Renungan Harian 30 September - 05 Oktober 2013

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 30 Oktober 2013
JANGAN SOMBONG (Roma 11:13-24)
Dari pergumulan Paulus yang berat tentang saudara-saudara sebangsanya, lahirlah pemahaman teologis indah tentang rencana keselamatan Allah untuk dunia. Ini sejajar dengan janji Allah kepada Abraham, yang merangkul seisi dunia. Paulus melihat misinya kepada bangsa-bangsa kafir bisa berdampak positif bagi bangsa Israel. Bangkitnya kecemburuan dalam diri Israel telah menyiapkan mereka akhirnya menyambut Yesus sebagai Tuhan dan Mesias (13-14). Baik akar dari panggilan Israel maupun panggilan Injil untuk orang-orang Kristen asal kafir adalah pilihan dan anugerah Allah untuk para bapak leluhur Israel. Abraham adalah bapak leluhur Israel, juga bapak semua orang beriman dalam Yesus Kristus. Prinsip pilihan dan anugerah kini berlaku terus bagi penyelamatan yang akan terjadi kelak pada Israel (16-17).
Metafora tentang cabang yang patah kemudian dicangkokkan kembali, yaitu bangsa Israel, dan tunas liar yang dicangkokkan pada cabang yang telah dipatahkan itu, yakni bangsa nonIsrael, menunjukkan kemurahan Tuhan kepada semua bangsa (16-20). Bangsa-bangsa itu mendapat kesempatan untuk terus hidup dalam pohon anugerah-Nya. Oleh karena itu, Paulus berkata tidak ada alasan untuk bermegah baik bagi bangsa Israel maupun bagi bangsa non Israel (21-24). Yang patut menerima pujian hanyalah Tuhan yang memberi kesempatan dan anugerah untuk bangsa-bangsa, yang seharusnya mati dan binasa, namun sekarang beroleh hidup yang baru dalam Dia.
Jika sekarang kita yang tadinya kafir boleh menjadi umat Allah, tentu kita justru harus bersyukur dan bukan takabur. Ingat bahwa kita tadinya tidak ambil bagian dalam perjanjian Israel. Kita tadinya bukan umat, tetapi kini beroleh semua warisan ajaib itu. Terpujilah Tuhan. Kiranya Ia mengaruniakan kita semangat PI dan doa bagi orang lain.
Renungkan: Kita adalah tunas liar yang dicangkokkan pada pohon anugerah-Nya. Apa yang kita terima adalah anugerah

Selasa, 01 Oktober 2013
KEMURAHAN DAN KEKERASAN ALLAH (Roma 11:11-24)
Pelajaran apakah yang kita terima tentang Allah dari sikap-Nya terhadap penolakan Israel dan dari bagaimana Ia menghasilkan keselamatan bangsa-bangsa asal kafir?
Allah keras berpegang pada prinsip, tetapi bukan berarti kejam atau sewenang-wenang. Maksudnya, Allah tidak berubah-ubah dalam ketetapan, keadilan, dan kebenaran-Nya. Bahkan umat pilihan yang berkeras menolak anugerah dalam Kristus harus menanggung akibat mengerikan, yaitu kebinasaan. Karena Allah keras dan tidak main-main dengan ketetapan anugerah-Nya, maka Israel seolah adonan bantat atau cabang pohon zaitun sejati yang tidak berbuah. Maka dalam ketegasan kebenaran diri-Nya, Allah mengerat umat pilihan-Nya itu. Namun Allah berlimpah kasih dan kemurahan. Ia yang mengerat Israel adalah Ia yang mencangkokkan bangsa-bangsa asal kafir. Melalui pelayanan Paulus ke berbagai penjuru, banyak sekali dihasilkan orang yang asalnya bukan umat menjadi umat pilihan. Mereka menyambut Kristus dan bersukacita dalam keselamatan yang diwujudkan oleh Injil-Nya. Orang-orang beriman pada Kristus yang berasal dari bangsa kafir, seumpama pohon zaitun liar yang dicangkokkan di tempat keratan pohon zaitun asli yang tidak berbuah itu.
Pelajaran keras yang Allah berikan kepada orang Yahudi sekaligus merupakan kemurahan yang tak terselami keajaibannya (ayat 22). Allah menjadikan pelayanan penginjilan Paulus begitu berhasil, sehingga orang Yahudi yang menolak Injil boleh mengalami kecemburuan suci (ayat 14). Menyaksikan betapa limpahnya anugerah Allah atas orang-orang yang dulunya tidak kenal Allah, Paulus berharap bahwa hal itu menimbulkan kesadaran orang Yahudi tentang kerugian yang mereka tanggung. Dan mendorong mereka menyambut berkat Allah.
Kesadaran akan kekerasan dan kemurahan Allah akan membuat kita juga menjunjung tinggi kemuliaan-Nya! Maka dalam keseharian maupun dalam pelayanan, jangan sembrono memperlakukan kemurahan Allah agar kita tidak mengalami kekerasanNya!

Rabu, 02 Oktober 2013
KETERKAITAN ISRAEL DAN BANGSA LAIN (Roma 11:11-24)
Orang Israel selalu membanggakan diri mereka sebagai keturunan Abraham dan umat pilihan Allah, tetapi firman Tuhan menegaskan bahwa hanya akan ada sisa Israel yang percaya dan selamat sedangkan sebagian besar dari mereka akan binasa. Jika demikian, adakah tersandung dan jatuhnya Israel adalah hal yang sia-sia? Paulus berkata: sekali-kali tidak! Mengapa? Pertama, karena pelanggaran Israel justru mendatangkan keselamatan dan pendamaian bagi bangsa-bangsa lain. Allah mengalihkan karya keselamatan dari Israel agar mereka menjadi cemburu (11; Rm 10:19; Ul 32:21). Melalui kecemburuan itu, diharapkan Israel akan menyesal dan mau berbalik pada Kristus. Kedua, jika di dalam penolakan mereka saja Allah masih bisa melakukan hal yang baik bagi bangsa lain, maka betapa besarnya berkat yang akan Allah limpahkan jika akhirnya Israel bertobat? (15)
Oleh Paulus, Israel diumpamakan sebagai adonan dan akar yang sepatutnya mampu memberikan dampak positif bagi bangsa-bangsa lain melalui kesaksian mereka. Namun nyatanya mereka gagal memberi dampak tersebut. Itu sebabnya, Allah untuk sementara waktu membuang mereka dan memasukkan bangsa lain kepada pohon zaitun sejati untuk menikmati segala berkat rohani dari Tuhan. Sudah sepatutnyalah jika bangsa-bangsa lain di luar Yahudi, termasuk kita di Indonesia, tidak menjadi sombong karena kemurahan Allah ini. Sebab jika kepada Israel saja, yang diibaratkan sebagai cabang asli oleh Paulus, Allah dapat menjatuhkan hukuman atas ketidaktaatan mereka, maka terlebih lagi bangsa lain yang diibaratkan sebagai tunas liar oleh Paulus. Kunci utamanya adalah ketaatan dan penundukan diri terhadap kedaulatan dan kemurahan Allah.
Allah itu memang maha pemurah, tetapi Ia juga tegas dalam menjalankan kebenaran-Nya. Oleh karena itu, marilah kita menghargai anugerah keselamatan kita dengan senantiasa bersyukur pada Tuhan atas kemurahan-Nya, hidup benar di hadapan-Nya, serta menjadi saksi-Nya di tengah-tengah dunia ini.

Kamis, 03 Oktober 2013
PELAMAR PELAYANAN (2 Korintus 4:1-5)
Pernahkah Anda melihat atau setidaknya membayangkan kegembiraan seorang pelamar pekerjaan ketika ia dinyatakan diterima? Ia merasa sangat beruntung dan akan berterimakasih kepada mereka yang menetukan nasib baiknya tersebut. Ia pasti merasa berhutang budi kepada sang pemberi pekerjaan. Dalam pelayanan, pernahkah kita berpikir siapa bos dan siapa yang menjadi “pelamar pelayanan”?
Mengingat latar belakang hidup Paulus yang kelam, mendapatkan pengampunan atas segala dosanya saja sudah merupakan anugerah besar. Akan tetapi lebih dari itu, ia dipercaya menjadi rekan sekerja Allah untuk pekerjaan besar dan penting. Ia kemudian menjadi Rasul yang sangat giat dan militan karena ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Ia sadar, sebagai bekas seteru Allah, untuk melamar memohon pelayanan dan minta untuk dipercayai, ia sebenarnya tidak pantas. Kalau ia memperoleh lebih dari itu, bukankah itu sungguh karena belas kasihan dan kemurahan dari Allah Sang Pemilik pelayanan?
Sadarkah kita, seringkali kita bersikap seperti bos dan memperlakukan Allah seperti “pelamar pekerjaan”? Seringkali kita merasa “membantu” Allah dan menanam jasa ketika kita memutuskan untuk melayani. Mungkin kita merasa kalau kita berkata “ya” maka Allah akan sangat berterima kasih atas keputusan tersebut. Ini sebuah konsep yang tidak pantas terhadap Allah. Sadarlah, kalau kita diberi kesempatan melayani dalam bentuk apa pun, itu karena belas kasihan dan kemurahan Allah. Syukurilah dan manfaat kesempatan istimewa tersebut dengan bertanggung jawab atas anugerah-Nya. Hormatilah kepercayaan Allah! (PBS)
DIAMPUNI DAN MELAYANI: KEDUANYA ADALAH BELAS KASIHAN DAN KEMURAHAN.

Jumat, 04 Oktober 2013
CUMA PENGELOLA (Matius 21:33-46)
Ada orang kaya yang hendak menunjukkan kemurahan hati kepada salah seorang karyawannya. Karyawan itu diberinya izin untuk menempati salah satu rumahnya secara gratis. Suatu kali orang kaya itu bermaksud merenovasi rumahnya untuk dijadikan gudang penyimpanan barang. Untuk karyawannya, sudah disiapkan rumah yang lain. Bukannya mengikuti permintaan majikan, karyawan itu ngotot tidak mau pindah, bahkan mengklaim rumah itu sebagai miliknya. Terpaksa majikan itu menempuh jalur hukum untuk memaksa orang yang tidak tahu berterima kasih itu keluar dari rumahnya.
Situasi seperti inilah yang digambarkan dalam bacaan Injil hari ini. Allah digambarkan sebagai pemilik kebun anggur yang menyewakan tanahnya kepada kepada para penggarap lalu pergi ke luar negeri (ay. 33). Setelah beberapa waktu, pemilik kebun pulang dan mengutus orang-orangnya untuk meminta hasil dari kebunnya. Bukannya menerima hasil, para utusan itu justru mendapat perlakuan buruk dari para penggarap kebun. Ketika pemilik kebun mengutus anaknya, anak itu pun dibunuh. Tentu saja pemilik kebun marah dan hendak membinasakan orang-orang jahat itu serta akan menyewakan kebunnya kepada penggarap lain yang dapat dipercaya (ay. 41).
Orang Kristen sepatutnya menjadi pengelola yang baik dan dapat dipercaya dari karunia Allah. Mereka bekerja dengan tekun dan menghasilkan buah yang sepadan. Pengelola yang bertanggung jawab menyerahkan hasil kerjanya untuk memuliakan Allah. Andakah para pengelola yang dapat dipercaya itu?. (SYS)
TUHAN ADALAH PEMILIK SEGALA SESUATU, KITA ADALAH PENGELOLANYA. APAKAH ALLAH DAPAT MENGANDALKAN KITA?

Sabtu, 05 Oktober 2013
KENAPA ENGGAN BERBAGI? (Lukas 6:37-42)
Seorang petani lele yang lumayan sukses di Kalasan, Yogyakarta, tidak segan-segan membagikan ilmunya kepada petani lain yang berminat menekuni budidaya ikan air tawar tersebut. Ia tidak khawatir kelak mereka akan menjadi pesaingnya. “Kenapa mesti enggan berbagi ilmu dan keterampilan?” katanya. “Kalaupun kita sudah membagikannya, belum tentu juga orang bisa menirunya begitu saja. Dengan berbagi, kita sendiri akan mendapatkan lebih banyak masukan. Kita malah jadi semakin pintar.”
Ya, memberi tidak akan membuat kita kekurangan. Sebaliknya, seperti ditegaskan Yesus, memberi justru menjadikan sumber daya kita berlipat ganda. Apa yang kita berikan tidak akan hilang secara sia-sia, melainkan akan dikembalikan kepada kita dalam kadar yang berlimpah-limpah. Ini prinsip yang berlawanan dengan yang dijalankan dalam dunia bisnis. Pebisnis didorong untuk mengeluarkan biaya sekecil mungkin demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Prinsip bisnis semacam ini membangkitkan keserakahan, adapun belajar memberi mengembangkan kemurahan hati kita.
Kita masing-masing pasti memiliki sesuatu yang baik uang, talenta, waktu, tenaga, senyuman, pengampunan untuk dibagikan kepada orang yang memerlukan. Kita tidak akan selalu menerima balasan dalam bentuk yang sama persis, namun tak ayal kita akan mengalami berkat yang mendatangkan damai sejahtera. Jadi, perhatikanlah apa saja yang Anda miliki dan dapat Anda daya gunakan untuk memberkati sesama. Seperti petani lele tadi, kenapa enggan berbagi? (ARS) 
ORANG MISKIN ADALAH ORANG YANG TIDAK MEMILIKI APA-APA UNTUK DIBAGIKAN KEPADA SESAMANYA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar