Mimbar Gereja u/Warta 14 Oktober 2012


GIA Sby (Bromo pagi)
Minggu, 07 Oktober 2012
Oleh:  Pdt. Timotius Hogiono

SIAPAKAH SESAMA KITA YANG PALING PENTING
(Lukas 10:25-37)

Perumpamaan Orang Samaria yang baik hati, hanya di catat dalam Kitab Injil Lukas dan tidak terdapat dalam Kitab Injil yang lain. Cerita ini  dimasukkan ke dalam kategori “Example Story” atau kisah keteladanan, karena hal ini didukung adanya suatu fakta bahwa kepedulian orang Samaria dalam perumpamaan ini di pakai sebagai contoh bagaimana mengasihi sesama manusia.
Kisah perumpamaan ini dapat dibagi menjadi 2 bagian penting:
  1. Suatu pernyataan yang berkaitan dengan hidup yang kekal (ayat 25-29). Perumpamaan ini diawali dengan pertanyaan dari seorang ahli Taurat yang hendak mencobai Tuhan Yesus dalam suatu perjalanan ke Yerusalem. Siapakah sesunguhnya ahli Taurat ini? Ahli Taurat tersebut adalah seorang yang memahami dan terampil dalam menafsirkan hukum Taurat. (Yunani=Nomikos / ahli hukum / ahli kitab). Dalam cerita ini ahli Taurat itu berdiri dan mengajukan sebuah pertanyaan kepada Tuhan Yesus (ayat 25), dengan tujuan untuk mencobai Tuhan Yesus atau menguji sejauh mana wawasan Tuhan Yesus mengenai Kitab suci juga di sisi lain bertujuan untuk menjatuhkan reputasi Tuhan Yesus sebagai seorang pemimpin Rohani. Namun dengan hikmat Ilahi, Tuhan Yesus sanggup memberikan jawaban Firman Tuhan yang sangat tepat dan menyentuh hati sang ahli Taurat itu. Pada terakhir kalinya ahli Taurat itu kembali bertanya dan berusaha membenarkan dirinya dengan pertanyaan “Dan siapakah sesamaku manusia”? (ayat 29). Kemudian Tuhan Yesus menjelaskan dan menjawab pertanyaan itu dengan sebuah perumpamaan.
  2. Panggilan untuk menjadi sesama (ayat 30-37). Pada zaman Tuhan Yesus jalan dari Yerusalem ke Yerikho terkenal sebagai jalan yang berbahaya dan banyak kesulitan untuk dapat melewatinya. Sehingga waktu itu orang sering menyebut dengan istilah “Jalan Darah”. Jalan Yerusalem ke Yerikho sejauh 17 mil yaitu jalan yang melalui padang pasir, jalan yang berbatu-batu sehingga memungkinkan para perampok bersembunyi di tempat itu. Dalam perumpamaan ini di ceritakan ada 2 orang tokoh yang terkenal dalam masyarakat keagamaan Yahudi yaitu:
  • Iman adalah seorang keturunan Harun yang bertugas menyampaikan kehendak Allah, mengajar umat Allah dan mempersembahkan korban di bait Allah.
  • Lewi, adalah seorang dari suku Lewi yang berperan sebagai pelayan kemah suci dalam Perjanjian Lama, namun dalam Perjanjian Baru mereka membantu pelayanan di bait Allah.
Karakter dari kedua tokoh ini adalah pribadi yang menjadi panutan didalam konteks keagamaan Yahudi. Namun keduanya telah gagal memberikan contoh yang tepat terhadap kepedulian nasib orang lain yang membutuhkan pertolongan. Mereka berdua melihat orang yang membutuhkan pertolongan itu tergeletak di pinggir jalan, namun keduanya melewati begitu saja (ayat 31-32).
Tidak lama kemudian datanglah seorang Samaria yang juga melewati jalan itu. (ayat 33). Siapakah sesunguhnya orang Samaria ini? Orang Samaria ini adalah orang-orang peranakan dari keturunan Yahudi yang telah menempati tanah Israel selama orang-orang Yahudi di dalam pembuangan. Orang orang Yahudi asli sangat membenci keberadaan orang Samaria ini, bahkan lebih dari itu dianggap sebagai musuhnya.
Dalam cerita ini dikisahkan bagaimana orang Samaria ini memberikan pertolongan kepada orang yang menderita itu karena hatinya digerakkan oleh belas kasihan (ayat 33). Sikap ini menunjukkan bagaimana orang Samaria itu menunjukkan rasa belas kasihan yang sangat mendalam sekali, mungkin rasa empati yang sangat mendalam yang akhirnya menghasilkan suatu tindakan untuk memberikan pertolongan sampai tuntas. Di akhir cerita ini Tuhan memberikan pertanyaan pada si ahli Taurat (ayat 36). Petanyaan ini sangat penting karena Tuhan Yesus tidak bertanya siapa sesamanya yang menderita tetapi siapakah diantara ketiga orang tersebut yang menjadi contoh sebagai seorang sesama? Dan sebagai jawabannya dia menjawab “orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya” Kembali Tuhan Yesus memberikan perintah untuk pergi dan berbuat seperti yang dia ketahui (ayat 37)
Dari Perumpamaan ini kita belajar tentang kasih yang bukan hanya sekedar perkataan tetapi suatu tindakan dan harus dilakukan tanpa mempertimbangkan siapapun objeknya yang harus kita tolong. Bagaimana dengan sikap kita selama ini terhadap sesama kita yang lain? Tuhan memberkati.


Diringkas oleh: Pdt. Susi Raswati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar