Renungan Harian 9 - 14 Juni 2014

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 09 Juni 2014
KEBENARAN (Yudas)
Seorang pria pernah berkata kepada saya, "Semua jalan menuju kepada Allah. Tak beda seperti orang mendaki gunung. Anda dapat mulai dari sembarang bagian kaki gunung, tetapi akhirnya setiap orang akan sampai ke tempat yang sama di puncak."
Paham inklusivisme ini sangat populer di dunia kita masa kini. Namun sesungguhnya paham ini bertentangan dengan perkataan Yesus: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yohanes 14:6). Bahkan masih ada lagi.
Perjanjian Baru menyatakan agar kita "berjuang mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang kudus" (Yudas 3). Ungkapan Yudas tentang "iman" di sini mengacu pada ajaran pokok yang diyakini oleh orang-orang kristiani abad pertama, yang hidup dalam kuasa Roh Kudus. Mengapa nasihat semacam ini perlu disampaikan? Karena banyak guru palsu telah menyimpangkan kebenaran. Mereka adalah "orang-orang fasik" yang menyalahgunakan "kasih karunia Allah untuk melampiaskan hawa nafsu mereka," dan yang menyangkal "satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita Yesus Kristus" (ayat 4).
Janganlah mengkompromikan keeksklusifan perkataan Yesus. Namun jangan pula lalai untuk menyatakan Injil yang bersifat inklusif, menyelamatkan semua orang. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Dia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal (Yohanes 3:16). Ya, kebenaran itu bersifat eksklusif sekaligus inklusif. (DJD)
ALLAH ITU ESA DAN ESA PULA DIA YANG MENJADI PENGANTARA ALLAH DAN MANUSIA-1 Timotius 2:5
 
Selasa, 10 Juni 2014
KARENA MENGHORMATI TUHAN (Amsal 14:1-9)
Alkisah seorang raja mencari pengawas kebun kerajaan dengan cara yang unik. Tiap pelamar diberikan sekantong biji untuk ditanam selama waktu tertentu. Seorang pemudi ikut mendaftar dengan semangat. Biji dari raja ditanamnya hati-hati, disiramnya tiap hari. Namun, betapa sedih hatinya melihat biji itu tak kunjung tumbuh. Ketika tiba batas waktu untuk melapor ke istana, ia melihat orang-orang membawa tanaman yang indah-indah. Setengah menangis ia mohon ampun pada raja, karena biji itu tidak mau tumbuh sekalipun ia telah merawatnya tiap hari. Raja menepuk pundaknya dan berkata, "Semua biji yang kuberikan sebenarnya sudah dipanggang, jadi tidak mungkin tumbuh. Entah dari mana tanaman-tanaman yang mereka bawa. Terima kasih sudah membawa kejujuranmu. Hari ini juga kamu resmi menjadi pengawas kebun kerajaanku."
Kejujuran tak hanya menunjukkan ketulusan hati, tetapi juga sikap yang menghormati orang lain. Karena hormat, kita tidak mau menipu orang itu. Lebih dari menghormati sesama, Amsal berkata bahwa sikap yang jujur menghormati Tuhan sendiri (ayat 2). Ketika seseorang berdusta, ia sebenarnya sedang menghina Tuhan Yang Mahatahu. Memang bersikap jujur di tengah dunia yang sarat ketidakjujuran bisa dipandang sebagai suatu kebodohan di mata manusia. Namun tidak di mata Tuhan. Orang yang jujur justru menunjukkan kesetiaan dan kebaikan di hadapan-Nya (ayat 5, 9).
Ketika diperhadapkan pada pilihan untuk jujur atau tidak, ingatlah bahwa kita tidak saja sedang berurusan dengan manusia, tetapi juga dengan Tuhan. Manusia tidak serbatahu, tetapi Tuhan tahu apakah kita sedang menghormati-Nya atau tidak. (ELS)
JUJUR ITU MENGHORMATI TUHAN. MENYATAKAN BAHWA DIA MAHATAHU DAN MENYUKAI KEBENARAN

Rabu, 11 Juni 2014
LAMPU MERAH ALLAH Mazmur 119:1-8
Pengemudi yang tidak memperhatikan lampu lalu lintas seolah "mengundang kecelakaan bagi dirinya." Siapa pun yang melanggar lampu merah atau tetap berhenti ketika lampu sudah hijau, dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain. Walaupun lampu merah dapat menghambat laju kendaraan Anda, terutama bila sedang terburu-buru agar segera sampai di tempat tujuan, namun sebuah kecelakaan akan lebih menghambat perjalanan Anda.
Beberapa tahun lalu saya sangat gembira ketika akhirnya di suatu pojok jalan yang sering macet dipasang lampu lalu lintas. Lalu lintas ruwet yang dulu menjadi sarapan sehari-hari kini berubah menjadi ketertiban yang menyenangkan. Semua tampak lebih teratur. Kini menunggu lampu merah merupakan sesuatu yang menyenangkan--setidaknya di persimpangan jalan yang penuh dengan kenangan yang tidak enak itu.
Kitab Suci juga memiliki banyak "lampu merah" yang berfungsi untuk mengontrol kehidupan kita sebagai orang Kristen. Lampu-lampu merah itu berupa larangan untuk cemburu, sombong, benci, tidak sopan, mementingkan hawa nafsu, dan egois. Tatkala Roh Kudus menyuruh kita waspada terhadap hal-hal tersebut, kita harus segera menginjak rem. Sebaliknya, ketika kita "berkendaraan di jalanan yang ramai" dalam kehidupan sehari-hari, kita juga harus cepat tanggap terhadap "lampu hijau" kebaikan, kerendahan hati, kasih, penyembahan, dan ketulusan hati.
Lampu merah dan lampu hijau dari Allah dirancang untuk menolong kita. Semestinya kita takut mengabaikan perintah Allah dalam Kitab Suci, karena itu berarti kita menerobos lampu merah Allah. (MRD II)
"LAMPU-LAMPU MERAH" DALAM ALKITAB DIBERIKAN UNTUK MELINDUNGI, MEMPERBAIKI, DAN MENGARAHKAN HIDUP KITA

Kamis, 12 Juni 2014
SI KAYA DAN SI MISKIN (1 Timotius 6:3-19)
Istri saya dan saya berpendapat bahwa kami tidaklah kaya ataupun miskin. Tatkala memikirkan orang-orang miskin yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, kita mungkin merasa bersalah karena hidup kita tidak kekurangan. Tetapi saat melihat orang lain tinggal di rumah yang mewah, mengemudikan mobil yang mahal, dan menikmati liburan yang mengasyikkan, maka hidup kita tampak sederhana dan menjemukan.
Sesungguhnya, sikap kita terhadap harta milik kita jauh lebih penting daripada banyaknya harta yang kita miliki. Rasul Paulus menulis, "Ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar" (1Timotius 6:6). Bagaimanapun status kita, kita harus puas dengan apa yang kita miliki, tidak tamak, dan tidak membenci orang-orang yang memiliki harta lebih banyak daripada kita.
Meski sebagai orang Kristen kita dapat menikmati berkat Allah tanpa merasa bersalah, kita juga harus memperhatikan nasihat Rasul Paulus agar tidak sombong, dan berharap kepada Allah (ayat 17). Dengan rendah hati kita harus mengakui Dia sebagai sumber dari segala yang kita miliki, dan dengan rela dan murah hati berderma untuk sesama (ayat 17-18). Kemurahan hati semacam ini memiliki nilai yang kekal (ayat 19). Karena Allah mengukur pemberian kita berdasarkan ketulusan kita dalam berkorban (Markus 12:42-44), maka banyak orang yang hanya dapat memberi sedikit dalam kehidupan ini akan mendapatkan upah yang berlimpah dalam kehidupan yang akan datang.
Baik dalam keadaan kaya maupun miskin, mari kita pastikan bahwa kita sedang menabung untuk kekekalan. (HVL)
NILAI DIRI KITA BUKAN DITENTUKAN OLEH APA YANG KITA MILIKI MELAINKAN OLEH APA YANG KITA LAKUKAN DENGAN APA YANG KITA MILIKI

Jumat, 13 Juni 2014
MASALAH DALAM PELAYANAN (Bilangan 12)
Sebuah lembaga kristiani sudah lama menjalankan sebuah pos pelayanan kesehatan di suatu desa. Meski mayoritas penduduk desa tersebut bukan orang kristiani, hubungan mereka selama ini berjalan dengan sangat baik. Ini karena pos pelayanan tersebut dijalankan dengan hati yang tulus untuk menolong masyarakat tanpa membeda-bedakan agama. Keadaan begitu tenang, sampai suatu hari beberapa provokator dari luar daerah datang dan menyebarkan fitnah, sehingga timbullah keresahan di lingkungan tersebut.
Musa juga pernah mengalami masalah karena difitnah, meskipun ia adalah seorang yang jelas melayani Tuhan dengan hati tulus. Tidak tanggung-tanggung, fitnahan ini datang dari Miryam dan Harun, yang adalah orang-orang terdekatnya sendiri. Dapat kita bayangkan sakit hati yang Musa rasakan saat itu. Namun, Musa tidak menjadi marah atau mundur. Ia tetap setia dan berbesar hati untuk membiarkan Tuhan menjadi hakim atas mereka. Ia pun mengampuni Miryam dan Harun ketika Tuhan telah menyatakan keadilan-Nya.
Dalam melayani Tuhan, jemaat-Nya, atau orang lain, ada kalanya kita mungkin mendapat fitnahan seperti kisah Musa dan lembaga kristiani di atas. Atau, mendapat masalah-masalah lain yang menyakitkan hati kita. Pada saat itu kita perlu ingat bahwa pelayanan ini kita lakukan karena dan untuk Tuhan, sehingga kita tidak boleh kehilangan ketulusan dan kesetiaan. Selain itu, kita tidak perlu membalas mereka yang menyakiti kita. Kita perlu mengampuni mereka dan membiarkan Tuhan menyatakan keadilan-Nya; sesuai waktu dan cara-Nya. (ALS)
TETAPLAH TULUS DAN SETIA DALAM PELAYANAN KETIKA MASALAH DATANG MENGHADANG

Sabtu, 14 Juni 2014
TUGAS KITA (1Yohanes 4:7-21)
Pada 24 November 1974, John Stott, seorang pendeta senior dari Inggris, yang oleh Majalah Times dimasukkan ke dalam daftar 100 tokoh berpengaruh di dunia, mengakhiri khotbahnya dengan bercerita tentang gereja yang diimpikannya. Salah satunya adalah: gereja yang memelihara, yang anggotanya beragam latar belakang, memiliki persekutuan yang hangat dan terhindar dari pementingan diri sendiri, yang anggotanya saling mengasihi dengan tulus, dan juga yang mau membantu orang lain.
Sebuah mimpi yang indah dan penting. Sebab itulah salah satu tugas gereja, yaitu menjadi "wadah" para warganya untuk bertumbuh dalam iman, dan berbuah dalam sikap hidup sehari-hari, sehingga dunia dapat merasakan nilai kehadirannya. Masalahnya, kita kerap menganggap itu hanyalah tugas gereja sebagai institusi, dan bukan tugas kita secara pribadi. Padahal gereja adalah orang-orangnya. Kita. Anda dan saya. Orang-orang yang dipanggil dari kegelapan dan diselamatkan oleh Kristus.
Biarlah orang lain "melihat" Allah melalui gerejanya. Melalui kita. Caranya, dengan memiliki sikap hidup saling mengasihi (ayat 7). Tidak masalah jika kita hidup dalam keragaman dan perbedaan-suku, bahasa, budaya, talenta, status sosial-kita tetap bisa terekat dalam kebersamaan; kehangatan persekutuan dan ketulusan untuk saling peduli. Tidak menganggap diri sendiri lebih penting dari orang lain. Sebaliknya selalu merasa tidak sempurna tanpa orang lain. Ya, adalah tugas kita untuk membuat orang lain dapat melihat dan merasakan kasih Allah; melalui sikap dan tutur kata kita. (AYA)
MENGATAKAN APA YANG KITA LAKUKAN, MEMANG PENTING NAMUN MELAKUKAN APA YANG KITA KATAKAN, ITU LEBIH PENTING


Tidak ada komentar:

Posting Komentar