Renungan Harian 21 - 25 Juli 2014

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 21 Juli 2014
SEBUAH PENGANTAR TERHADAP 1 KORINTUS 9:1-14
1 KORINTUS 9:1-3 (BAGIAN KEDUA) 
Renungan pada hari sebelumnya merumuskan dasar bagi kita untuk melihat perikop ini secara keseluruhan, yaitu: keniscayaan dari hak Paulus sebagai seorang rasul dan kesukarelaan Paulus untuk menanggalkan hak tersebut, membawa sebuah tekanan bagi jemaat di Korintus untuk bisa mengikuti apa yang dilakukan oleh Paulus. Hal yang perlu kita lebih perhatikan pada renungan hari ini adalah, pembahasan terhadap ayat kedua dan ketiga. Dari ayat kedua dan ketiga, sepertinya Paulus sedang melakukan sebuah pembelaan terhadap suatu kalangan yang sedang membantah Paulus. Beberapa penafsiran memang merujuk pada kemungkinan tersebut. Tetapi, apa yang akan kita terapkan dalam pembacaan 1 Korintus 9:1-14, adalah sesuatu yang berbeda.
Pada ayat kedua, Paulus sepertinya menunjukkan ada pihak lain yang sedang membantah dirinya. Meski begitu, sesuatu yang perlu kita perhatikan adalah pernyataan hipotetis (hypothetical) pada ayat kedua. Paulus mengatakan: sekalipun/meskipun/walaupun bagi orang lain aku bukanlah rasul, tetapi bagi kamu aku adalah rasul. Pernyataan ini disusun dalam bentuk hipotetis dengan penekanan pada kondisi: Paulus adalah rasul bagi mereka. Paulus tidak sedang menyatakan bahwa ada beberapa orang yang mengatakan bahwa ia bukanlah rasul. Tetapi, lebih kepada, bahwa ia adalah rasul bagi jemaat di Korintus. Kata “orang lain” hendaknya mengacu pada mereka yang belum berada di dalam Kristus, dan menganggap bahwa Paulus bukanlah rasul. 
Sementara itu, pada ayat ketiga, Paulus mengatakan bahwa ia melakukan pembelaan (apologia) pada mereka yang mengeritik dirinya. Ayat ini perlu dilihat sebagai sebuah “prokatalepsis”: sebuah antisipasi (anticipatio) terhadap keberatan yang mungkin diberikan kepadanya. Inilah keunikan dari tulisan-tulisan yang tertera pada surat-surat dari Paulus. Penulisan diberikan dengan argumentatif, berujung pada sebuah kesimpulan logis yang tak terelakkan: jemaat di Korintus perlu mengikuti teladan Paulus, yaitu teladan untuk menanggalkan haknya.
Jadi, melalui pengantar ini, Paulus telah melakukan pembelaan antisipatif-nya terhadap statusnya sebagai seorang rasul. Hal ini membuka jalan bagi argumentasi sebelumnya dari Paulus untuk mengajak jemaat di Korintus untuk mengikuti teladannya. (KSS)

Selasa, 22 Juli 2014
SEBUAH PENGANTAR TERHADAP 1 KORINTUS 9:1-14
1 KORINTUS 9:4-6 (BAGIAN KETIGA) 
Pada ayat 4-6, kembali Paulus melanjutkan isu mengenai hak yang dimiliki oleh seorang rasul. Pertanyaan retorik kembali diajukan pada ayat keempat. Ada tiga hal yang akan kita renungkan pada hari ini, berlandaskan pada pembahasaan ayat 4, 5, dan 6. 
Ayat 4: terjemahan Indonesia, menuliskan, “Tidakkah kami mempunyai hak untuk makan dan minum?”. Terjemahan dari bahasa asli, kira-kira dapat dibahasakan sebagai berikut: tentu saja yang menjadi kasusnya bukanlah bahwa kami tidak memiliki hak untuk makan dan minum. Dengan menyatakan pernyataan seperti di atas, maka Paulus hendak menunjukkan haknya sebagai seorang rasul untuk didukung berkenaan dengan makan dan minum.
Ayat 5: ayat lima berkaitan dengan hak dari seorang rasul untuk menikah. Ayat lima tidak sedang menegaskan akan keniscayaan dari seorang rasul untuk menikah. Tetapi, apa yang hendak dikatakan oleh Paulus adalah, setiap rasul memiliki hak untuk menikah. Dan, jikalau mereka menikah, mereka juga berhak untuk mendapat dukungan finansial. Maka, dalam hal ini, ketika seorang rasul menikah, tidak hanya rasul tersebut saja yang mendapat hak untuk didukung secara finansial, tetapi juga istri dari rasul tersebut.
Ayat 6: pada ayat keenam, Paulus mengacu pada Barnabas. Dalam tradisi, Barnabas dan Paulus diketahui sebagai model dari penginjil yang membiayai sendiri biaya perjalanan pastoral mereka. Mereka berdua memilih untuk mencari biaya sendiri dengan bekerja, dibandingkan menerima dukungan finansial dari jemaat yang mereka layani. Referensi terhadap Barnabas dapat dilihat dari Kisah Para Rasul 4:36-37. Barnabas menggunakan uang dari penghasilannya sendiri untuk mendukung gereja. Dan referensi dari Paulus terhadap Barnabas, menunjukkan bahwa ketika mereka berdua melakukan pelayanan, mereka tidak mempergunakan hak mereka untuk didukung secara finansial.
Tiga hal yang dirujuk oleh Paulus di sini, kembali memperkuat argumentasi dasar Paulus: ia yang adalah seorang rasul, memiliki keniscayaan hak sebagai seorang rasul untuk didukung. Tetapi, ia secara sukarela menanggalkan hak tersebut. Dan memilih, untuk bekerja di dalam mendukung dirinya sendiri. Teladanilah Paulus! (KSS)

Rabu, 23 Juli 2014
SEBUAH PENGANTAR TERHADAP 1 KORINTUS 9:1-14
1 KORINTUS 9:7 (BAGIAN KEEMPAT) 
Dalam renungan hari ini, kita perlu melihat tiga analogi yang diberikan oleh Paulus. Analogi ini kembali menunjukkan, adanya sebuah kekuatan/keniscayaan hak dari seorang rasul-yang dimana, hak tersebut ditanggalkan oleh Paulus. Ketiga analogi tersebut, harus dilihat sebagai berikut: apa yang berlaku dalam ketiga area aktivitas dalam analogi tersebut, berlaku juga untuk Barnabas dan Paulus. Tiga analogi tersebut adalah:
  • Seorang prajurit yang turut peperangan. Penerjemahan dalam bahasa Indonesia dan beberapa terjemahan asing menuliskan bahwa seorang prajurit yang ikut peperangan atas biayanya sendiri. Frasa “biaya” merujuk pada kata Yunani “opsonion”, yang sebenarnya, lebih tepat diterjemahkan dengan: makanan dan kebutuhan hidup. Dengan demikian, retorika pertama yang diberikan Paulus pada ayat 7 hendak mengatakan: tidak ada satu prajurit pun yang tidak didukung dalam hal kebutuhan untuk hidupnya ketika berperang. Mereka yang berperang, tidak pernah menyediakan kebutuhan hidupnya sendiri. Mereka didukung dalam hal makanan dan kebutuhan hidupnya. Karena itu, analogi ini berujung pada: Paulus pun, seharusnya memiliki hak itu.
  • Pekerja kebun anggur. Terjemahan bahasa Indonesia mengatakan: tidak memakan buahnya. Penerjemahan yang lebih tepat sesuai dengan konteks kebun anggur adalah: siapakah yang menanami kebun anggur dan tidak memakan satupun dari hasil kebun anggurnya? Tentu saja, pekerja kebun anggur tidak mungkin memakan semua hasil kebun anggurnya. Tetapi, tentu dia, bisa memilih untuk memakan apa yang ingin ia makan.
  • Gembala domba. Sama seperti kedua analogi di atas. Gembala yang memiliki domba tersebut, seharusnya menikmati hasil dari domba tersebut. Dalam hal ini, berkaitan dengan susu dari domba tersebut.

Ketiga analogi tersebut, baik prajurit, kebun anggur, dan ternak, merupakan sebuah gambaran kemakmuran dari umat pilihan Tuhan dalam Perjanjian Lama. Dapat dikatakan seperti ini: mereka yang adalah prajurit Kristus, bekerja di kebun anggur Tuhan, dan menggembalakan domba Kristus, berhak untuk menerima dukungan terhadap apa yang sedang mereka kerjakan. Tetapi, sekali lagi, Paulus memilih untuk menanggalkan hal tersebut. (KSS)

Kamis, 24 Juli 2014
SEBUAH PENGANTAR TERHADAP 1 KORINTUS 9:1-14
1 KORINTUS 9:8-12A (BAGIAN KELIMA) 
Pada bagian ini, kita belajar mengenai bagaimana argumentasi Paulus beralih dengan sebuah acuan pada perintah ilahi. Deret argumentasi ini dapat dilihat dalam konteks kebudayaan Hellenistik (Hellenistic Culture). Deret argumen akan dimulai dengan sebuah argumentasi rasional diteruskan dengan argumen dari otoritas. Dalam hal ini, otoritas yang dimaksud adalah otoritas yang diakui baik oleh Paulus dan jemaat di Korintus, yaitu otoritas ilahi (divine authority). Karena itu, transisi pada ayat kedelapan, dapat dilihat dalam konteks kebudayaan Yunani.
Pada ayat kesembilan, Paulus kemudian memberikan analogi, yang diteruskan dengan pembelaan pada ayat kesepuluh. Kitab suci dengan jelas mengatakan, bahwa Tuhan melarang adanya pencegahan terhadap lembu untuk menikmati keuntungan dari kerjanya dalam mengirik gandum. Begitu pula dengan manusia. Lembu saja dibiarkan Tuhan untuk menikmati waktu untuk diberi makan setelah mereka bekerja, apalagi manusia. Demikian argumentasi dari Paulus. 
Paulus kemudian melanjutkan pada ayat 11-12a dengan sebuah terminologi “menabur dan menuai”. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada ayat 11 dan 12a. Pertama, terminologi “menabur dan menuai”. Kedua, berkaitan dengan “hal-hal rohani dan hal-hal duniawi”. Paulus dengan jelas, pada ayat 11, menempatkan hal-hal yang sifatnya rohani lebih tinggi dari hal yang sifatnya duniawi. Dengan berlandaskan pada prinsip seperti itu, apa yang hendak dikatakan Paulus pada ayat 11-12a dapat dibahasakan sebagai berikut: jika seseorang yang menabur secara rohani memiliki hak untuk mengharapkan hasil (manfaat) rohani, apalagi berkaitan dengan hak orang tersebut untuk menerima manfaat material yang secara natur lebih tidak penting. Artinya, jika untuk sesuatu yang lebih tinggi (seperti hal-hal rohani) saja, Paulus memiliki hak untuk itu; apalagi untuk sesuatu yang lebih rendah dari itu (hal-hal material)-seharusnya Paulus lebih berhak lagi. 
Dengan deretan argumentasi seperti yang sudah dilakukan Paulus, penekanan akan hak yang dimiliki oleh Paulus semakin besar kualitasnya. Ini menjadi penting, karena kita sudah melihat kontras antara hak yang begitu besar dan pilihan dari Paulus untuk menanggalkan hak yang dimilikinya tersebut. (KSS)

Jumat, 25 Juli 2014
SEBUAH PENGANTAR TERHADAP 1 KORINTUS 9:1-14
1 KORINTUS 9:12B-14. (BAGIAN KEENAM)
Pada renungan hari ini, kita akan belajar dari sebuah kontras antara hak Paulus yang begitu besar sebagai seorang rasul dan pilihannya untuk menanggalkan hak tersebut, demi kepentingan pemberitaan Injil. Dalam hal ini, kita perlu melihat sebuah pembahasan tentang: mengapa menerima bantuan dari jemaat, baik berupa makanan dan dana, dapat menjadi sebuah penghalang (stumbling block) terhadap pemberitaan Injil.
Kita dapat melihat beberapa kemungkinan. Salah satu yang paling besar kemungkinannya adalah sebagai berikut: orang-orang yang sudah mendengar mengenai Injil (potential converts) bisa saja tidak jadi untuk percaya-meski mereka sudah mendengar Injil-karena ada prakondisi yang sepertinya harus mereka lakukan: mendukung misionaris seperti Paulus dalam hal dana. Ini yang hendak dihindarkan oleh Paulus. Paulus hendak meniadakan impresi ataupun kesan yang menunjukkan bahwa ia memberitakan Injil hanya untuk mendapatkan dukungan, dalam hal kebutuhan hidup. Pertimbangan Paulus ini membuat ia harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 
Paulus menanggalkan haknya dalam menerima dukungan dana ataupun makanan agar tidak menjadi batu sandungan bagi mereka yang belum percaya (potential converts). Dari sini kita dapat melihat betapa Paulus, demi pemberitaan Injil, rela untuk bekerja lebih keras dalam menanggung segala sesuatu. Dengan pembahasaan sejak ayat pertama hingga ayat keduabelas ini, kita dapat melihat dan membahasakan pernyataan Paulus dengan dua poin:
  • Paulus, sebagai seorang rasul, memiliki hak untuk didukung secara materi. Hal ini berlandaskan pada sebuah kenyataan, bahwa sesuatu yang sifatnya rohani lebih tinggi dari yang materi. Untuk sesuatu yang sifatnya rohani saja, Paulus memiliki hak untuk hal tersebut. Apalagi untuk sesuatu yang sifatnya materi. Tentu saja, Paulus memiliki hak untuk itu.
  • Meski memiliki hak tersebut, Paulus tidak mengutamakan hak tersebut sebagai sesuatu yang ia kejar. Ia justru menanggalkan hak tersebut. Karena, Paulus tidak mau, hak tersebut justru menjadi batu sandungan bagi mereka yang belum percaya kepada Tuhan.

Mari belajar dari bagaimana Paulus hidup!!! (KSS)

Sabtu, 26 Juli 2014
SEBUAH REFLEKSI TERHADAP KEHIDUPAN PAULUS SEBAGAI SEORANG RASUL
1 KORINTUS 9:1-14 
Sepanjang satu minggu, kita telah melihat bagaimana Paulus memberikan deret argumentasi untuk menunjukkan betapapun ia memiliki hak yang besar untuk bisa memperoleh dukungan secara materi, ia memilih untuk tidak menggunakan hal tersebut. Argumentasi Paulus menunjukkan secara jelas, kontras antara hak yang begitu besar dari seorang rasul dan kesukarelaan dari dirinya untuk menanggalkan hak tersebut. Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, ketika seseorang memiliki hak yang begitu besar dalam otoritasnya, tetapi ia memilih untuk menanggalkan hak tersebut, agar tidak menjadi batu sandungan, implikasinya akan sangat besar bagi jemaat Korintus. Paulus telah menunjukkan teladan yang jelas dan ia ingin agar jemaat di Korintus juga memikirkan dan mengikuti teladan Paulus. Hak hendaknya tidak dipertahankan, jikalau hal tersebut justru membawa kepada sebuah kerangka batu sandungan. 
Seringkali kita memilih untuk mempertahankan hak yang kita miliki, karena kita merasa tidak nyaman jikalau hak kita dicabut. Tentu saja, kita perlu melihat “hak” di sini sebagai sesuatu yang berkaitan dengan apa yang dikatakan oleh Paulus. Kita perlu mengaitkannya dengan keberadaan pelayanan kita, baik sebagai seorang yang terlibat langsung di gereja ataupun tidak secara langsung. Apakah, karena status tertentu yang kita miliki, kita mengejar hak kita, tanpa memperhatikan apakah itu justru menjadi batu sandungan atau tidak.
Mari belajar dari Paulus. Dengan keberadaannya sebagai seorang rasul, Paulus tetap memilih untuk bekerja keras dalam kerasulannya untuk pemberitaan Injil yang ia lakukan. Ia tidak menganggap bahwa hak kerasulannya sebagai sesuatu yang perlu dipertahankan, karena ia melihat, jikalau hak kerasulannya itu justru menjadi sebuah batu sandungan, maka ia tidak akan mempertahankannya. Pembelajaran dari Paulus hendaknya mengingatkan kita untuk tetap melihat apakah segala sesuatu yang kita lakukan itu membawa berkat atau justru menjadi batu sandungan? Dalam hal ini, apakah hak yang kita miliki, akan kita terus kejar dan perjuangkan, meski itu semua hanya menjadi batu sandungan bagi mereka yang belum percaya? (KSS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar