Renungan Harian 11 - 16 Mei 2015

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 11 Mei 2015
KUALITAS VS JABATAN (Galatia 2:1-10)
Semua orang ingin dihormati sesuai dengan posisi atau jabatan yang disandangnya walaupun kedudukan itu bukan diperolehnya karena suatu prestasi. Seharusnya, prestasi atau kualitas kerjalah yang menentukan tinggi rendahnya kedudukan seseorang di tempat kerja.
Paulus memperjuangkan pengakuan atas kerasulannya tidak berdasarkan posisinya sebagai rasul, tetapi berdasarkan kualitas pelayanannya. Bagi Paulus, pengakuan akan posisinya sebagai rasul bukan hal yang terpenting. Ia jauh lebih menghargai kehormatan yang dipercayakan kepadanya untuk memberitakan Injil. Baginya, pengakuan Kristus terhadap kerasulannya jauh lebih tinggi atau lebih sah dibandingkan pengakuan dari manusia. Rasul Paulus tidak mundur dari pelayanan walaupun pengakuan akan jabatan kerasulannya masih diperdebatkan oleh kaum Yahudi yang memperjuangkan legalitas hukum Taurat. Ia menempatkan posisi Injil di atas segala peraturan manusia yang membelenggu sehingga ia mengabaikan desakan agar kewajiban bersunat diberlakukan bagi orang percaya bukan Yahudi. Kebenaran Injil yang sekarang menjadi patokan moral dan iman bagi setiap orang percaya.
Bagaimana dengan kita, apakah kita mengejar kualitas atau hanya sekadar posisi? Di negeri ini banyak orang berlomba mengejar posisi dengan menghalalkan segala cara, mulai dari main suap sampai memakai ijazah palsu. Jangan terhanyut arus. Ingatlah, kualitas pribadi akan kita bawa sampai mati, sedangkan posisi bisa tumbang sewaktu-waktu jika tidak ditunjang oleh kualitas pribadi
KARAKTER YANG BERKUALITAS AKAN MENJADI PENOPANG YANG TEGUH
BAGI KEDUDUKAN DAN PENCAPAIAN YANG MENJULANG

Sumber : http://www.renunganharian.net/2013/34-februari/552-kualitas-vs-jabatan.html

Selasa, 12 Mei 2015
GEREJA SEJATI MENDUKUNG PI (Galatia 2:1-10)
Misi pengabaran Injil adalah tugas gereja. Itu sebabnya, setiap badan misi harus bekerja sama dengan gereja. Sebaliknya, gereja harus mendukung upaya pribadi-pribadi Kristen dalam menyaksikan Kristus kepada orang lain.
Sejak pertobatannya, Paulus sudah giat mengabarkan Injil, terutama kepada bangsa-bangsa nonyahudi. Ia telah menghasilkan banyak petobat baru dan banyak gereja selama belasan tahun. Namun, Paulus sadar bahwa pengabaran Injil bukan tugas pribadi semata-mata melainkan tugas gereja. Itu sebabnya, ia berkunjung ke Yerusalem untuk mendapatkan dukungan dari gereja dan tokoh-tokoh Kristen di sana, "supaya jangan dengan percuma aku berusaha atau telah berusaha" (ayat 2). Maksudnya agar gereja yang terdiri dari orang-orang nonyahudi (Antiokhia) disambut ke dalam persekutuan dengan gereja Yerusalem. Paulus konsisten dengan tugas pengabaran Injil dan dengan tegas menolak upaya memasukkan unsur-unsur budaya Yahudi yang pada hakikatnya membelenggu kebebasan yang dihasilkan Injil sejati (ayat 4-5). Injil harus kontekstual dengan masyarakat di mana Injil itu diberitakan. Itu sebabnya ia membawa Titus yang tidak bersunat sebagai bukti hasil pelayanannya itu (ayat 3). Reaksi gereja di Yerusalem menggembirakan. Para pemimpin gereja terbuka melihat panggilan pelayanan Paulus kepada bangsa-bangsa nonyahudi sama seperti panggilan pelayanan Petrus untuk bangsa Yahudi (ayat 6-8). Gereja mendukung penuh pengabaran Injil kontekstual Paulus (ayat 9).
Tugas gereja bukan menghalang-halangi, sebaliknya mendukung, memperlengkapi, dan mengutus umat Tuhan untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa di dunia ini. Injil sejati harus diberitakan tanpa embel-embel atau muatan budaya lain yang hanya akan menghambat iman sejati
Doakan Agar Tuhan menggerakkan gereja-gereja yang belum menjadikan misi sebagai prioritas utama program kerja mereka menjadi agen-agen penyalur kuasa dan kasih Allah kepada dunia ini.
TUHAN YESUS BERKATA “PERGILAH DAN JADIKANLAH SEMUA BANGSA MURIDKU”

Rabu, 13 Mei 2015
ANTARA KUALITAS DAN JABATAN (Galatia 2:1-10)
Semua orang ingin diakui sesuai dengan posisi atau jabatan yang dia sandang, walaupun posisi atau jabatan itu didapat bukan karena sebuah prestasi. Padahal seharusnya prestasi atau kualitas kerjalah yang menentukan siapa kita dan apa posisi kita seharusnya. Paulus memperjuangkan pengakuan atas kerasulannya tidak berdasarkan posisinya sebagai rasul, tetapi berdasarkan kualitas pelayanannya (Gal 1:17). Bagi Paulus, pada dasarnya pengakuan akan posisinya sebagai rasul bukan hal yang terpenting (6), melainkan pemberitaan Injil Kristuslah yang terpenting (4-5). Paulus menyadari bahwa pengakuan Kristus terhadap kerasulannya jauh lebih tinggi atau lebih sah dibandingkan pengakuan yang diberikan oleh manusia (2). Rasul Paulus sangat yakin bahwa pelayanan yang dia lakukan sesungguhnya berasal dari Kristus sendiri. Dan hal inilah yang membuat Rasul Paulus tidak mudah mundur dari pelayanan, walaupun pengakuan akan jabatan kerasulannya masih diperdebatkan oleh kaum Yahudi yang memperjuangkan legalitas hukum sunat (5). Lagi pula pelayanan yang dia kerjakan bagi orang-orang yang tidak bersunat membuahkan banyak hasil, dan buah tersebut secara otomatis meneguhkan posisi kerasulannya dihadapan rasul-rasul lainnya (7-8).
Selain itu Paulus menjaga kualitas pemberitaan Injil kebenaran Allah. Ia menempatkan posisi Injil diatas segala peraturan manusia yang mengikat sehingga ia mengabaikan desakan agar hukum sunat diberlakukan bagi orang-orang nonYahudi yang percaya (3-5). Padahal rasul-rasul saja tidak memaksa Paulus memberlakukan hukum sunat di antara orang percaya nonYahudi (6). Bagi Paulus, kualitas kebenaran Injil harus menjadi patokan moral dan iman bagi setiap orang percaya. Paulus mempertahankan kualitas dalam pelayanannya. Ia tidak terpancing desakan orang. Ia berpendirian teguh dan mempertahankan kualitas dan kemurnian Injil kebenaran. Karena bagi Paulus, kualitas adalah yang utama. 
BAGAIMANA DENGAN ANDA, APAKAH ANDA MENGEJAR KUALITAS ATAU HANYA SEKADAR POSISI?

Kamis, 14 Mei 2015
KARYA NYATA YESUS. (Kisah 1:1-14)
Penjelasan Lukas ini merupakan kelanjutan dari penjelasannya terdahulu kepada Teofilus. Lukas ingin memberitahukan kepada Teofilus bahwa hidup Yesus tidak hanya terbatas pada berita Injil. Justru kemenangan dari maut dalam kebangkitan-Nya membuat Ia bebas menampakkan diri kepada para murid-Nya sebelum Ia kembali ke surga. Dalam penampakan itulah kini kita tahu bahwa Ia bukan saja pernah datang ke dalam dunia, tetapi Ia hidup dan mati untuk menyelamatkan kita. Ia juga hidup terus untuk kita, gereja-Nya, agar kita dapat hidup untuk Dia di tengah dunia ini.
Menjadi saksi. Para murid yang telah dibimbing-Nya sekian lama, yang telah mengalami dengan mata kepala sendiri segala keajaiban Yesus, masih saja belum menangkap makna Kerajaan Allah yang diwujudkan dalam diri Tuhan Yesus. Mereka lupa bahwa Kerajaan Allah bukan berbentuk wilayah dan kuasa politik, tetapi manusia yang kehidupan-Nya diperintah Tuhan secara utuh. Tugas mereka, juga tugas kita adalah berjuang demi Kerajaan itu, dengan metode dan daya dari Sang Raja, yaitu dengan dipenuhi oleh Roh Kudus tiap saat.
MENYAKSIKAN KEPADA BANYAK ORANG TENTANG PERISTIWA-PERISTIWA KEHIDUPAN, KEMATIAN DAN KEBANGKITAN YESUS SERTA FAKTA-FAKTA KEBESARAN KARYA-NYA BERARTI MEMBERITAKAN KERAJAAN ALLAH

Jumat, 15 Mei 2015
PERINTAH TERAKHIR YESUS. (Matius 28:16-20)
Sekarang Matius tiba pada sebuah konklusi yang sarat dengan muatan perintah kepada para murid untuk segera dilaksanakan. Namun sebelum para murid terlibat dalam pelaksanaan perintah tersebut, ada hal lain yang Matius paparkan tentang kondisi iman para murid. Hal ini nampak dari reaksi mereka ketika melihat Yesus. Ada yang langsung menyembah-Nya, tetapi ada juga yang meragukan-Nya.
Matius memaparkan kepada pembaca tentang fakta bahwa ada murid Yesus Kristus yang masih meragukan-Nya, dan bahwa Yesus tahu tentang keadaan tersebut. Artinya, Yesus tahu hati setiap orang, baik mereka yang percaya sungguh bahwa diri-Nya telah bangkit dari kematian dan menang atas maut, maupun mereka yang meragukan-Nya. Namun keraguan manusia tidaklah menjadi penghalang bagi Yesus untuk memberikan 'amanat agung' kepada para murid. Karenanya sebelum 'amanat agung' itu diberikan kepada mereka, Yesus terlebih dahulu membereskan keraguan beberapa orang di antara mereka. Memang, setiap orang yang mau, dan sedang terlibat dalam pekerjaan Allah haruslah orang yang telah memiliki persekutuan dan hubungan yang tulus dan suci dengan Yesus Kristus. Itu berarti, tidak ada seorang pun yang dapat terlibat sebagai perpanjangan tangan Yesus Kristus untuk menyatakan amanat agung-Nya bila orang tersebut tidak memiliki hubungan yang kental, indah, dan mesra dengan Tuhan Yesus Kristus.
Wajar bila Matius memaparkan tindakan Yesus sebelumnya untuk membereskan keraguan hati di antara para murid tentang keberadaan diri-Nya. Tujuan-Nya adalah nantinya para murid akan keluar dengan dasar komitmen yang sama bahwa Yesus Kristus yang mereka imani adalah Tuhan yang berotoritas atas maut, alam semesta, bahkan sejarah manusia. Dengan demikian tanggung jawab untuk melaksanakan 'amanat agung' itu dapat terwujud. Para murid memikul tanggung jawab yang besar dalam pelaksanaan amanat agung ini. Tapi mereka tidak sendiri dalam pelaksanaannya, karena penyertaan Yesus terhadap mereka takkan berkesudahan.
PERAN KRISTEN  ADALAH  TANGGUNG JAWAB UNTUK MEWUJUDKAN AMANAT AGUNG YESUS KRISTUS PUN MENJADI BAGIAN KITA.

Sabtu, 16 Mei 2015
KETIDAKPASTIAN (Amsal 3:1-6)
Dalam wawancara dengan psikolog yang mendampingi para keluarga korban kasus hilangnya pesawat Malaysian Airlines MH370 pada Maret 2014, disebutkan bahwa beban utama keluarga adalah ketidakpastian. Manusia tidak tahu bagaimana harus bersikap dalam ketidakpastian. Kebingungan akibat ketidakpastian membuat emosi sebagian orang menjadi tidak stabil. Satu hari ia berpengharapan besar; esoknya ia bisa frustrasi dan depresi. Itulah yang mereka alami.
Sebagai makhluk yang terbatas, ketidakpastian adalah suatu keniscayaan hidup. Tentu kadarnya berbeda-beda bagi tiap orang, tergantung pada situasi yang sedang dihadapi. Cara-cara orang menyikapinya juga berlainan. Ada yang memilih untuk mengabaikannya, ada yang mencari jaminan semu melalui uang atau kekuasaan, dan ada yang menyerah pada nasib.
Bagi orang percaya, Alkitab mengajarkan untuk memercayakan hidup kita kepada Tuhan. Sebab Dia bukan hanya Tuhan yang mahakuasa dan mahatahu, tapi juga mahabaik dan mengasihi kita. Karena itu, kita bisa beriman penuh kepada-Nya tentang hidup dan masa depan kita. 
Iman yang demikian memampukan kita menjalani hidup yang berbuah. Hidup kita tidak dikekang kekhawatiran akan masa depan. Hidup kita juga tidak lagi dipenuhi dengan kebutuhan mengurusi diri sendiri dan mencari jaminan semu akan masa depan kita. Sebaliknya, kita bisa mengisi hidup ini untuk menjadi berkat bagi orang lain dan membawa mereka menemukan Tuhan yang memegang hidup kita.
BANYAK HAL TAK KUPAHAMI DALAM MASA MENJELANG, TAPI T’RANG BAGIKU INI:
TANGAN TUHAN YANG PEGANG.

Sumber : http://www.renunganharian.net/2015/60-januari/1273-ketidakpastian.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar