Renungan Harian 13-18 Juni 2011

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 13 Juni 2011
KEMENANGAN DI ATAS KEMENANGAN (Mazmur 13)

Setiap orang yang dikejar-kejar musuh akan mengalami ketakutan, kecemasan, kebingungan, kuatir, dan segala macam perasaan lainnya yang mencekam, terlebih lagi bila musuhnya pasti dapat mengalahkannya. Di saat seperti itulah, ia membutuhkan pertolongan yang tidak terlambat Bagaimana dengan pemazmur, apakah ia juga sedang dalam keadaan demikian?
Di awal mazmur ini kita dapat membayangkan kondisi pemazmur yang sedang berteriak kepada Allah (ayat 1-2) karena himpitan musuhnya. Satu hal yang patut kita teladani adalah bahwa ia datang dan mengadukan halnya kepada TUHAN. Dua ayat pertama diawali dengan kata-kata: `berapa lama lagi', menunjukkan bahwa ia sedang menantikan uluran pertolongan tangan Tuhan. Mungkin untuk kesekian kalinya ia berteriak kepada Tuhan, tetapi walau nampaknya tidak segera mendapatkan jawaban, pemazmur tidak segera beralih kepada selain Tuhan yang akan segera memberikan pertolongan.
Mengapa ia tidak mau beralih kepada yang lain? Karena keyakinannya hanya kepada Tuhan, Allahnya (ayat 4). Bagi pemazmur, hanya Tuhan yang dapat membuat matanya bercahaya, sehingga tetap siaga dan waspada menghadapi musuh dan lawannya (ayat 5). Maka ia pun yakin bahwa musuh-musuhnya tidak akan berkata bahwa mereka telah mengalahkannya atau lawan-lawannya bersorak-sorak karena ia goyah (ayat 5).
Walaupun mazmur ini diawali dengan ratapan, tetapi diakhiri dengan tekad iman yang teguh, karena ia percaya kepada kasih setia Tuhan yang menyelamatkannya (ayat 6). Ia yakin bahwa Tuhan tidak pernah berubah, maka ia akan menyanyi bagi Tuhan karena kebaikan-Nya nyata dalam hidupnya (ayat 6). Iman pemazmur telah membawa kemenangan, bukan hanya kemenangan fisik tetapi yang lebih penting adalah kemenangan iman atas musuh- musuhnya. Bukan kelepasan dari musuh yang menjadi dasar sorak-sorai keselamatan dan nyanyian kemenangan, melainkan imannya yang jelas dan teguh kepada Tuhan, Allah yang penuh kasih setia dan kebaikan. Inilah kemenangan di atas kemenangan.
Renungkan: Siapa pun musuh Anda saat ini, bukanlah penentu kekalahan atau kemenangan Anda, karena kemenangan di atas kemenangan hanya dialami bila Anda mau memandang-Nya dengan kacamata iman.

Selasa, 14 Juni 2011
TUHAN TIDAK MELUPAKAN ANDA (Mazmur 13)

Pemazmur mengalami tekanan penderitaan begitu hebat, bagaikan seorang yang sedang sakit keras, hampir mati (ayat 4b). Penderitaan itu begitu berat bagi si pemazmur sampai seakan-akan Tuhan melupakan dia (ayat 2). Penderitaan yang dialami orang beriman menjadi teramat berat seolah lebih berat daripada yang ditanggung oleh orang tidak beriman, sebab kesungguhan imannya dan kenyataan yang diimaninya diuji kesejatiannya (ayat 3-5). Bagaimana memahami bahwa Allah mahakasih apabila orang yang beriman kepada-Nya dibiarkan menderita?
Namun, di tengah pergumulan itu, keyakinan si pemazmur tidak sampai goyah. Pemazmur percaya kepada kasih setia Tuhan, bahwa Tuhan menyelamatkan dan baik kepadanya (ayat 6). Di dalam penderitaan berkepanjangan itu, pemazmur belajar berseru bertalu-talu kepada Allah. Imannya dilatih untuk percaya teguh meski belum melihat (ayat 6). Pengharapannya dilatih agar mendoakan kepentingan kemuliaan Allah dan bukan kepentingan kenyamanannya sendiri (ayat 4,5). Melalui Mazmur ini kita sedikit beroleh kejelasan mengapa Tuhan tidak segera bertindak dalam kesempitan hidup kita. Justru karena ingin menyatakan kemuliaan-Nya lebih besar dan karena ingin kita mengenal Dia lebih dalam, Allah bertindak demikian.
Renungkan: Tatkala penderitaan membuat kita seolah ada dalam kesenjangan dari hadirat Allah, Allah sedang melatih iman dan harap kita untuk melihat dan melangkah lebih jauh.
Rabu, 15 Juni 2011
TETAP PERCAYA WALAU GOYAH (Mazmur 13)

Seorang hamba Tuhan pernah berpesan agar jangan pernah mengandalkan perasaan karena perasaan berubah-ubah sesuai situasi. Sebaliknya, kita harus berpegang teguh dalam iman kepada fakta bahwa Tuhan penuh kasih dan setia. Namun tidak dapat disangkal bahwa perasaan seringkali begitu mendominasi sebagian anak Tuhan sehingga fakta-fakta iman kabur bahkan menghilang.
Itulah yang dialami pemazmur. Perasaan kuat yang mendominasi dirinya adalah Tuhan melupakan dan mengabaikan dirinya sama sekali. Sampai empat kali ia berseru kepada Tuhan, "Berapa lama lagi ...?" (ayat 2-3). Tuhan seakan membisu, tidak peduli dan masa bodoh kepadanya. Perasaan-perasaan yang bukan sesaat atau sementara, tetapi yang terus-menerus dirasakannya secara manusiawi membawanya pada depresi dan bahaya kehilangan iman. Kata "goyah" yang dipakai di ayat 5 kurang kuat untuk menggambarkan goncangan bak gempa bumi atau tsunami yang membongkar hancurkan segala sesuatu sampai ke dasarnya. Perasaan tertekan itu makin kuat ditambah cemoohan para musuh dan sorak-sorai para lawan yang melihat si pemazmur tanpa daya dan sedikit lagi hancur (ayat 3b, 5).
Namun justru dalam kegoncangan dahsyat seperti itu, iman pemazmur bangkit. Bukankah seruan "putus asa" yang ditujukan kepada Tuhan merupakan tanda iman yang pantang menyerah apalagi mati (ayat 4)? Kepastian iman bukan lahir dari kekuatan mental ataupun berpikir positif, melainkan anugerah dari Tuhan sendiri yang kasih setia-Nya tidak pernah berakhir dalam menjawab umat-Nya (ayat 6).
Saat putus asa melanda hidup Anda karena merasa Tuhan tidak kunjung menjawab, saat itulah Anda perlu berseru seperti pemazmur. Ingat segala kebaikan Tuhan pada masa lampau. Tolaklah segala hasutan Iblis bahwa Tuhan sudah melupakan Anda. Lawanlah godaan untuk berpaling pada alternatif lain. Yakinlah bahwa Tuhan akan membuat Anda bersorak karena penyelamatan-Nya berlanjut!

Kamis, 16 Juni 2011
BERAPA LAMA LAGI, TUHAN? (Mazmur 13)

Mungkin judul di atas mewakili pertanyaan kita saat menantikan pertolongan Tuhan yang tak kunjung tiba, dengan perasaan tertekan. Pemazmur memang merasa tertekan. Empat pertanyaan berturut-turut dia ajukan sebagai pertanyaan retoris, yang tidak membutuhkan jawaban, melainkan hanya sebuah penegasan akan kedaruratan situasi yang dia alami. Dua pertanyaan pertama menegaskan ketidakhadiran Tuhan (2) sebagai penyebab kekhawatiran dan kesedihan pemazmur. Dua pertanyaan berikut mengisahkan keberanian para musuh untuk menekan dia (3). Sungguh suatu tuduhan yang berani.
Namun si pemazmur tidak berhenti hanya pada keluhan. Pemazmur melanjutkan dengan tiga permohonan serius (4). Ia minta Tuhan memperhatikan, menjawab, dan membangkitkan pengharapannya. Dua alasan disampaikan. Pertama, kalau Tuhan tidak menolong maka ia akan mati (4b). Kedua, kalau ia mati maka musuh akan menyombongkan diri dengan kemenangan (5).
Sebagaimana tipikal mazmur keluhan, pemazmur menutup mazmurnya dengan suatu sikap yang optimis. Pemazmur yakin, sebagaimana kasih setia Tuhan sudah pernah ia rasakan maka ia akan mengalaminya lagi. Maka pemazmur bertekad memuji Tuhan dan memercayakan hidupnya sepenuhnya kepada Tuhan (6).
Seberapa jauh kita bisa meniru pemazmur ketika persoalan menimpa bertubi-tubi dan sepertinya Tuhan tidak peduli kepada kita? Keberanian pemazmur "mempersalahkan" Tuhan bukan suatu kekurangajaran melainkan kejujuran saat ia tidak mengerti. Kita bersyukur kepada Tuhan, karena ada Yesus yang menjadi Imam Besar kita, yang pernah mengalami semua pergumulan manusia (Ibr. 2:17-18; 4:14-16). Kita tidak perlu "mempersalahkan" Tuhan, sebab di dalam Yesus semua pergumulan kita dimengerti. Dalam hikmat dan waktu-Nya, Dia akan menyelesaikan-Nya.

Jumat, 17 Juni 2011
ALLAH ITU KASIH (1Yohanes 4:7-21)

Seorang petani menempatkan sebuah penunjuk arah angin di atas gudangnya dengan tulisan "Allah itu kasih." Suatu hari seorang pelancong berhenti di dekat tanah pertanian itu dan melihat penunjuk arah angin tersebut yang bergerak karena hembusan angin. Dengan wajah menyeringai pelancong itu bertanya, "Apakah Anda bermaksud mengatakan bahwa Allah dapat berubah-ubah arah seperti angin?"
Petani itu menggeleng dan menjawab, "Tidak. Saya bermaksud mengatakan bahwa tak peduli ke mana angin berhembus, Allah itu tetap kasih!"
Pernyataan "Allah itu kasih" secara tak langsung mengungkapkan arti lebih dari sekadar bahwa Allah menunjukkan kasih-Nya tanpa dibatasi lingkungan. Pernyataan itu berarti bahwa kasih adalah hakekat dari karakter Allah. Kita tidak akan pernah dapat menduga kedalaman kasih Allah--bahkan dalam keabadian sekalipun. Namun Yohanes menunjukkan bahwa kita dapat mulai memahami hal tersebut jika kita memandang kepada salib (1Yohanes 4:9-10). Saat kita melihat Kristus mati di sana karena kita, sekilas kita dapat menangkap betapa mulia hati Allah yang penuh kasih itu.
Yohanes menjelaskan bahwa jika Allah itu kasih, anak-anak-Nya seharusnya juga serupa dengan-Nya (ayat 11-21). Konsekuensinya, jika tak ada kehangatan dalam hati kita terhadap saudara seiman, jika kita tak tergetar oleh nama Yesus yang agung, mungkin realita pertobatan yang kita alami perlu dipertanyakan.
Apakah kita sudah memahami dan mencerminkan kasih Allah? [HGB]
SESEORANG YANG MENGENAL KASIH ALLAH AKAN MENCERMINKAN KASIH-NYA

Sabtu, 18 Juni 2011
DIA TETAP SETIA (Yohanes 15:9-15)

Pernahkah Anda dikhianati oleh seorang sahabat? Dikhianati oleh seseorang yang begitu dekat dan kita percayai? Tentu, itu sangat menyakitkan. Inilah yang dialami Yesus di hari-hari terakhir-Nya berada di dunia. Dan bila menyimak kisah-Nya, sukar bagi kita untuk memahami sepenuhnya kasih Yesus. Betapa tidak? Dia sudah tahu bahwa Yudas akan menjual-Nya, tetapi Dia masih mau memperingatkan tentang niatnya yang jahat. Dia juga masih memberi tempat dan kesempatan kepada Yudas untuk menerima roti Perjamuan Malam terakhir (Yohanes 13:26). Bahkan lebih dari itu, kasih-Nya tidak mencegah Yudas untuk melanjutkan apa yang sudah ia rencanakan (Yohanes 13:27). Dan sebagai balasannya, Yudas tetap tega mencium Gurunya agar jangan sampai terjadi salah tangkap di Taman Getsemani malam itu!
Menjelang perpisahan-Nya dengan para murid, Yesus tidak lagi menyebut mereka hamba, tetapi sahabat-sahabat-Nya (Yohanes 15:15). Namun, bagaimanakah sikap-Nya saat semua sahabat-Nya itu lari meninggalkan-Nya? Yesus tetap mengasihi mereka. Bahkan, kepada Petrus yang akhirnya benar-benar menyangkali Dia meski telah diperingatkan, Yesus masih membuka tangan lebar-lebar untuk merehabilitasinya (Yohanes 21:15-17). Yesus, Sang Sahabat Sejati, tak pernah meninggalkan sahabat-Nya, bahkan yang telah berubah setia daripada-Nya. Adakah kita memiliki sahabat yang begitu setia seperti Dia?
Dengan Roh Kudus-Nya, Dia akan tetap dekat dengan kita, anak-anak-Nya! Dia bahkan hanya sejauh doa, sebab Dia bersama kita untuk selamanya. Puji Tuhan!. (CC)
JIKA KITA TIDAK SETIA, DIA TETAP SETIA, KARENA DIA TIDAK DAPAT MENYANGKAL DIRI-NYA (2 TIMOTIUS 2:13)

1 komentar: