Renungan 02 April 2010

PENDERITAAN DI SALIB
(Yesaya 53)

Sebagai orang kristiani, kita pasti memahami makna rohani pengorbanan Kristus di bukit Kalvari. Namun, kita dapat dengan mudah melupakan penderitaan hebat yang ditanggung Kristus di sana. Hal yang paling buruk pada peristiwa itu adalah keterpisahan-Nya dengan Bapa. Namun, penderitaan jasmani yang dialami-Nya pun sangat mengenaskan, di luar akal manusia.
Dalam bukunya Dare To Believe, Dan Baumann membagikan beberapa pemikiran yang dapat memperdalam syukur kita terhadap tindakan Juruselamat bagi kita. “Kita mungkin pernah secara tidak bijaksana, atau kadang tidak sadar, telah membuat salib menjadi barang mewah. Berbagai perhiasan dan menara salib memang indah dan menarik, tetapi tidak menampakkan makna penyaliban yang sebenarnya. Penyaliban adalah metode hukuman mati yang terberat pada abad pertama. Sang terhukum disandarkan pada kayu salib. Paku ... ditancapkan pada kedua tangan dan kaki sang terhukum, kemudian salib itu ditegakkan dan dipancangkan ke tanah. Itu membuat daging orang yang disalib terkoyak dan menyiksanya dengan rasa sakit yang amat mengerikan. Para sejarawan mengingatkan bahwa para prajurit yang melakukan penyaliban pun ngeri dengan penyaliban itu, sehingga mereka sering menenggak minuman keras untuk mematikan perasaan mereka.”
Dengan ingatan yang jelas akan penderitaan jasmani Sang Juruselamat, marilah kita mengucap syukur kembali atas pengorbananNya di Kalvari. Dia begitu mengasihi kita, sehingga rela mati bagi kita sekalipun kematian-Nya di kayu salib mengerikan. (RDH)

PENGORBANAN KITA TIDAK PERNAH CUKUP
BAGI DIA YANG MENGORBANKAN SEGALA MILIKNYA UNTUK KITA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar