Renungan Harian 14 - 19 September 2015

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 14 September 2015
KRITIK YANG BAIK (Galatia 6:1-5)
Dave dan istrinya, Sue, ditanya tentang seni memberi kritik yang membangun. Sue berkata, "Saya pikir teladan Kristus dalam Yohanes 1:14 akan sangat menolong kita. Di dalam ayat itu digambarkan betapa Yesus adalah pribadi yang 'penuh kasih karunia dan kebenaran.' Saya pernah melihat seorang ibu dan anaknya. Jika wajah anaknya kotor, sang ibu tidak akan memarahi anaknya. Sebaliknya, ia melakukan suatu tindakan yang penuh kasih. Ia mengambil lap, membubuhkan sabun dan air, dan berkata, "Sayang, betapa kotor wajahmu! Ceritakan pada Ibu mengapa wajahmu sampai begini kotor.' Sambil menegur dan mendengarkan cerita anaknya, sang ibu terus membasuh wajah anaknya. Ketika saya harus bersikap jujur pada Dave, saya berusaha melakukannya dengan cara yang penuh kasih, seperti sang ibu yang mengambil kain lap tadi, sambil tetap berbicara jujur tentang kotoran yang melekat."
Dalam Galatia 6:1, Rasul Paulus menunjukkan sikap yang lembut dan penuh kasih, sebagai teladan bagi kita dalam memperlakukan sesama. Ketika kita hendak menegur kesalahan mereka, ingatlah betapa Kristus sendiri begitu lembut ketika menunjukkan kesalahan kita. Walaupun Yesus berduka saat kita gagal, Dia tak pernah bersikap sinis. Dia memang meminta pertanggungjawaban kita, tetapi Dia tetap mendukung kita dengan kasih-Nya. Teguran-Nya lembut tetapi tegas. Dia pun selalu cepat mengampuni.
Manakala kita perlu mengkritik, perlakukanlah orang lain sebagaimana Yesus memperlakukan kita 
KRITIK YANG BAIK DISAMPAIKAN DENGAN LEMBUT

Selasa, 15 September 2015
AKU  MENGINGATMU ! (Galatia 6:1-5)
Roger sadar dirinya menderita penyakit Alzheimer dan ingatannya bakal hilang. Ia takut kelak tak bisa mengenali istri dan anaknya lagi sehingga ia menulis di catatan hariannya demikian: "Sayang, akan tiba harinya aku lupa segalanya. Tidak mengenalimu dan anak-anak, meski kalian di dekatku. Saat itu terjadi, maafkan aku! Ingatlah, aku sangat mengasihimu." Esoknya, sang istri membaca tulisan suaminya sambil menangis. Ia menulis di bawahnya: "Sayang, jika semua itu terjadi, aku akan tetap merawatmu. Engkau telah melamarku dan setia di sampingku puluhan tahun. Aku mengasihimu bukan karena engkau mengingatku, tetapi karena aku mengingatmu."
Betapa indahnya pasangan yang saling memberi dorongan semangat. Dengan kata-kata penuh kasih, mereka "bertolong-tolongan menanggung beban" (Galatia 6:2). Sayangnya, banyak orang lebih suka meluncurkan kritik yang melumpuhkan. Padahal menurut Paulus, sekalipun kekasih kita melakukan pelanggaran, kita tak perlu melukainya dengan kata-kata kasar. Ia perlu dipimpin kembali "dalam roh lemah lembut" (ayat 1). Mengapa? Karena dengan bertindak kasar, kita menempatkan diri seolah-olah lebih baik, lebih berarti. Kita jatuh dalam kesombongan. Kritik pedas itu pun menghancurkan! Hanya kata-kata penuh kasih yang bisa memulihkan.
Orang-orang di sekitar kita sangat memerlukan kata-kata pendorong semangat. Sudahkah kita memberikannya? Apakah yang memenuhi mulut kita; pujian atau makian? Kata-kata penuh kasih atau kritik? Mari kita gunakan lidah kita untuk menguatkan seseorang hari ini.
JIKA ANDA INGIN DIINGAT ORANG, BELAJARLAH MENGINGAT KEBAIKANNYA

Rabu, 16 September 2015
BERBAGI BEBAN (Galatia 6:1-10)
Sekitar 25 juta orang di Amerika Serikat memberikan perawatan kepada sanak saudara atau teman-teman yang berpenyakit kronis. Mereka yang memikul beban untuk memberi perhatian ini tahu bahwa seringkali tugas ini terasa sangat berat.
Bagaimana kita dapat saling menolong ketika beban tampaknya terlalu berat untuk ditanggung? Paulus memberikan perintah yang sederhana dan mudah dimengerti ini kepada jemaat di Galatia, "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus" (Galatia 6:2).
Menanggung beban sesama berarti memikulkan beban itu pada diri kita sendiri. Jika kita mengenal seseorang yang harus terus-menerus mengunjungi sanak saudaranya, kita dapat menggantikan tugasnya selama satu jam atau bahkan selama sore hari. Mengajak seorang rekan yang membutuhkan perhatian untuk makan siang atau ke pertandingan bola memberikan istirahat yang ia butuhkan dan juga seseorang yang dapat diajak bicara.
Dalam buku Rosalyn Carter Helping Yourself Help Others (Membantu Diri Anda Menolong Orang Lain), mantan ibu negara ini menulis, "Hanya ada empat macam orang di dunia ini: Mereka yang telah menjadi pemberi perhatian. Mereka yang baru saja menjadi pemberi perhatian. Mereka yang akan menjadi pemberi perhatian. Mereka yang akan membutuhkan pemberi perhatian. Ini mencakup kita semua."
Saling "bertolong-tolonganlah menanggung beban" berarti ikut merasakan penderitaan sesama secara nyata. Memenuhi "hukum Kristus" mencakup pelayanan kasih yang penuh sukacita dan tidak mementingkan diri sendiri.
MENANGGUNG BEBAN ORANG LAIN MEMBUAT BEBAN ANDA SENDIRI TAMPAK LEBIH RINGAN

Kamis, 17 September 2015
SENTUHAN KASIH (Galatia 6:1-10)
Anda pernah terpeleset dan jatuh? Saat menyusuri rawa untuk suatu tugas, tanpa sengaja saya menginjak batu yang licin. Keseimbangan saya goyah dan jatuh terpeleset. Tangan dan kaki lecet; badan basah penuh lumpur. Kala itu, ada rekan yang tertawa; ada yang “berkhotbah” panjang; ada pula yang tak peduli dan memaksa melanjutkan perjalanan membuat saya tak nyaman. Namun, ada juga rekan yang mengulurkan tangan; menawari untuk membawa sebagian perlengkapan saya; atau berhenti menemani sampai saya siap melanjutkan perjalanan. Mereka meringankan beban saya dan membuat saya berbesar hati.
Bagaimana sikap yang benar saat menjumpai orang yang terpeleset, jatuh dalam dosa? Paulus menasihati jemaat Galatia agar dengan lemah lembut mereka membimbing orang-orang yang “terpeleset” kembali ke jalan yang benar (ayat 1) dan bertolong-tolongan menanggung beban (ayat 2). Menariknya, Alkitab versi Firman Allah Yang Hidup (FAYH) menuliskan: “Ikutlah merasakan kesukaran dan kesulitan orang lain (ayat 2a). Kehadiran dan pertolongan kita merupakan sarana sentuhan kasih yang nyata bagi orang lain yang tengah jatuh. Sebab itu, kita tak boleh jemu melakukannya (ayat 9).
Respons kita terkadang menunjukkan tingkat kepedulian kita pada orang lain. Ada orang, sengaja atau tidak, pernah “terpeleset” ke rawa dosa. Dan, itu membuat terluka. Bukan cemoohan, khotbah panjang, atau membiarkan mereka seorang diri, melainkan uluran tangan penuh kasih. Kiranya Roh Kudus memberi kepekaan akan kebutuhan orang lain serta kelemahlembutan untuk “mengangkat” dari kejatuhan lewat sentuhan kasih kita kepada mereka.
ULURAN KASIH KITA KEPADA SAUDARA YANG MENGALAMI KEJATUHAN 
AKAN MENOLONGNYA BANGKIT DARI KETERPURUKAN

Jumat, 18 September 2015
BALONKU ADA DI MANA? (Galatia 6:1-5)
Motivator meminta peserta seminar meniup balon, menuliskan nama, dan memasukkannya ke sebuah ruangan. Penuhlah ruangan itu dengan 50 balon bertuliskan nama peserta. Kemudian, dalam waktu 5 menit, setiap peserta diminta mencari balonnya sendiri. Hasilnya, semua kerepotan "berenang" di ruang penuh balon itu. Lalu, perintah diubah: peserta mengambil balon acak saja, lalu memberikannya pada orang yang namanya tertulis di balon itu. Hasilnya, dalam 5 menit, semua orang memegang balonnya masing-masing.
Dalam surat Galatia, Paulus menerangkan pertentangan antara hidup sebelum dan sesudah mengenal Kristus. Hidup menurut hokum Taurat berbeda dari hidup menurut Roh. Masing-masing layaknya habitat bagi makhluk hidup. Penghuni sebuah habitat hidup menurut prinsip yang berlaku di situ. Siapa yang mengenal Kristus hidup dalam "habitat" Roh-Nya menurut prinsip atau hukum-Nya. Salah satu hukum Kristus ialah: saling tolong menanggung beban (ay. 2). Dengan cara itulah komunitas kristiani akan hadir dan berdampak. 
Jika dalam sebuah komunitas setiap orang hanya mengejar kepentingan, tujuan, dan kebahagiaannya sendiri, alhasil kekacauan diperoleh. Contoh ekstrim, ketika terjadi krisis ekonomi orang panik membeli bahan pangannya sendiri. Akibatnya kondisi kian buruk dan terpuruk. Sebenarnya hukum Kristus senantiasa berlaku: jika orang mulai memberi, pada gilirannya semua akan mendapat. Kenapa tidak memulainya dari diri sendiri dan menerapkannya dalam komunitas kita?
JIKA SEMUA HANYA MAU MENGAMBIL, YANG TERSISA IALAH KERIBUTAN.
JIKA SEMUA INGIN MEMBERI, APA LAGI YANG DIPEREBUTKAN?

Sabtu, 19 September 2015
MENGEJAR KELEMAHLEMBUTAN (1 Timotius 6:11-16)
Apa yang terlintas di pikiran Anda mendengar kata lemah lembut? Seorang yang feminin, gemulai dan bersuara halus? George Bethune pada tahun 1839 pernah menulis: “Mungkin tidak ada karunia yang lebih kurang didoakan atau diupayakan daripada karunia kelemahlembutan. Kelemahlembutan lebih dianggap sebagai kecenderungan alami atau sikap lahiriah daripada sebagai kualitas seorang pengikut Kristus. Jarang kita merenungkan bahwa tidak lemah lembut itu berarti dosa.”
Mengejar kelemahlembutan rasanya tidak cocok dengan konteks sebuah “pertandingan iman” dalam pesan Paulus yang kita baca (ayat 12). Apa yang ia maksudkan? Paulus memakai kata “lemah lembut” untuk menggambarkan sikapnya yang meneladani Kristus ketika menegur jemaat Korintus (2 Korintus 10:1-2). Ia menghindari perkataan keras dan kasar, dan sebaliknya berusaha meluruskan pendapat atau tindakan yang keliru dengan sikap yang penuh penghormatan kepada orang lain. Kata ini juga dipakainya untuk menunjukkan bagaimana jemaat harus menolong, bukan merendahkan atau menggosipkan, saudara seiman yang jatuh dalam dosa (Galatia 6:1). Kalau kita perhatikan, nasihat-nasihat Paulus kepada Timotius juga berbicara tentang sikap yang demikian.
Jika orang terdekat Anda ditanya hari ini, akankah mereka mengatakan bahwa Anda adalah orang yang lemah lembut? Tuhan Yesus mengajak kita untuk belajar “lemah lembut” seperti diri-Nya (Matius 11:28). Salah satu buah yang rindu dihasilkan Roh Kudus dalam hidup kita adalah kelemahlembutan. Mari berusaha “mengejar” karunia ini, mohon Tuhan menata perkataan dan perilaku kita seperti Kristus: penuh kelemahlembutan.
KELEMAHLEMBUTAN ADALAH KEKUATAN, BUKAN KELEMAHAN. IA DIHASILKAN OLEH ROH ALLAH YANG KUAT DAN MENGUATKAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar