Renungan Harian 23 - 28 November 2015

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 23 November 2015
YESUSLAH PUSAT PEMBERITAAN (Yohanes 3:22-36)
Merasa tersaingi dan mungkin merasa terancam juga, begitulah perasaan murid-murid Yohanes setelah mengetahui bahwa pelayanan Yesus menarik perhatian begitu banyak orang dibandingkan dengan pelayanan guru mereka, Yohanes (26). Lalu bagaimana Yohanes menanggapi pemberitahuan murid-murid-Nya?
Yohanes memiliki sikap yang berbeda dari murid-murid-Nya. Ia tidak iri terhadap popularitas Yesus. Ia paham benar bahwa Yesus bukanlah kompetitornya. Ia sadar bahwa misinya adalah untuk memberitakan bahwa Mesias sudah datang, dan setelah itu ia akan mundur karena Sang Mesiaslah yang akan tampil (28-30). Ia bagaikan sebuah bintang kecil yang memudar cahayanya ketika sang matahari terbit dengan kemilau cahayanya. Meski demikian, ia sangat bersukacita karena ia tahu siapa Yesus dan dari mana Yesus datang. Dan Dia yang datang dari surga jelas lebih besar dari semua orang (31). Sebab itu, siapa yang percaya kepada Yesus akan mendapat hidup kekal sementara yang tidak mau percaya akan berhadapan dengan murka Allah (36). Begitu mahal harga yang harus dibayar oleh orang-orang yang menolak Yesus!
Berdasarkan pemahaman akan Yesus itulah Yohanes tahu tujuan pelayanannya sehingga tahu pula bagaimana menanggapi isu yang mungkin saja bisa mengalihkan fokusnya, dari Yesus ke dirinya sendiri. Pemahaman akan Yesus memang menjadi kunci bagi pelayanan seseorang. Dengan memahami bahwa Yesuslah seharusnya menjadi yang terutama, maka seorang yang melayani Tuhan hendaknya tidak meninggikan dirinya dalam pelayanan itu. Karena Yesuslah yang semestinya menjadi pusat pemberitaan dan orientasi pelayanan.
Sikap murid-murid Yohanes masih menjadi sikap beberapa pelayan Tuhan masa kini. Masih ada yang merasa tersaingi dan terancam dengan keberadaan atau keberhasilan pelayanan gereja atau denominasi lain. Masih ada yang hanya peduli pada keberhasilan gerejanya tanpa merasa perlu memikirkan pertumbuhan bersama. 
KITA HARUS  WASPADA, JANGAN SAMPAI KITA PUN MEMILIKI SIKAP SEPERTI MURID-MURID YOHANES.

Selasa, 24 November 2015
MENYAKSIKAN KRISTUS (Yohanes 3:22-36)
Kristus harus menjadi pusat pemberitaan gereja karena Dialah satu-satu-Nya utusan Allah untuk menyelamatkan manusia. Seperti halnya Yohanes Pembaptis, hamba-hamba Tuhan sejati tidak menonjolkan dirinya dalam pelayanan, tetapi menuntun orang untuk datang kepada Yesus dan membesarkan-Nya (ayat 30).
Kesadaran akan sentralitas Kristus, akan menjaga pemberitaan gereja dari berbagai godaan untuk memegahkan diri. Yohanes Pembaptis sangat menyadari hal ini. Itu sebabnya, ketika para murid Yohanes protes karena orang banyak lebih memilih mengikut Tuhan Yesus daripada mengikutinya (ayat 25-26), Yohanes justru mensyukuri hal ini. Baginya, Tuhan Yesuslah yang diutus Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia (ayat 27), sedangkan dirinya hanyalah pendahulu yang mempersiapkan jalan bagi kedatangan-Nya (ayat 28). Maka ketika Tuhan Yesus semakin populer, Yohanes semakin bersukacita (ayat 29). Yesus harus makin besar, Yohanes harus surut ke belakang (ayat 30). Yohanes, penulis Injil ini menegaskan sikap Yohanes Pembaptis ini dengan menyatakan bahwa Tuhan Yesuslah satu-satu-Nya yang diutus Allah dan diurapi Roh Allah secara tak terbatas (ayat 34) untuk menyaksikan Allah kepada dunia ini agar mereka percaya dan diselamatkan (ayat 31-32). Allah Bapa telah menyerahkan segala sesuatu kepada Kristus sehingga hanya melalui Dia semua orang yang percaya kepada-Nya mendapatkan keselamatan (ayat 35-36).
Melalui Kristus seseorang mengenal Allah dan memperoleh keselamatan. Namun, seringkali kesempatan mengenal Kristus justru dirusak oleh kesaksian gereja atau anak Tuhan yang memegahkan diri, seakan-akan lembaga gerejanya atau kehebatan pelayanannyalah yang menyelamatkan. Teladani Yohanes Pembaptis, yang sadar peran dan fungsinya sebagai agen Allah untuk memperkenalkan Kristus kepada dunia! Sehingga pelayanan kita meninggikan Kristus!
KEMEGAHAN DIRI ANDA DAPAT MENGHALANGI ORANG LAIN BERTEMU DENGAN KRISTUS!

Rabu, 25 November 2015
DARI YOHANES PEMBAPTIS BERALIH KEPADA YESUS. (Yohanes 3:22-36)
Kuasa mengubahkan air jadi anggur di Kana dan penyucian Bait Allah di Yerusalem (Yoh. 2) sudah pasti mengundang perhatian orang banyak terhadap Yesus. Sekarang, ditemukan bahwa Yesus melakukan pembaptisan (ayat 22, 26) dan "semua orang pergi kepada-Nya" (ayat 26). Padahal, sebelumnya banyak orang yang terpikat pada Yohanes. Apa reaksi Yohanes?
Antara Yohanes dan Yesus. Reaksi Yohanes mengagumkan. Dia tidak merasa tersaingi, apalagi iri hati. Yohanes tahu posisinya dan berhasil menempatkan Yesus pada posisi yang sesungguhnya. Dibandingkan dengan Yesus: (a) Yesus adalah Mesias, sedang dia bukan (ayat 28); (b) Yesus pemimpin, sedangkan dia pengikut/pendamping (ayat 29); (c) Yesus datang dari atas, sedangkan dia dari bumi (ayat 31). Yohanes berkesimpulan bahwa Yesus harus makin besar, sedangkan dia harus makin kecil (ayat 30). Reaksi Yohanes juga tidak merasa rendah diri, karena baik Yesus maupun dirinya sendiri bersama-sama diutus Allah (ayat 34).
Renungkan: Di mana posisi kita dan posisi Yesus saat ini? Jika di tahun yang silam posisi kita ternyata lebih tinggi dari Yesus, di tahun yang baru ini posisi tersebut perlu di putar balik. Sepanjang tahun ini kita boleh berharap akan penyertaan Dia yang semakin jelas.
DOA: TUHAN YESUS, KAMI INGIN ENGKAU YANG ADA DI DEPAN KAMI.

Kamis, 26 November 2015
DI ATAS SEGALANYA (Yohanes 3:22-36)
Pada pertengahan tahun 1800-an, Ralph Waldo Emerson menjadi pemimpin gerakan filsafat yang dikenal dengan sebutan "transendentalisme". Gerakan tersebut mengatakan bahwa kebenaran berasal dari pemahaman pribadi. Emerson menulis, "Dengan meyakini pikiran Anda sendiri, percaya bahwa apa yang benar bagi Anda dalam hati Anda itu benar bagi semua manusia—maka itulah yang disebut jenius."
Sayangnya, kesalahan cara berpikir tersebut menjadi berakar, sehingga pemikiran pribadi tentang Allah menggantikan pemikiran dan pernyataan Allah tentang diri-Nya sendiri. Di dalam kitab Yesaya Tuhan berkata demikian, "Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu" (55:9).
Salah satu penulis lagu Israel kuno menyatakan kebesaran Allah demikian: "Sesungguhnya aku tahu, bahwa Tuhan itu mahabesar dan Tuhan kita itu melebihi segala allah. Tuhan melakukan apa yang dikehendaki-Nya, di langit dan di bumi, di laut dan di segenap samudera raya" (Mazmur 135:5,6).
Yesus, gambaran Allah yang tak terlihat, adalah sumber segala kebenaran (Kolose 1:15-19). Yohanes Pembaptis berkata tentang Dia demikian: "Siapa yang datang dari surga adalah di atas semuanya" (Yohanes 3:31).
Hanya Allah pencipta segalanya yang layak disebut transenden, yakni mengatasi dan melampaui segala hal. Berkebalikan dengan kesimpulan Emerson, kebenaran berasal dari atas, bukan dari dalam. 
ORANG YANG MENGABAIKAN PENCIPTANYA BUKANLAH ORANG JENIUS

Jumat, 27 November 2015
YANG HARUS DIBUANG (Yakobus 4:11,12)
Ada pendapat demikian: "Orang bijaksana membicarakan gagasan, orang biasa membicarakan kejadian, orang bodoh membicarakan orang." Tingkat kebijaksanaan seseorang terukur dari apa yang dibicarakannya. Membicarakan orang alias menggosip tergolong tingkat pembicaraan yang paling rendah. Mengapa? Sebab dari satu gosip saja, percakapan bisa berkembang ke mana-mana. Termasuk bisa menjadi fitnah.
Apakah fitnah itu? Dalam bahasa aslinya, Yakobus menggunakan kata yang maknanya "berucap hal yang jahat". Fitnah berarti membicarakan orang dengan niat yang sejak semula jahat. Mau mencelakakan orang. Kitab Imamat menyebutnya "mengancam hidup sesama". Benar! Akibat fitnah, persahabatan bisa rusak, pernikahan menjadi retak, karier terjegal, karakter serta nama baik seseorang tercemar. Masa depan hancur. Bahkan ada yang sampai mati bunuh diri akibat difitnah orang. Tak salah bila ada ungkapan, "Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan". Menurut Yakobus, sebenarnya si pemfitnah sedang berlagak memainkan peran sebagai "tuhan", bahkan menghakimi lebih dahsyat daripada Tuhan. Maka ia memberi peringatan agar kita jangan saling memfitnah. Fitnah itu jahat, Tuhan membenci fitnah.
Kehidupan ini sudah banyak kesusahannya. Penyakit, krisis ekonomi, kriminalitas, beban keluarga, stres, depresi, keputusasaan, dan sebagainya. Persekutuan kristiani harus menjadi tempat yang teduh bagi jiwa yang diterpa berbagai problema kehidupan. Bukan malah menambah beban dengan hadirnya fitnah di antara kita 
IBARAT SAMPAH, FITNAH PUN HARUS DIBUANG DARI ANTARA KITA

Sabtu, 28 November 2015
TIDAK HARUS SPEKTAKULER (1 Raja-raja 19:9-13)
Seorang teman saya berkata, "Hidup saya ini biasa-biasa saja. Saya tidak pernah merasakan pengalaman rohani yang luar biasa; sesuatu yang menakjubkan, yang bisa membuat saya atau orang lain yang tahu tercengang. Karena itu, tidak ada yang bisa saya ceritakan sebagai kesaksian." Bisa jadi banyak orang seperti teman saya itu, yang menganggap pengalaman rohani, atau pengalaman dengan Tuhan, mesti dalam wujud kejadian-kejadian yang luar biasa, hebat, di luar akal. Misalnya, sembuh dari sakit parah, ketika sang dokter sendiri sudah angkat tangan, setelah didoakan Pendeta Anu. Atau, selamat dari kecelakaan fatal setelah menyerukan nama Tuhan Yesus berulang-ulang. Pokoknya kejadian yang spektakuler.
Padahal, sebetulnya pengalaman dengan Tuhan juga bisa kita nikmati dalam peristiwa biasa dan sehari-hari. Seperti yang digambarkan dalam bacaan Alkitab hari ini. Elia sangat tertekan karena hidupnya terancam. Ia lalu melarikan diri ke Gunung Horeb. Dikatakan, datanglah angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecah bukit-bukit. Namun, tidak ada Tuhan di sana (ayat 11). Begitu juga dalam gempa dan api, tidak ada Tuhan di sana. Sampai kemudian datanglah angin sepoi-sepoi, dan Elia merasakan kehadiran Tuhan (ayat 12, 13).
Ya, melalui kejadian-kejadian keseharian kita pun dapat merasakan pengalaman dengan Tuhan. Seperti ketika kita bangun dari tidur dan menghirup udara segar, atau ketika melihat anak-anak yang tengah bermain gembira. Masalahnya, maukah kita membuka mata hati kita untuk melihat dan merasakan kehadiran Tuhan di sana?
KEHADIRAN TUHAN BISA KITA RASAKAN DAN ALAMI DALAM KEJADIAN SEHARI-HARI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar