Renungan Harian 22 - 27 Juli 2013

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 22 Juli 2013
STATUS DAN KONDISI (Roma 8:9-17)
Seperti halnya hanya ada dua status, demikian pula hanya ada dua kemungkinan keadaan hidup seseorang. Entah orang berstatus milik Kristus dan itu pasti tercermin dalam keadaan nyata kehidupannya, atau orang yang keadaan hidupnya tetap tidak beres yang menyatakan bahwa statusnya belum diperbarui oleh Kristus. Roh yang kudus dan daging yang bersifat dosa tidak mungkin berdamai. Jadi, kondisi hidup kita adalah tanda bagaimana status rohani kita sesungguhnya.
Orang yang memiliki Roh Kristus dalam hatinya bukan saja berstatus dibenarkan, tapi juga berstatus baru diangkat menjadi anak Allah (13- 15). Dengan status anak Allah ini, orang percaya dimungkinkan menyeru Allah sebagai Bapa. Roh Allah sendiri menyaksikan dalam hati orang percaya kesungguhan fakta pengangkatannya menjadi anak Allah (16). Paulus di sini menggunakan kata "menyeru" bukan sekadar memanggil. Ia menunjuk kepada pengalaman atau saat orang berteriak dengan penuh keyakinan dari kebutuhan jiwa terdalam kepada Allah. Ini bisa merupakan pengalaman dramatis ketika kita pertama kali beriman dan bertobat, yang disusul oleh penghayatan seterusnya hubungan yang dalam dan hangat orang percaya dengan Bapanya di surga.
Status menjadi anak angkat Allah ini pun akan tercermin di dalam keadaan nyata. Bukan saja orang percaya akan diberikan keberanian iman untuk meyakini Allah sebagai Bapa dan Kristus sebagai Anak. Orang percaya juga akan mengalami keadaan rohani yang akrab dengan Allah. Keakraban ini akan terpantul nyata dalam kehidupan doanya, dalam sikapnya merenungkan firman Tuhan, dalam ibadahnya mengasihi Allah, dalam ketekunannya mencari kehendak-Nya, menjauhi dosa, serta menikmati pengharapan surgawi, dsb.
Respons: Bersyukur atas kasih karunia yang menjadikan kita anak Allah. Mintalah tuntunan Roh Allah yang berkenan tinggal di dalam hidup kita.

Selasa, 23 Juli 2013
BAPA (Roma 8:12-17)
Bilquis Sheikh menuliskan kisah hidupnya dalam buku I Dared to Call Him Father. “Aku tiba-tiba menyadari bahwa Dia mendengarkanku. Sama seperti bapaku di dunia mendengarkanku .... Tiba-tiba aku merasa ada orang lain yang hadir di situ. Dia ada di situ. Aku bisa merasakan hadirat-Nya … Aku merasa seperti gadis kecil yang duduk di pangkuan Bapanya,” demikian ia menulis. Kenyataan bahwa ia bisa memanggil Allah dengan sebutan Bapa membawa Bilquis merasakan kasih-Nya yang luar biasa.
Rasul Paulus, dalam suratnya kepada jemaat di Roma juga membukakan betapa luar biasanya hal ini. Ia menulis bahwa orang-orang kristiani yang dipimpin oleh Roh Allah adalah anak-anak  Allah (ayat 14), dan sebagai anak, kita bisa memanggil-Nya dengan sebutan Bapa. Perhatikanlah berkat Bapa bagi anak-anak-Nya. Pertama, kita diberi kemampuan untuk mematikan perbuatan-perbuatan daging (ayat 13). Itu artinya kita diberi kesanggupan untuk menolak dosa, berkata tidak terhadap pencobaan. Kedua, kita tidak lagi menerima roh perbudakan yang membuat kita takut (ayat 15). Ketiga, kita adalah ahli waris dari janji-janji Allah (ayat 17). Berkat-berkat yang hebat dari Bapa yang hebat!
Seberapa sering kesadaran bahwa kita punya Bapa di surga mewarnai kehidupan kita sehari-hari? Kerap kita mengalah pada dosa, berputar-putar dalam ketakutan dan kekhawatiran hidup di dunia. Kita perlu lebih sering mengingat identitas kita sebagai anak Allah. Dan, biarlah rasa hormat dan sukacita mengalir deras di hati setiap kali secara sadar kita memanggil-Nya sebagai Bapa. (GS)
MEMANGGIL TUHAN DENGAN SEBUTAN BAPA ADALAH HAK ISTIMEWA ANAK-ANAK-NYA

Rabu, 24 Juli 2013
MENJADI ANAK-ANAK ALLAH (Roma 8:12-17)
Orang yang percaya kepada Allah dan menerima karya Kristus di salib telah mengalami pengampunan dosa dan diberi kuasa menjadi anak-anak Allah (Yoh 1:12). Kita menjadi anak-anak Allah berdasarkan pengangkatan dari Allah sendiri oleh karena karya Anak sulung Allah, yaitu Kristus (Rm 8:23)
Apa yang menjadi bukti bahwa kita adalah anak-anak Allah? Roh Kudus akan memberi kesaksian di dalam hati kita bahwa kita adalah anak-anak Allah (ayat 16). Roh Allah menolong kita untuk mampu dan berani menyapa Allah sebagai Bapa kita (ayat 15). Kita tidak takut lagi karena dosa-dosa kita sudah diampuni. Bukti lain bahwa kita adalah anak-anak Allah yaitu kita mampu untuk hidup tanpa dikendalikan lagi oleh keinginan daging (ayat 13). Sebaliknya Roh Allah menjadi pemimpin hidup kita (ayat 14) untuk menghasilkan buah-buah kebenaran (Gal 5:22-23).
Sebagai anak-anak Allah, kita mengetahui bahwa kita adalah ahli waris Allah, yaitu orang-orang yang berhak menerima segala janji Allah (ayat 17). Janji apa sajakah itu? Yaitu suatu hari kelak kita akan menikmati kemuliaan bersama dengan Kristus di surga, walaupun saat di dunia yang fana ini kita masih mengalami berbagai penderitaan (ayat 19-24).
Kita dikuatkan dan dimam-pukan untuk berani menghadapi kesengsaraan hidup dalam kefanaan tubuh karena keyakinan kita pada janji Allah bahwa suatu hari kelak kita akan dibebaskan dari belenggu penderitaan yang memenjara tubuh kita. Dalam situasi yang sangat sulit, Roh Kudus akan menolong kita mengung-kapkan keluhan yang tak terucapkan di dalam doa (ayat 26).
Semua ini merupakan bukti bahwa Allah telah memilih dan menetapkan kita sebagai anak-anak-Nya. Tidak ada hal apapun yang terjadi dalam kehidupan kita, yang luput kendali Allah. Justru sebenarnya lewat berbagai pengalaman yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup kita, kita belajar mengalami dan menikmati karya Allah serta mencicipi kemuliaan-Nya. Cicipan kemuliaan itu semakin terasa saat kita bersekutu dengan sesama anak Allah. Di dalam persekutuan itu iman kita semakin diteguhkan, pengharapan kita semakin fokus ke depan, dan kasih kita makin mewujud dalam keseharian kita.

Kamis, 25 Juli 2013
SETIAP ANAK BERHARGA (Markus 9:33-37)
Seorang gadis kecil menghabiskan setengah dari hidupnya dalam suasana perang di Kamboja. Ia ditinggalkan di jalanan, hidup dalam kemiskinan dan hampir tidak pernah mendapatkan kasih sayang.
Kehidupannya berubah setelah Paul dan Linda Zwart mendengar kisah tentang gadis itu dan hendak mengadopsinya. "Kami menggumulkan hal itu dalam doa," kata Paul kepada wartawan surat kabar.
Selama lebih dari dua tahun, keluarga Zwart berusaha membawa gadis yang mereka namai Caitlin ini untuk tinggal di rumah mereka di Holland, Michigan. Mereka telah banyak menulis tentang gadis itu dan menyebarkannya ke mana-mana. Pada tahun 1996, mereka pergi ke Kamboja, berharap dapat bertemu si gadis, namun mereka harus pulang dengan tangan hampa. Namun mereka terus-menerus berdoa.
Pada akhir tahun 1997, Paul kembali melakukan perjalanan ke Kamboja dan melewati minggu-minggu yang berat untuk menemukan Caitlin. Namun akhirnya Linda yang waktu itu berada di Holland, mendapat telepon dari Paul. Katanya, "Coba tebak, siapa yang ada bersamaku saat ini?" Betapa bahagianya keluarga itu. Paul dan Caitlin sampai di rumah pada malam Natal.
Betapa berharganya seorang anak. Setiap anak sangat berharga untuk dipelihara dengan benar. Entah anak itu adalah anggota keluarga kita atau anak yang mulanya tidak kita kenal, yang jelas setiap anak berharga di hadapan Allah. Mereka membutuhkan kasih sayang. Mereka membutuhkan pengenalan akan Yesus, Pribadi yang dengan perkataan dan perbuatan-Nya mengajarkan kepada kita tentang betapa berharganya seorang anak (Markus 9:36-37). (JDB)
MUNGKIN INVESTASI ANDA YANG TERBESAR ADALAH MENOLONG SEORANG ANAK KECIL

Jumat, 26 Juli 2013
MENDIDIK ANAK  (1 Samuel 2:12-26)
Film Horsemen yang beredar di Indonesia pada September 2009, berkisah tentang seorang detektif yang bernama Aidan Breslin. Istrinya telah meninggal dan ia harus mengurus dua anaknya sendirian. Kesibukannya dalam pekerjaan membuat ia jarang sekali punya waktu buat kedua anaknya. Apalagi ketika ia ditugaskan untuk menyelidik kasus pembunuhan sadis di kotanya. Akhir kisah, Breslin berhasil mengungkap kasus pembunuhan tersebut yang ternyata bersumber pada anak-anak yang kehilangan perhatian dan kasih sayang orangtuanya. Tragisnya, Alex, anak sulungnya, ternyata juga terlibat.
Dalam kasus yang berbeda, Eli mengalami hal serupa. Anak-anaknya hidup bergelimang dosa. Alkitab menyebut mereka orang-orang dursila (ayat 12). Tampaknya kesibukan Eli sebagai imam bagi bangsa sebesar Israel dengan berbagai tuntutan dan persoalannya, telah begitu banyak menyita waktu dan tenaga Eli. Sehingga, ia tidak lagi dapat memantau anak-anaknya. Ia hanya mendengar dari orang lain tentang perbuatan mereka (ayat 23). Kerap kali sebagai orangtua, kita hanya fokus pada kebutuhan materi anak-anak. Padahal kebutuhan rohani, berupa waktu bersama dan perhatian, tidak kalah penting.
Selain itu, rupanya Eli juga tidak tegas kepada anak-anaknya. Ketika tahu bahwa anak-anaknya telah berbuat dosa, ia tidak mendisiplin mereka (1 Samuel 3:13). Tidak sedikit orangtua karena berbagai alasan, enggan untuk mendisiplin anak-anaknya. Akibatnya, tindakan mereka menjadi tidak terkendali. Semoga kita belajar dari kisah Eli dan anak-anaknya itu, sehingga kita pun tidak melakukan kesalahan yang sama pada anak-anak kita .(AYA)
SALAH SATU PEMBERIAN TERBAIK ORANGTUA BUAT ANAK-ANAKNYA ADALAH WAKTU BERSAMA

Sabtu, 27 Juli 2013
MENJADI ANAK BAIK  (1 Samuel 15:10-23)
Ketika Ratu Victoria masih kecil, ia tidak menyadari bahwa di kemudian hari ia akan mewarisi takhta kerajaan Inggris. Para guru yang bertugas menyiapkan dirinya menghadapi masa depan merasa frustrasi, karena mereka tidak dapat menumbuhkan motivasi kepadanya. Ia tidak mau belajar dengan sungguh-sungguh. Akhirnya, para gurunya memutuskan untuk memberi tahu bahwa suatu hari ia akan menjadi ratu Inggris. Setelah mendengar tentang hal ini, Victoria kemudian dengan tenang berkata, "Kalau begitu saya akan jadi anak yang baik." Kesadaran bahwa ia akan mewarisi panggilan mulia ini memberinya rasa tanggung jawab yang memengaruhi tingkah lakunya secara mendalam semenjak hari itu dan seterusnya.
Bacaan Kitab Suci kita pada hari ini menceritakan bagaimana Saul telah dipilih dari antara bangsa Israel untuk menjadi raja yang diurapi (1 Samuel 15:17). Allah Yang Mahakuasa telah memberikan kehormatan besar kepadanya dengan menempatkannya sebagai pemimpin umat-Nya yang terpilih. Akan tetapi Saul tidak memedulikan perilaku yang seharusnya menyertai panggilannya yang mulia tersebut. Jika ia peduli, tentu ia tidak akan mengambil jarahan perang seakan-akan ia seorang pemimpin gerombolan terlarang (ayat 19).
Sebagai orang percaya, kita adalah anak-anak Allah dan ahli waris bersama-sama dengan Kristus (Roma 8:16,17). Kita memiliki panggilan yang mulia. Ingatlah selalu akan siapa diri kita yang sebenarnya. Hal ini akan membantu kita berkata seperti Victoria, "Saya akan menjadi anak baik". (HVL)
ANAK RAJA AKAN INGIN MENUNJUKKAN PERILAKU YANG PANTAS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar