAH TUHAN DENGAN SEGENAP AKAL BUDIMU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar