RENUNGAN SEPANJANG MINGGU
Senin, 23 September 2013
"SISA"UMAT DI TENGAH YANG DITOLAK (Roma 11:1-10)
Bagaimanakah sikap dan reaksi kita ketika kesaksian kita tentang Injil Yesus Kristus ditolak sebagian besar orang? Bagaimanakah menurut kita sikap Allah dalam kasus tersebut? Samakah sikap dan reaksi kita dengan sikap Allah?
Penolakan Israel terhadap Yesus menimbulkan permasalahan teologis. Israel adalah umat pilihan Allah untuk menjadi berkat bagi segala bangsa, yaitu menjadi bangsa yang melahirkan Juruselamat dunia. Kedudukan mereka dalam rencana keselamatan Allah untuk dunia sangat istimewa. Namun sebagaimana Abraham diperhitungkan benar karena imannya dan bukan karena perbuatan atau status, demikian juga keselamatan semua orang Israel harus didasarkan atas iman kepada Juruselamat. Tragis sekali ketika Mesias benar-benar datang dan melayani mereka, Ia ditolak dan disalibkan.
Masalahnya ialah, apakah Israel yang menolak Yesus itu tetap umat Allah? Atau karena telah menolak Yesus sang Penggenap janji Mesias, yaitu hal hakiki yang menjadikan Israel umat pilihan, maka mereka bukan lagi umat pilihan? Apakah Allah membuang mereka? Jika begitu, betapa sedih Paulus. Sebagai orang Yahudi, ia rindu bangsanya tetap umat Allah dan mengalami keselamatan yang dijanjikan Allah dan digenapi dalam Yesus. Alangkah ironis karena salah satu dari umat terbuang itu kemudian menjadi rasul bagi orang kafir!
Penolakan Israel tidak membuat rencana Allah buyar, tidak juga membuat Israel kehilangan status keterpilihannya (ayat 2). Di balik penolakan yang akibat ngerinya harus dipikul tiap orang Yahudi yang menolak Injil, Allah tetap mempertahankan sisa umat (ayat 5). Seperti halnya Paulus akhirnya merespons Yesus dengan benar, seperti pada zaman Elia Allah memelihara 7000 orang yang tetap setia pada-Nya, demikian pun secara misterius Allah pasti membuat ada sebagian orang Israel yang akhirnya percaya pada Yesus. Sungguh ajaib anugerah dan jalan Allah! Maka dalam kesaksian kita pun, jangan mudah putus asa karena penolakan orang. Berharaplah penuh pada keajaiban anugerah dan jalan-jalan Allah!
Selasa, 24 September 2013
KEAJAIBAN ANUGERAH ALLAH (Roma 11:1-12)
Israel adalah umat pilihan Allah. Akan tetapi, mereka telah menyia-nyiakan Injil sehingga tidak dapat menikmati hak sebagai bangsa pilihan. Ironis! Bangsa yang seharusnya menerima berkat besar, kini tidak mendapatkan apa pun. Sebaliknya, bangsa lain yang sebenarnya tidak mendapatkan bagian dari berkat itu, sekarang justru sedang menikmatinya.
Meski demikian, Paulus menyatakan bahwa akhir kisah dari bangsa pilihan ini, tidaklah demikian. Tidak semua bangsa Israel menolak anugerah Allah (1-2). Paulus memberikan contoh dirinya sendiri dan tujuh ribu orang pada zaman Elia dalam Perjanjian Lama (3-4). Paulus juga mengatakan bahwa penolakan Israel terhadap Allah tidak bersifat tetap. Demikian juga Allah sendiri tidak untuk selamanya menolak bangsa pilihan-Nya itu.
Mengapa Allah seakan-akan membiarkan Israel, bangsa pilihan-Nya itu dalam kedegilan tersandung? Pertama, bukan karena ketidaksetiaan dan ketidakkonsistenan Allah, tapi karena bangsa ini buta terhadap anugerah Allah (7-10). Kedua, justru karena bangsa Israel tersandung maka pintu anugerah Allah terbuka bagi bangsa-bangsa lain dan berkat besar tersedia bagi mereka (11-12). Ketika Israel melihat bangsa- bangsa lain menerima berkat itu maka mereka pun akan tercelik matanya dan mendapatkan kembali berkat yang telah diambil dari mereka.
Perenungan Paulus ini menjadi penghiburan juga bagi orang Kristen di Indonesia. Hati kita hancur melihat bagaimana orang yang dikasihi Tuhan justru menolak kasih itu dalam gairah agamawi yang mereka anggap adalah ibadah bagi Allah. Fakta kemurahan Allah dan pilihan Allah untuk Israel, juga adalah dasar untuk kita berharap bahwa Tuhan tidak begitu saja membuang bangsa Indonesia. Mari kita giat menginjil sebab pasti ada orang yang ingin Allah selamatkan.
Renungkan: Pahit dan putus asakah kita terhadap sikap orang akan Injil? Ingat kasih-Nya tak terduga dan ajaib!
Rabu, 25 September 2013
SELALU ADA YANG PERCAYA (Roma 11:1-10)
Bagaimana sikap kita terhadap orang yang menolak kebaikan? Kita mungkin tidak akan memedulikan mereka lagi karena kecewa dan sakit hati. Bagaimana dengan Allah, apakah Ia juga bersikap demikian terhadap penolakan Israel? Paulus mengatakan: Sekali-kali tidak! Allah tetap peduli dan mengasihi mereka. Untuk menguatkan pernyataannya, Paulus memaparkan beberapa bukti. Pertama, dirinya sendiri. Ia adalah contoh terbaik bahwa Allah sama sekali tidak menolak Israel. Ia adalah keturunan Abraham, tetapi Allah berkenan menyelamatkan dan memanggilnya menjadi rasul bagi bangsa nonYahudi.
Kedua, kisah nabi Elia (1 Raj 19:10-19). Elia sempat mengeluh karena merasa seorang diri melayani Tuhan, sementara nyawanya terancam oleh ratu Izebel. Namun, Allah menghibur Elia dengan menyisakan tujuh ribu orang yang masih setia kepada-Nya. Demikianlah, Allah punya cara sendiri untuk memelihara sebagian kecil orang-orang yang tetap setia kepada-Nya. Di sini kita belajar bahwa di zaman yang paling gelap sekalipun, Allah tetap bisa menunjukkan kasih karunia-Nya melalui orang yang sungguh-sungguh percaya dan bersandar pada-Nya.
Apa yang terjadi pada zaman Elia, dilakukan Allah juga pada zaman ini. Di tengah kacaunya dunia serta di tengah bangkitnya agama-agama dunia, Allah kita akan terus memelihara orang-orang yang mau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka. Firman Tuhan tidak pernah gagal untuk mencapai maksud dan tujuan Allah. Bahkan dalam penolakan manusia pun, Allah sesungguhnya sedang menunjukkan kuasa-Nya.
Dengan menyadari bahwa di tengah kegelapan dunia akan selalu ada sebagian kecil orang yang percaya, maka sepatutnya kita tidak boleh berputus asa, melainkan harus terus bergiat dan setia dalam memberitakan Injil karena kini kita telah diyakini bahwa bagaimanapun gelap dan jahatnya dunia, pasti akan selalu ada orang yang dipanggil oleh Tuhan untuk datang dan percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka.
Kamis, 26 September 2013
GRATIA MELAHIRKAN GRATITUDE (1 Timotius 1:12-17)
Ada sebuah ungkapan: Gratia (anugerah) melahirkan gratitude (syukur). Kesadaran akan anugerah Tuhan dalam kehidupan kita akan menghasilkan limpahan ucapan syukur. Ketika anugerah tidak disadari, kita bisa menganggap banyak hal memang sudah sepatutnya kita terima, dan rasa syukur pun berangsur pudar.
Pernyataan Paulus yang baru saja kita baca menunjukkan kesadarannya yang sangat kuat akan anugerah Tuhan dalam hidupnya. Ia adalah orang yang menyetujui perajaman martir pertama, Stefanus. Lalu, ia mengancam dan menangkapi para pengikut Kristus (lihat Kisah Para Rasul 8:1; 9:1- 2). Ia penghujat dan penganiaya, seorang yang ganas (ayat 13). Namun, Tuhan berkenan menampakkan diri kepadanya, mengubah hidupnya, dan memercayakan pelayanan pemberitaan Injil kepadanya. Paulus tidak sedang membanggakan masa lalunya yang penuh dosa. Ia tengah dipenuhi rasa syukur yang lahir dari limpahnya anugerah Tuhan (ayat 14). Orang boleh memandangnya sebagai seorang rasul besar, pengkhotbah hebat, tetapi ia sadar betul ia hanyalah seorang pendosa besar yang mendapat kasih karunia Tuhan (15-16).
Kita perlu terus mengingatkan diri bahwa kesempatan melayani Tuhan adalah kasih karunia, bukan sesuatu yang bisa kita lakukan karena kita lebih baik atau lebih mampu dari orang lain. Kita bahkan tidak bisa menyebut pelayanan sebagai balas budi atas anugerah-Nya, sebab kemurahan Tuhan tidak dapat kita tukar atau ganti dengan ragam kebaikan kita. Biarlah anugerah Tuhan sekali lagi melahirkan syukur di hati kita, dan menggerakkan kita untuk melayani-Nya. (ULS)
KEMBALIKAN SYUKUR DI HATI DENGAN MENGINGAT KASIH KARUNIA TUHAN.
Jumat, 27 September 2013
BERSERU BERSAMA (Kisah Pr. Rasul 4:23-31)
Ada lebih banyak orang kristiani yang menjadi martir pada abad kedua puluh dibandingkan dengan jumlah seluruh martir dari abad-abad sebelumnya. Bagaimana reaksi Anda mengetahui hal ini? Biasa-biasa saja? Tersentak? Kasihan? Benci pada orang-orang yang menganiaya kekristenan?
Ketika mendengar tekanan dan aniaya yang dialami oleh Petrus dan Yohanes, saudara-saudara seiman dalam komunitas jemaat Tuhan mengambil langkah untuk berdoa. Mereka menyadari bahwa masa-masa sulit itu adalah bagian yang memang akan terjadi untuk menggenapi rencana Tuhan (ayat 25-28). Mereka mengakui kegentaran mereka terhadap ancaman-ancaman yang mereka terima (ayat 29a). Namun, mereka tahu bahwa mundur bukanlah jalan keluar, sebab dunia harus mendengar kabar kasih karunia Tuhan yang dinyatakan melalui Yesus Kristus. Yang mereka minta adalah penyertaan dan kuasa Tuhan agar mereka dengan berani dapat menyampaikan kebenaran firman-Nya (ayat 29b-30). Respons Tuhan? Dia mencurahkan Roh Kudus dan memampukan mereka menjadi saksi-saksi-Nya (ayat 31).
Kita bersyukur jika masih bisa beribadah dengan bebas. Di berbagai tempat, mengekspresikan iman kristiani bisa diancam dengan penjara, siksaan, bahkan kematian. Pada Hari Doa Sedunia bagi Gereja-Gereja Teraniaya ini, mari bersehati berdoa, mohon kuasa dan penyertaan Tuhan dicurahkan sehingga dengan setia dan berani, mereka dapat tetap memberitakan kebenaran dan menjadi berkat di mana pun mereka berada. (JOE)
BERSERU KEPADA TUHAN ADALAH LANGKAH TERBAIK DI TENGAH ANIAYA.
Sabtu, 28 September 2013
PESAN TERAKHIR (Efesus 4:17-32)
Brian Sweeney salah seorang penumpang United Airlines, pesawat yang dibajak dan ditabrakkan ke gedung WTC New York. Ia sempat meninggalkan pesan di mesin penjawab istrinya: “Dengar, saya berada di pesawat yang telah dibajak, Saya hanya ingin kamu tahu saya benar-benar mencintaimu. Saya ingin kamu berbuat baik, berbahagialah. Begitu juga untuk orangtua saya dan semua orang. Saya benar-benar mencintaimu.” Pesan terakhir yang singkat, tetapi sangat menyentuh. Pasti meninggalkan banyak pengaruh bukan hanya bagi keluarganya, tetapi juga bagi setiap orang yang mendengarnya.
Nas hari ini juga meninggalkan pesan kebenaran yang berharga. Kita adalah manusia baru yang sudah ditebus Kristus Yesus dari cara hidup lama yang penuh kesia-siaan (ay. 17-24). Hidup baru bukan hanya berhenti pada keyakinan, tetapi perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak harus dengan tindakan yang fantastik, tetapi dapat secara sederhana: dengan menjaga perkataan yang keluar dari mulut kita, membuang perkataan kotor dan menggunakan perkataan yang baik.
Perkataan yang baik meneguhkan, menguatkan, mendorong orang untuk bersikap ramah satu sama lain, berbuat baik, mengasihi, menghargai, mengampuni (ay. 29, 34). Berbanding terbalik dengan perkataan kotor yang merusak (ay. 31). Tentu saja kita tidak perlu menunggu ajal menjelang untuk menyampaikan perkataan yang baik. Sebaliknya, pergunakanlah perkataan yang baik dalam setiap kesempatan, agar orang yang mendengarnya dapat beroleh kasih karunia Allah. (SST)
DENGAN PERKATAAN, KITA DAPAT MERUSAK ATAU MEMBANGUN. PILIHLAH UNTUK MEMBANGUN!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar