RENUNGAN SEPANJANG MINGGU
Senin, 11 Februari 2013
SIBUK=KEMATIAN HATI (2Timotius 3:1-9)
Sibuk adalah kata yang akrab menemani perjaanan hidup manusia di abad ini. Banyak orang terjebak dalam kesibukan yang menggunung. Pekerjaan kantor yang terus menumpuk dan tanggung jawab yang semakin besar menjadi dalih pembenaran.
Di banyak tempat, hampir setiap hari orang "berkelahi" dengan waktu. Akibatnya, orang tidak lagi memiliki waktu untuk diri sendiri, keluarga, apalagi untuk Tuhan. Waktunya telah habis dalam perjalanan. Konsekuensinya, dalam keluarga pun anak memberontak kepada orangtua yang sudah sekian lama kurang memerhatikan mereka.
Sibuk menjadi kata yang semakin populer di tengah masyarakat. Dalam aksara Cina, kata "sibuk" berarti "kematian hati" atau "hati yang mati". Ya, kesibukan cenderung membuat orang "mati rasa". Ia mencuri dan merampas hal yang berharga dalam hidup kita, yakni kepekaan. Orang yang sibuk bisa kehilangan kepekaan terhadap Tuhan dan sesama. Lebih parah lagi, orang yang sibuk lama-kelamaan bisa menjadi egois tidak lagi peduli pada manusia di luar dirinya.
Rasul Paulus mengingatkan anak didiknya, Timotius yang masih muda. Paulus membukakan tentang kondisi manusia akhir zaman kepada Timotius. Kondisi di mana manusia akan "mencintai dirinya sendiri [egois], menjadi hamba uang, membual, menyombongkan diri, menjadi pemfitnah, berontak terhadap orangtua, tidak tahu berterima kasih, dan tidak memedulikan agama" (2Timotius 3:2). Sebagai anak Tuhan, mari kita latih kepekaan rohani dalam mencermati tanda zaman, agar tidak terjebak dalam kematian hati. (MZ)
BERHATI-HATILAH SAAT KITA MULAI MENGKLAIM DIRI SIBUK. DALAM KESIBUKAN-NYA, YESUS MASIH BISA BERDOA
Selasa, 12 Februari 2013
RELIGIOSITAS SEMU. (2Timotius 3:1-9)
Kini Paulus menempatkan nasihatnya kepada Timotius dalam perspektif sejarah. Zaman ketika Timotius melayani sudah merupakan zaman akhir. Meskipun dalam perikop sebelumnya ada harapan agar mereka yang tersesat bisa bertobat, Paulus menyatakan bahwa Timotius seyogyanya mengerti situasi yang terjadi: manusia akan menjadi tambah jahat dan pelayanan akan menjadi jauh lebih sulit. Manusia akan menjadi makin cinta diri, sombong, pemberontak, tidak tahu berterima kasih, tidak bisa mengendalikan diri, tidak menyukai yang baik, dst. Mereka tidak mengutamakan mengasihi Allah (Ul 6:4-5), tetapi lebih mencintai kenikmatan pribadi.
Ciri-ciri tersebut di atas memang sebenarnya berlaku untuk manusia secara umum, tetapi secara khusus sangat mengena terhadap para lawan Timotius di Efesus. Paulus memperingatkan Timotius terhadap orang-orang yang memiliki religiositas atau kebaikan agamawi secara lahiriah belaka. Orang-orang macam ini mungkin dapat mengajar dengan baik, hidup rela menderita, tetapi sombong dan tidak mau hidupnya dikendalikan oleh Injil. Religiositas mereka yang palsu dengan demikian merupakan penyangkalan akan kuasa Allah yang sebetulnya merupakan sumber satu-satunya dari kesalehan. Kesalehan mereka adalah kesalahan karena terjadi bukan karena anugerah Allah! Timotius harus menghindari mereka.
Paulus meneruskan dengan memberikan contoh konkret tentang apa yang mereka lakukan. Mereka mempengaruhi wanita-wanita yang lemah imannya, yang kemungkinan kaya dan berpengaruh. Wanita-wanita ini mungkin memiliki dosa di masa lampau, dan mereka bisa membayar ajaran sesat tersebut untuk memberikan jalan keluar yang semu. Namun, kemudian wanita-wanita ini terjerat kembali dalam nafsu mereka dan akhirnya mereka tidak pernah berubah meskipun belajar banyak. Pikiran orang-orang yang menyesatkan dan disesatkan ini telah korup dan akan nyatalah kebodohan mereka.
Renungkan: Cermatilah hidup batiniah Anda. Kesalehan lahiriah, pelayanan, dan niat belajar tidak menjamin iman Anda!
Rabu, 13 Februari 2013
MELAWAN PENGARUH (2Timotius 3:1-9)
Tanpa tedeng aling-aling, begitulah Paulus dalam pembicaraannya ini. Ia sama sekali tidak menyembunyikan fakta mengenai situasi yang akan dihadapi Timotius dalam pelayanannya. Ia menjabarkan segala sesuatunya dengan gamblang. Ironisnya, situasi yang digambarkan Paulus tersebut, bukanlah mengenai orang-orang yang tidak beriman atau tidak mengenal Tuhan.
Yang dibicarakan Paulus adalah orang-orang yang aktif beribadah (ayat 5). Namun hidup keagamaan mereka bagai \'tong kosong yang nyaring bunyinya\'. Mereka memang mengajarkan hal yang baik, dan secara kasat mata, juga melakukan hal yang baik. Akan tetapi, jauh di dalam hati mereka, tersembunyi motivasi yang tidak murni. Sesungguhnya, hidup mereka tidak menunjukkan ketaatan kepada Allah, yang melihat jauh ke dalam dasar hati. Hidup keagamaan mereka bagai tubuh tak bernyawa karena tidak bersumber dalam relasi pribadi dengan Allah, Sang Pemilik Hidup. Orang semacam itu mengasihi diri sendiri, mencintai uang, dan lebih menyukai kesenangan hidup dibandingkan persekutuan dengan Allah (ayat 2). Mereka menentang kebenaran (ayat 8). Namun kita perlu mengingat bahwa hidup keagamaan yang kosong seperti itu tidak akan menghasilkan apa-apa (ayat 9).
Semua karakter yang Paulus jabarkan terdapat pula dalam komunitas Kristen masa kini. Lalu bagaimana kita bisa menangkal pengaruh orang semacam itu? Tentu saja dengan mengandalkan kuasa firman Tuhan. Pastikan bahwa kita telah mengalami transformasi karena Kristus telah memperbarui hidup kita. Yakinkan bahwa kita telah menjadikan firman Tuhan sebagai santapan harian kita. Biarkan Firman Tuhan membentengi kita dari pikiran, sikap, perkataan, dan perilaku yang berdosa. Hiduplah bersekutu dengan Tuhan agar hidup kita dipenuhi dengan Roh Kudus, bertumbuh di dalam karakter, serta menghasilkan buah roh. Inilah cara agar kita tidak terjebak dalam hidup keagamaan yang palsu. Berdirilah tegak melawan si jahat, dan hiduplah bagi Allah saja.
Kamis, 14 Februari 2013
LILIN ATAU BINTANG? (Daniel 12)
Sebagian orang berkata bahwa hidup ini seperti cahaya lilin yang berpendar. Jika lilin itu dimatikan, maka cahayanya hilang untuk selamanya. Mereka percaya bahwa saat kita mengembuskan napas penghabisan, kita akan benar-benar lenyap seolah kita ini tidak pernah ada!
Penulis asal Inggris, Arthur Porritt, memberikan gambaran menyedihkan bagaimana Charles Bradlaugh, seorang ateis, dikebumikan: "Tak ada doa yang dipanjatkankan di makam. Bahkan, tak satu pun kata yang diucapkan. Jenazahnya yang diletakkan dalam peti mati diturunkan ke dalam tanah dengan sembarangan seolah hendak memendam bangkai yang harus cepat-cepat disingkirkan." Porritt berkata bahwa ia pergi dengan "hati yang beku," karena melihat betapa "tidak adanya iman terhadap keberlanjutan hidup manusia setelah mati, yang membuat maut mengalahkannya."
Hidup bukanlah nyala lilin yang berlangsung singkat, yang dapat dipadamkan oleh kematian untuk selamanya. Orang Kristen dapat bersukacita karena Kristus "oleh Injil telah mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa" (2 Timotius 1:10), karena Dia adalah "kebangkitan dan hidup," dan karena "barangsiapa yang percaya kepada-Nya tidak akan mati selama-lamanya" (Yohanes 11:25,26).
Karena kuasa dan anugerah Allah yang ditunjukkan di Kalvari, kita akan menerima tubuh seperti tubuh kebangkitan Kristus, sehingga kita "akan bercahaya. seperti bintang-bintang, tetap untuk selama- lamanya" (Daniel 12:3). Puji Tuhan! Kita bukan hanya lilin yang berpendar sementara, melainkan bintang-bintang yang bercahaya untuk selamanya!. (VCG)
KARENA YESUS HIDUP, KITA PUN AKAN HIDUP
Jumat, 15 Februari 2013
MENJADI MURID TUHAN (1 Tesalonika 4:9-12)
Manakala ditanya tentang bagaimana keadaan saya pada usia delapan puluhan, saya menjawab, “Hidup saya berjalan memuaskan di tengah berbagai kesibukan rutin saya.” Saya mengamati bahwa beberapa teman dan orang-orang yang terdekat dengan saya juga melakukan suatu rutinitas pokok. Mereka dengan setia melakukan pekerjaan mereka, mengurus keluarga, dan melayani di gereja; namun tidak terperangkap dalam pekerjaan yang membosankan Padahal tidak ada yang hebat dalam kehidupan mereka, demikian pula dalam kehidupan saya.
Saya jadi teringat pada seorang negarawan hebat asal Amerika bernama Bernard Baruch yang pernah ditanya pendapatnya mengenai orang yang berkepribadian paling baik abad ini. Dengan sangat bijaksana, di usianya yang ke-94, ia menjawab, “Seseorang yang setia melakukan pekerjaannya setiap hari. Seorang ibu yang mempunyai anak-anak dan harus menyiapkan sarapan mereka, menjaga kebersihan mereka, dan mengantar mereka ke sekolah tiap hari. Seorang tukang sapu yang menjaga jalanan agar tetap bersih. Para pahlawan tak dikenal yang jumlahnya jutaan orang.”
Rasul Paulus juga menekankan pentingnya kesetiaan dalam hidup sehari-hari. Ia meminta agar orang-orang percaya tinggal menetap, menciptakan kehidupan yang tenang, dan memelihara keluarganya masing-masing (1 Tesalonika 4:11; 1 Timotius 5:8).
Sebagian besar dari kita adalah orang-orang Kristen biasa yang menjalani kehidupan rutin. Namun, Allah menghendaki kita untuk menjadi murid-murid-Nya dalam hidup sehari-hari, yang setia dan menghasilkan banyak buah. Mari kita penuhi kerinduan-Nya!. (VCG)
DUNIA MENGUTAMAKAN KESUKSESAN, ALLAH MENGUTAMAKAN KESETIAAN
Sabtu, 16 Februari 2013
MAJU TERUS (Filipi 3:1-16)
Pernahkah Anda merasa kewalahan menghadapi banyaknya tantangan untuk hidup bagi Kristus? Jika pernah, Anda tidak sendiri. Rasul Paulus pun mengalaminya. Dalam 2 Korintus 1:8, ia jujur mengakui bahwa kesulitan-kesulitan yang harus ditanggungnya bersama Timotius di Asia, melebihi kekuatan mereka, sehingga mereka gentar menatap kehidupan. Namun menurut Paulus, mereka dapat memetik pelajaran berharga dari kesulitan tersebut: "supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah" (ayat 9).
Dalam Filipi 3:12-14, Paulus menuliskan lagi langkah hidupnya sebagai orang Kristen, dan mengakui bahwa ia belum sempurna: "Aku . berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah." Ia memandang pergumulannya sebagai "panggilan surgawi dari Allah dalam Kristus Yesus."
Bertahun-tahun yang lalu, sekelompok pria berkebangsaan Inggris berusaha menaklukkan Mt. Everest. Mereka harus menghadapi dinginnya cuaca, angin, badai salju, dan longsoran es. Saat mencapai ketinggian 609 meter, mereka memutuskan untuk berhenti dan berkemah. Dua dari mereka, Mallory dan Irvine, bersikeras untuk terus berjalan, dengan harapan dapat kembali dalam 16 jam. Sayang, mereka tak pernah kembali. Catatan resmi menyatakan: "Terakhir kali terlihat, mereka sedang menggapai puncak."
Apa pun hambatannya, marilah kita terus maju menuju panggilan surgawi Allah, dan percaya kepada Dia, bukan kepada diri sendiri. Di akhir perjalanan hidup kita, kiranya pernyataan ini akan ditujukan pula untuk kita, "Terakhir kali terlihat, mereka sedang menggapai puncak!". (JEY)
TATKALA TEKANAN TERASA BEGITU BERAT, MAJU TERUS!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar