RENUNGAN SEPANJANG MINGGU
Senin, 25 November 2013
JANGAN JADI BATU SANDUNGAN (Roma 14:14-23)
Firman Tuhan melarang kita menghakimi orang lain (13a).Di sisi lain, firman Tuhan memanggil kita untuk berhati-hati agar tidak menjadi batu sandungan bagi orang yang nuraninya lemah (13b). Peranan hati nurani ternyata penting dalam kehidupan Kristen dan tak dapat diremehkan.
Sebagian jemaat di Roma, telah melanggar batas hati nurani orang lain. Yang kuat berkukuh bahwa mereka bebas untuk makan apa saja dan di mana saja (15a). Padahal apa yang dilakukan mereka telah menjadi batu sandungan bagi yang lemah (20b). Menurut Paulus wilayah pengaruh tempat orang Kristen hidup, yaitu Kerajaan Surga memang bukan masalah makanan dan minuman. Melayani Tuhan adalah memancarkan nilai-nilai Kerajaan Surga, yaitu memberitakan kebenaran serta membawa damai sejahtera dan sukacita di dalam Roh Kudus bagi sesama (17). Maka di satu sisi berpegang teguh kepada kebenaran Tuhan, di sisi lain memancarkan perbuatan kasih bagi sesama. Pelayanan yang seimbang, baik secara vertikal dan horisontal inilah yang berkenan kepada Tuhan dan dihormati oleh semua manusia (18). Makanan dan minuman tidak berarti. Jadi, jangan rusakkan pekerjaan Tuhan yang demikian penting dengan sesuatu yang tiada artinya (15b, 20b).
Tidak ada makanan yang haram. Artinya semua makanan boleh dimakan, kecuali jika hati nuraninya berkeberatan (14). Masalahnya bukan bergantung kepada pertimbangan benar salah saja, melainkan juga pertimbangan sosial (bdk. 1Kor 8:1-13, 10:23-33). Iman Kristen bukan hanya bersifat pribadi melainkan umum. Kebenaran iman Kristen adalah tegas, tetapi juga bersifat sensitif dan komunikatif, yaitu peduli kepada relasi sosial dan pertimbangan hati nurani orang lain. Orang Kristen tidak dipanggil untuk beriman secara semena-mena, tetapi memperhatikan sesamanya. Landasan perilaku iman Kristen ini adalah kasih (15).
Renungkan: Apakah sikap dan perilaku hidupku telah menunjukkan kepekaanku terhadap orang lain?
Selasa, 26 November 2013
JANGAN MENGHAKIMI! (Roma 14:13-23)
Mana lebih sering kita hasilkan melalui perilaku kita: membangun atau menjatuhkan orang lain? Bagaimana agar pertimbangan dan penilaian kita senantiasa konstruktif?
Kita harus membangun tekad dan kebiasaan untuk tidak menghakimi saudara seiman. Kita harus ingat bahwa hak menghakimi ada pada Tuhan maka menghakimi berarti merampas hak Tuhan. Kita juga perlu sadar bahwa sebagai manusia yang tak sempurna, penghakiman kita pasti menimbulkan dampak tidak membangun pada orang lain! Letak kesalahan dari menghakimi perilaku orang lain ialah menjadikan diri sendiri sebagai ukuran. Kerohanian dan kepentingan diri sendiri menjadi standar untuk orang lain. Pada intinya, sikap demikian tidak serasi dengan kasih Kristus. Juga menggeser hal yang hakiki dalam pertimbangan dan perilaku Kristen, yaitu soal Kerajaan Allah, dengan soal yang tidak hakiki yang dijadikan ajang pertikaian itu!
Maka demi mempraktikkan kasih Kristus dan mewujudnyatakan Kerajaan Allah, perhatian kita harus berubah. Yang penting untuk kita awasi bukanlah perilaku orang lain, bukan juga apakah saya merasa benar atau tidak! Yang kita perlu pupuk ialah memastikan bahwa perbuatan kita dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, sesuai prinsip kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita dalam Kerajaan Allah, serta berdampak membangun bagi orang lain (ayat 19). Kerohani-an yang baik selalu terkait dengan keutuhan seluruh Tubuh Kristus dan pewujudan penuh Kerajaan Allah. Kerohanian yang baik menyadari bahwa perbedaan tahap pertumbuhan dapat mempengaruhi penilaian rohani seseorang. Karena itu, tepat merelatifkan penilaian diri sendiri dan memutlakkan kepentingan bersama! Sikap tenggang rasa ini menempatkan diri sendiri sebelum dan di bawah kepentingan orang lain!
Bayangkan apa jadinya bila dalam segala hal setiap orang Kristen dan setiap gereja mengutamakan kebenaran, kedamaian, dan sukacita Kerajaan Allah dalam Roh Kudus! O ya, jangan hanya bayangkan; praktikkan!
Rabu, 27 November 2013
JANGAN MENJADI BATU SANDUNGAN (Roma 14:13-23)
Menjadi batu sandungan jelas merupakan hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh orang percaya. Mengapa? Karena akan menghalangi orang untuk datang kepada Kristus.
Dalam perikop sebelumnya Paulus mengingatkan pihak yang "kuat" dan yang "lemah" dalam jemaat untuk saling menerima dan tidak saling menghakimi. Kini Paulus memberikan satu prinsip, khususnya bagi pihak yang "kuat" agar tidak menjadi batu sandungan bagi pihak yang "lemah" (13, 21). Dalam hal makanan, Paulus menegaskan bahwa tidak ada yang najis (14, 20), maka pihak yang "kuat" tidak perlu lagi merasa terikat oleh hukum tentang makanan haram. Namun bisa saja kebebasan memakan segala sesuatu menjadi batu sandungan bagi jemaat yang masih mengharamkan makanan tertentu. Maka Paulus mengingatkan bahwa kebebasan untuk melakukan segala sesuatu kiranya tidak menyebabnya lemahnya iman saudara yang lain (15). Jika ini yang terjadi maka berarti pekerjaan Allah telah dirusak (20).
Kebebasan harus dipraktikkan dalam kasih kepada sesama orang percaya (15). Kebebasan harus ditundukkan pada prinsip damai sejahtera dan tujuan untuk saling membangun (19).
Pemakaian kebebasan yang menjadi batu sandungan mengingkari esensi Kerajaan Allah, yaitu kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus (17). Kristus sudah membayar harga yang begitu mahal, yaitu dengan mati bagi mereka yang "lemah" iman (15). Bagaimana mungkin pihak yang "kuat" tidak rela mengalah kepada yang "lemah" dalam hal-hal yang remeh supaya tidak menjadi batu sandungan?
Banyak hal yang orang Kristen boleh lakukan, tetapi bukan berarti semuanya perlu dilakukan, khususnya yang dapat menjadi batu sandungan bagi yang lemah iman. Prinsip kasih dan saling membangun harus mengendalikan kebebasan kita dalam melakukan segala sesuatu. Apa artinya kita menang perdebatan tentang boleh makan semua makanan, tetapi kehilangan orang yang tidak setuju dengan hal itu? Kiranya hal ini menjadi pertimbangan kita.
Kamis, 28 November 2013
HARAM VS NAJIS (Markus 7:14-23)
Di negara kita yang religius, isu makanan bukan hanya dikaitkan dengan kesehatan, melainkan juga dengan kekudusan. Sepasang suami-istri di gereja saya bertengkar gara-gara tidak sepakat tentang boleh tidaknya makan nasi tumpeng hajatan tetangga yang melibatkan ritual mistis. Bagaimana seyogyanya sikap kita?
Orang Farisi dan ahli Taurat mengkritik Yesus karena para murid makan dengan tangan yang najis karena belum dibasuh sehingga makanan mereka pun menjadi haram (ay. 1-13). Yesus menjawab bahwa semua makanan halal (ay. 15). Ternyata permasalahannya lebih parah daripada sekadar makanan. Hati manusia sudah najis dan tercemar. Apa pun yang keluar dari hati yang najis, meskipun secara lahiriah tampak suci, tetap saja najis.
Hukum Taurat adalah simbol yang menunjuk pada Sang Mesias. Yesus menggenapinya melalui karya keselamatan-Nya, yang menyediakan solusi bagi kenajisan hati manusia. Kita tidak lagi dinajiskan atau dikuduskan oleh makanan; kita dikuduskan oleh pencurahan darah Kristus di kayu salib. Pengudusan ini berlaku pula dalam konteks yang lebih luas. Kerajaan Allah yang datang bersama dengan Yesus Kristus berkenaan dengan kesucian hati, kekudusan motivasi, bukan lagi kesucian eksternal atau jasmani.
Di dalam Kerajaan Allah, kita tidak perlu meributkan soal haramnajisnya makanan. Jika khawatir menjadi "batusandungan", kita dapat menghindari makanan tertentu. Namun, selama makanan tersebut layak dan sehat, kenapa enggan menyantapnya? (ICW)
KESALEHAN PALSU MENOLAK YANG NAJIS MASUK, KESUCIAN SEJATI MENGUNDANG MESIAS YANG KUDUS MASUK
Jumat, 29 November 2013
APA KABAR? (Matius 15:10-20)
Ketika saling menyapa, biasanya orang akan berkata, "Apa kabar?"
Suatu ketika di Cina, salam yang umum diucapkan adalah, "Anda sudah makan?" Pada masa itu mereka mengalami kemiskinan, sehingga pertanyaan tersebut merupakan ungkapan perhatian terhadap kesejahteraan sesamanya.
Beberapa waktu ini, beberapa teman menyapa saya demikian, "Apakah berat badanmu sudah lewat batas?" Entah mereka secara serius memperhatikan kesehatan saya atau sekadar berpikir bahwa saya perlu menurunkan berat badan, yang jelas hal itu menunjukkan bahwa mereka memperhatikan saya.
Segala sesuatu yang kita katakan (bukan sekadar salam) mencerminkan keadaan hati kita. Yesus berkata, "Apa yang keluar dari mulut berasal dari hati" (Matius 15:18). Dia menjelaskan kepada para murid bahwa bukan makanan yang menajiskan manusia, melainkan semua perkataan yang keluar dari hati yang kotor.
Tidak aneh bila pernyataan Yesus yang tajam itu menjadi batu sandungan bagi orang Farisi (ayat 12). Secara berlebihan mereka menunjukkan penampilan luar yang saleh, tetapi mereka tak pernah menyadari kemunafikan hati mereka. Bagaimanapun juga, sebagai murid Kristus kita harus selalu menjaga hati kita agar tetap bersih sehingga semua perkataan kita mencerminkan kesalehan yang sejati.
Anda bertindak bijaksana bila mau memperhatikan setiap perkataan yang Anda ucapkan sepanjang hari, di mana pun Anda berada. Dan lihatlah, apa yang akan dikatakan orang-orang di sekitar Anda mengenai keadaan hati Anda? (AL)
UNTUK MENGENDALIKAN LIDAH ANDA , IZINKAN KRISTUS BERTAKHTA DALAM HATI ANDA
Sabtu, 30 November 2013
MAKIN SERUPA (2 Petrus 1:3-11)
Saya menanam tiga biji mangga sekitar 20 tahun yang lalu di halaman rumah. Beberapa tahun lalu saya menikmati buah mangga dari dua pohon, sedangkan pohon yang ketiga tidak berbuah walaupun pohon ini berdaun rimbun. Akhirnya pohon yang tidak berbuah saya tebang. Kenapa pohon yang satu itu tidak berbuah, saya sendiri tidak tahu sebabnya.
Berbeda dari pohon mangga yang tidak berbuah itu, orang beriman ditetapkan untuk bertumbuh dan berbuah. Rasul Petrus menasihati orang-orang yang sudah lahir baru untuk bertumbuh. Orang beriman dapat mengembangkan kualitas dan citra Kristus di dalam dirinya. Sebab itu, seharusnya tidak ada istilah "jalan di tempat" dalam perjalanan iman kita.
Orang beriman akan menghasilkan kebajikan, pengetahuan, penguasaan diri, ketekunan, kesalehan, kasih terhadap saudara-saudara seiman, dan kasih terhadap semua orang (ay. 5-7). Itulah buah iman (ay. 8). Orang beriman bertumbuh menjadi semakin serupa dengan Kristus. Kita ditetapkan untuk bertumbuh dalam pengetahuan yang benar akan Kristus dan berbuah. Sayangnya, ada orang percaya yang terhambat pertumbuhan imannya. Bukannya menjadi berkat, mereka malah menjadi batu sandungan. Mereka tidak menunjukkan tanda pertumbuhan dan buah iman.
Pertumbuhan iman terjadi karena kuasa ilahi dan anugerah-Nya. Bukan berarti kita lalu pasif dan berdiam diri. Sebaliknya, kita mendayagunakan kuasa ilahi dan anugerah-Nya untuk menentukan pilihan hidup yang menumbuhkan dan mengembangkan iman. (EN)
IMAN YANG BERTUMBUH TAK AYAL AKAN MENGHASILKAN BUAH KEBENARAN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar