Renungan Harian 11 - 16 Agustus 2014

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 11 Agustus 2014
WASPADA DALAM PERGAULAN (1Korintus 10:1-11:1)
Hal yang berharga bagi kehidupan bisa juga mengandung bahaya yang besar. Pisau kecil meski cukup untuk melukai, tetapi tidak sebahaya belati atau kapak. Demikian halnya dengan pergaulan. Pergaulan adalah salah satu karunia mulia untuk hidup manusia. Pergaulan membuat kita mengenal diri, bertumbuh dalam relasi, mengembangkan berbagai fungsi sosial, dan aspek kemanusiaan lainnya. Namun selain merusak diri sendiri, pergaulan yang buruk dapat menyebarkan infeksi kejahatan lebih jauh lagi dalam masyarakat.
Kota Korintus, tempat orang Kristen penerima surat ini tinggal, merupakan kota metropolitan yang terkenal dengan gaya hidup yang bebas. Selain godaan kemakmuran (materialitis), berhala dan percabulan juga luar biasa dahsyatnya di sana. Beberapa dari orang Kristen di Korintus sudah terjerat oleh gaya hidup cemar yang melawan kekudusan Tuhan, rupanya karena tidak berhati-hati dalam pergaulan. Maka Paulus mengingatkan jemaat Tuhan agar belajar dari kegagalan umat Israel zaman Keluaran. Waktu itu semua sudah mengalami karya penyelamatan Allah melalui kepemimpinan Musa. Mereka telah menyeberangi batas dan sudah siap memasuki tanah perjanjian; mereka menerima pimpinan Allah, dipelihara Allah melalui manna dari surga, dan banyak lagi berkat Ilahi lain. Namun tidak satu pun dari mereka yang akhirnya diizinkan masuk tanah perjanjian. Berbagai sifat jahat membuat mereka didiskualifikasi Allah!
Kita semua sedang melintasi dunia menuju surga mulia. Dalam dunia ini kita harus bergaul, sebab itu merupakan hakikat sosial kita, juga merupakan panggilan misi. Untuk menjaga kekudusan, jalan paling mudah adalah langsung masuk surga, alias mati secepatnya. Namun Allah menjadikan padang gurun kehidupan dunia bagai sekolah untuk memurnikan kita. Melaluinya kita mengalami penyertaan dan kuasa Allah yang memelihara serta menguduskan. Maka pergaulan dengan orang dunia adalah suatu keharusan. Orang Kristen harus belajar bergaul dengan memancarkan terang Allah sehingga pergaulan itu bukan merusak diri, tetapi membawa kemungkinan terjadinya dampak anugerah kepada yang belum mengalami.
BERSINARLAH DITENGAH KEGELAPAN, JADILAH GARAM DITENGAH DUNIA !

Selasa, 12 Agustus 2014
SATU ATAU DUA TUAN? (1Korintus 10:14-22)
Penyembahan berhala menjadi ekspresi utama dari agama di Korintus. Ada beberapa kuil di kota tersebut yang sangat terkenal. Orang-orang yang terlibat dalam penyembahan itu percaya bahwa dewa-dewa yang mereka sembah mampu memberikan cuaca yang baik, panen berlimpah dan anak. Kegiatan penyembahan berhala seperti ini wajar jika dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengenal Kristus. Penyembahan berhala menjadi tidak wajar jika dilakukan oleh orang-orang yang percaya kepada Kristus.
Paulus mengajak jemaat Tuhan untuk menyikapi masalah ini dengan serius. Sejak pertama kali Allah yang hidup itu memberikan sepuluh hukum kepada umat Israel, Allah melarang umat menyembah allah lain (Kel 20:3). Allah yang hidup dan konsisten pada perintah-Nya itu telah berinkarnasi dalam diri Yesus Kristus. Melalui Dialah umat masa kini bergantung, dan berserah penuh.
Sebagai orang-orang Kristen masa kini, kita tidak hanya percaya kepada Yesus Kristus, tetapi kita hidup di dalam Kristus; kita satu dengan Kristus. Hal ini mengingatkan bahwa tidak mungkin kita yang sudah menyembah, hidup dan satu dalam Kristus, mempersilakan allah lain menggerecoki kesatuan yang harmonis ini!
Penyembahan berhala harus disikapi dengan serius. Sebab kegiatan ini masih terus terjadi di kalangan orang-orang percaya. Hanya saja tampil dalam bentuk yang berbeda-beda. Berhala-berhala itu dikemas dalam situasi modern, dan membaur dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Bahkan seringkali berhala-berhala tersebut dikemas dalam simbol-simbol kekuasaan, kesenangan, kemewahan yang kita junjung tinggi. Sekarang tinggal bagaimana kita menyikapi hal-hal tersebut.
Sudahkah kita menjadikan Kristus sebagai satu-satunya Tuan dalam seluruh hidup kita?

Rabu, 13 Agustus 2014
JANGAN MENDUA HATI (1 Korintus 10:14-11:1)
Bagaimana perasaan kita ketika orang yang sangat kita cintai tiba-tiba berselingkuh? Pasti perasaan sakit hati, cemburu, marah, kecewa, dsb., bercampur aduk dalam hidup kita. Lalu, bagaimana perasaan Tuhan ketika kita menduakan diri-Nya? Dalam teks ini, Paulus menegaskan bahwa Tuhan marah dan cemburu (22). Karena sejak awal Dia tidak ingin ada allah lain dalam hidup kita (bdk. Kel 20:3).
Di satu sisi, jemaat Korintus percaya kepada Kristus. Di sisi lain lingkungan yang penuh penyembahan berhala menyebabkan situasi yang sulit. Dengan tegas Paulus menasihati jemaat Korintus untuk menjauhi penyembahan berhala (14). Jemaat Korintus sudah disatukan kepada Kristus melalui perjamuan kudus sebagai lambang penebusan Kristus (16-17). Mereka tidak perlu lagi mengikuti perjamuan para penyembah berhala. Mereka dapat belajar dari nenek moyang Israel yang mendua hati dengan menyembah Allah sekaligus berhala, yang mengakibatkan Allah murka dan menghukum mereka (18-22).
Jika demikian, apakah orang yang percaya kepada Kristus boleh menikmati makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala? Jawaban Paulus bersifat dialektis. Jikalau makanan tersebut benar-benar sebagai alat untuk penyembahan berhala, maka Paulus melarang keras untuk menikmatinya karena sama saja dengan mengakui keberadaan roh jahat di balik berhala (19-20; 28-29a)). Akan tetapi, jikalau makanan tersebut tidak berkaitan dengan penyembahan berhala maka dapat dimakan untuk kebutuhan jasmani (25-27). Prinsip ini yang Paulus gunakan dalam menghadapi 'dilema' seperti itu: pertama, selalu menguji hati nurani agar tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain (29, 32); kedua, mengucap syukur kepada Tuhan (30); ketiga, semuanya dipergunakan hanya untuk kemuliaan Tuhan (31). Paulus kemudian mengajak mereka melihat dirinya sebagai teladan sebagaimana ia sendiri meneladani Kristus (10:33-11:1). 
INGATLAH! ujung dari semua perbuatan kita haruslah demi kemuliaan Tuhan dan demi kebaikan orang lain.

Kamis, 14 Agustus 2014
PERJAMUAN TANPA KEAKRABAN (Lukas 24:27-35)
Dua orang anggota majelis gereja bertengkar dalam rapat. Benih permusuhan muncul. Ketua majelis prihatin. Seminggu kemudian keduanya diundang makan malam di rumahnya. Suasana santai tercipta saat makan bersama. Masing-masing bisa mencurahkan isi hati. Perjamuan itu menghasilkan keterbukaan. Keduanya jadi saling memahami dan mengampuni. Ternyata "diplomasi makan bersama" sangat ampuh untuk mengakrabkan. Di meja makan, yang satu bisa memandang yang lain sebagai saudara, bukan hanya sebagai pejabat gereja.
Sesudah Yesus bangkit, Dia menemui dua murid-Nya di jalan menuju Emaus, namun Dia malah dianggap "orang asing" (ayat 18). Untuk memperkenalkan diri-Nya, Yesus mula-mula menjelaskan Kitab Suci, sehingga hati kedua murid itu berkobar-kobar (ayat 32). Kemudian, Dia mengadakan Per-jamuan Kudus! "Ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka." Sama seperti yang Dia buat pada perjamuan terakhir (bandingkan dengan Lukas 22:19). Hasilnya? Perjamuan itu mengakrabkan. Dalam suasana makan bersama, muncul pengenalan pribadi. Mata kedua murid pun terbuka dan mereka mengenal Dia (ayat 31).
Perjamuan Kudus adalah peristiwa luar biasa. Bayangkan, Raja Semesta mau mengundang orang berdosa seperti kita, untuk makan semeja dengan-Nya. Yang jauh menjadi dekat. Dalam perjamuan, roti dan air anggur-lambang tubuh dan darah-Nya-menyatu di tubuh kita. Betapa akrabnya kita dengan Dia! Maka, sambutlah setiap Perjamuan Kudus sebagai momen untuk menjalin keakraban dengan Tuhan, bukan sekadar kebiasaan. (JTI)
BISA IKUT DALAM PERJAMUAN ADALAH SEBUAH KEHORMATAN JANGAN MENGANGGAPNYA SEKEDAR RITUAL KEAGAMAAN

Jumat, 15 Agustus 2014
SATU TUBUH (Efesus 4:25-5:1)
Perseteruan muncul sejak manusia ada di dunia ini dan mewabah begitu hebat. Sama seperti penyakit flu, saat perseteruan timbul maka hal itu akan menjangkiti orang lain. Sungguh menakutkan bila kita menyadari betapa mudahnya perseteruan itu muncul, betapa lamanya perseteruan itu berlangsung, dan betapa mengerikan akibat yang dapat ditimbulkannya. Pada akhir tahun 1800-an, dua keluarga dari Kentucky dan West Virginia, berseteru selama hampir 20 tahun dan menewaskan 12 orang.
Tidak semua perseteruan tampak sejelas itu. Perseteruan dapat berbentuk ejekan ringan. Namun sekali dimulai, perseteruan secara perlahan dapat merusak dan menghancurkan keluarga, gereja, serta hubungan yang telah berlangsung seumur hidup.
Paulus tahu benar akibat-akibat mematikan dari perseteruan dalam sebuah persekutuan. Itu sebabnya ia mengingatkan jemaat di Efesus: "Kita adalah sesama anggota" (Efesus 4:25).
Apakah Anda marah, benci, atau enggan berbicara dengan rekan kristiani? Apakah kemarahan membuat Anda bermusuhan dengan teman dekat Anda? Dengarlah apa yang dikatakan Paulus: "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra, dan saling mengampuni sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu" (Efesus 4:31,32).
Hari ini, lakukanlah segala sesuatu dengan pertolongan Allah. Bangunlah "jembatan" yang menghubungkan kita dengan orang lain, bukannya "tembok" pemisah. (HWR)
KESATUAN KITA DENGAN KRISTUS MERUPAKAN DASAR KESATUAN KITA DENGAN SESAMA

Sabtu, 16 Agustus 2014
SERTAI AKU TUHAN! (Roma 8:35-39)
Kadangkala penderitaan terasa begitu hebat sehingga kita merasa tak sanggup lagi menanggungnya. Pada saat-saat seperti ini, Yesus meyakinkan kita akan kehadiran-Nya dan memeliharakan kita, walaupun karena berbagai alasan yang tidak kita mengerti, kesusahan itu tak kunjung berakhir.
Dr. Diane Komp, seorang spesialis kanker pada anak-anak di Universitas Yale, seringkali harus melakukan prosedur pengobatan yang sangat menyakitkan bagi anak-anak. Ia bercerita tentang seorang asisten perawat yang luar biasa bernama JoAnn, yang mencerminkan kasih Allah. Selama pengobatan berlangsung, JoAnn masuk dan memeluk anak yang sedang dirawat. Lalu JoAnn berkata bahwa ia akan menemani anak itu. Pelukannya, kata-katanya yang penuh kasih serta penghiburannya telah menolong banyak anak dalam melewati saat-saat yang sulit itu.
Itulah sekilas gambaran tentang apa yang Yesus lakukan bagi orang yang mempercayai-Nya ketika dalam penderitaan. Dia mendekap kita dan berkata bahwa Dia akan menyertai dalam penderitaan kita, karena tak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan kita dari kasih-Nya (Roma 8:39).
Betapa sering kita berseru agar dilepaskan dari penderitaan tetapi kelepasan itu tak kunjung datang. Penderitaan itu tetap ada, tetapi kita juga tetap dapat merasakan kehadiran Allah. Dan, bila kita merenung sejenak, kita akan melihat bagaimana Allah menyertai, memelihara, dan memenuhi setiap kebutuhan kita yang terdalam.
Sesulit apa pun situasi yang Anda hadapi hari ini, ingatlah bahwa Yesus menyertai Anda. (DJD)
KITA DAPAT MELALUI SEGALA SESUATU JIKA KITA TAHU BAHWA YESUS BESERTA KITA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar