Renungan Harian 22-27 April 2013

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 22 April 2013
PENGHAKIMAN YANG ADIL (Roma 2:1-16)
Sangat mungkin ada orang yang membaca perikop terdahulu (1:18-32) dan berkata bahwa itu bukan untuk dirinya. Paulus menuding orang semacam itu sebagai munafik. Paulus menegaskan bahwa penghakiman Allah tidak terelakkan bagi semua orang berdosa (2:1-3). Tidak ada gunanya membanding-bandingkan diri dengan orang lain karena di hadapan Tuhan tidak ada yang tersembunyi. Bagian ini mengingatkan kita bahwa kalau kita ditegur karena dosa-dosa kita, itu adalah kemurahan Allah yang menginginkan kita bertobat (ayat 4).
Penghakiman Allah bersifat adil. Orang yang mengeraskan hati tidak mau bertobat akan binasa oleh murka Allah (ayat 5, 8). Orang yang bertobat dan meninggalkan dosa, lalu tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan, dan ketidakbinasaan akan memperoleh hidup kekal (ayat 7). Tekun berbuat baik berarti hidup berpusatkan Allah. Mencari kemuliaan berarti menjaga kesucian yang sudah dianugerahkan Allah. Mencari kehormatan artinya hidup berkenan kepada-Nya. Mencari ketidakbinasaan artinya fokus pada hal-hal yang bernilai kekal. Mencari hal-hal itu bukan dimengerti sebagai usaha untuk memperoleh keselamatan, melainkan sebagai tanda seseorang sudah di dalam kebenaran dan dimerdekakan dari dosa.
Penghakiman Allah tidak membeda-bedakan. Seseorang dihukum bukan berdasarkan status keyahudiannya, memiliki Taurat atau tidak, tetapi berdasarkan disposisi hatinya di hadapan Allah (ayat 12-15). Allah mengetahui isi hati manusia, apakah terbuka kepada Kristus, atau mengeraskan hati untuk menolaknya (ayat 16).
Jangan terkecoh dengan penampilan kesalehan yang palsu. Bukti kita sudah memiliki kebenaran adalah hidup dalam kebenaran, peka terhadap dosa, dan tidak menghakimi orang lain.

Selasa, 23 April 2013
HUKUM DI DALAM HATI (Roma 2:12-16)
Marilyn Laszlo melayani Tuhan dengan jalan membagi-bagikan Alkitab kepada suku Hauna di New Guinea. Ia sendiri yang menerjemahkannya ke dalam bahasa mereka. Saat menerjemahkan dan bertemu dengan kata "dosa," Marilyn bertanya kepada orang-orang Hauna tentang pemahaman mereka mengenai dosa, lalu mereka menjawab, "Dosa adalah saat Anda berdusta." "Dosa adalah saat Anda mencuri." "Dosa adalah saat Anda membunuh." "Dosa adalah saat Anda merampas istri orang lain."
Marilyn tertegun. Ternyata jawaban mereka sesuai dengan apa yang tertuang dalam Sepuluh Perintah Allah. Berkaitan dengan Roma 2:14-15, ia berkata, "Hukum Tuhan tertulis dalam hati manusia."
Sungguh menakjubkan kebenaran Firman Tuhan itu! Iman kita diteguhkan oleh Firman-Nya ini. Namun, ada hal yang lain lagi. Andaikata setiap orang di dunia ini menyadari dosanya (yang nyata ada meski sebagian orang mengingkarinya), kita masih perlu memastikan apakah orang-orang itu sudah tahu bagaimana dosa mereka ditebus. Yesus telah membayar lunas segala hukuman akibat dosa, dan kepada seluruh orang berdosa Dia menawarkan sebuah kehidupan yang bebas dari belenggu dosa.
Allah telah meletakkan hukum-hukum-Nya dalam hati kita, namun kita takkan pernah sanggup memenuhi tiap tuntutan hukum-Nya (Roma 3:23, Yakobus 2:10, 1Yohanes 1:8). Hukum tersebut menunjukkan betapa kita diperbudak oleh dosa, tetapi kasih karunia Allah melalui Kristus membebaskan kita. Setelah menerima pengampunan dan pembebasan-Nya atas dosa, sepatutnyalah kita membagikan kabar baik ini kepada sesama. (JDB)
HUKUM ALLAH MENYATAKAN KEPADA KITA  AKAN ADANYA SUATU KEBUTUHAN  YANG HANYA MAMPU DIPENUHI OLEH KASIH KARUNIA ALLAH

Rabu, 24 April 2013
PENGHAKIMAN ALLAH (Roma 2:1-16)
Standar kekudusan Allah adalah standar tertinggi yang sulit dicapai manusia. Alangkah beratnya bila manusia dihakimi berdasarkan standar Allah. Namun tidak demikian.
Paulus mengatakan bahwa orang dihakimi berdasarkan ukuran yang dia buat sendiri (ayat 1). Mengapa demikian? Orang biasanya memandang diri sendiri benar dan senang menghakimi orang lain. Maka ukuran yang dipakai untuk menghakimi orang lain itulah yang akan dipakai Tuhan untuk menghakimi manusia. Orang juga dihakimi berdasarkan perbuatannya (ayat 5-10). Perbuatan seseorang menunjukkan imannya, maka atas dasar itulah dia dihakimi. Selain itu orang dihakimi berdasarkan penyataan Ilahi yang dia ketahui atau pahami (ayat 12). Misalnya orang Yahudi. Mereka memiliki Hukum Taurat. Maka mereka akan dihakimi berdasarkan Hukum Taurat. Sementara bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki Hukum Taurat tidak akan dihakimi berdasarkan Hukum tersebut. Dengan demikian tiap orang akan dihakimi secara adil.
Dalam menghakimi, Allah tidak pandang bulu (ayat 11). Ia tidak pernah menganakemaskan siapapun. Walau orang Yahudi merasa diri istimewa sebagai bangsa pilihan dan keturunan Abraham, mereka tidak bisa menuntut perlakuan istimewa dari Allah karena hal itu. Tidak ada seorang pun yang masuk surga hanya karena Abraham adalah bapaknya.
Penghakiman bukan hanya menyangkut hukuman bagi yang bersalah (ayat 8-9), tetapi juga imbalan bagi yang berbuat baik (ayat 7, 10). Kita memang diselamatkan bukan karena perbuatan baik, tetapi ketika kita menyerahkan hidup kita sepenuhnya kepada Allah, pasti kita akan berusaha menyenangkan Dia dengan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya.
Kita tidak bisa main-main dengan penghakiman Allah. Suatu saat waktunya akan tiba. Bila terasa begitu lama, bukan untuk membiarkan orang punya lebih banyak waktu untuk berbuat dosa melainkan agar orang punya kesempatan untuk bertobat. Orang yang mengeraskan hati dan tidak mau bertobat akan menuai murka Allah pada saatnya kelak.

Kamis, 25 April 2013
MEMBIUS HATI NURANI (Roma 2:1-16)
Adakah seorang manusia yang bisa lepas dari kejahatan-kejahatan yang kemarin kita baca dan pelajari? Adakah seorang manusia yang tidak pernah membius hati nurani dan sensitivitasnya terhadap dosa agar ia dapat lebih menikmati dosa itu, walaupun sebentar saja? Tidakkah kita semua, pada satu dan lain kesempatan, terjatuh ke dalam dosa dan mencoba memberikan argumen sebagai pembenaran atas dosa itu atau membekap suara hati nurani kita agar kita bisa lebih lama menikmati dosa itu?
Waktu kita membaca katalog dosa dalam bacaan kemarin kita teringat kepada orang-orang lain dan kita menuding mereka dengan berbagai dosa. Perikop hari ini menegur kita bahwa kita pun tidak lepas dari dosa-dosa yang tidak kalah parahnya. Saat kita menghakimi orang lain, tidakkah dalam diri kita juga ada keinginan hati yang menyimpang, hawa nafsu yang memalukan, pikiran yang terkutuk? Beranikah kita mengatakan di hadapan Allah bahwa hati, nafsu dan pikiran kita sungguh-sungguh kudus tak bercela di hadapan-Nya?
Paulus mengingatkan kita bahwa kecemaran itu bukan saja di luar sana, di tengah-tengah dunia, tetapi juga di sini, di dalam hati dan hidup kita. "Allah tidak memandang muka, " (11). Kepada setiap orang Allah mengenakan standar yang sama. Tidak ada alasan berdalih bahwa kita tidak tahu kehendak Allah sebab Allah sudah menyatakan kehendak-Nya melalui Kitab Suci dan hati nurani manusia (14-15). Kalau demikian, dapatkah hati nurani kita jadikan patokan kehendak Allah? Tergantung, apakah hati nurani itu dirawat untuk tetap peka terhadap kebenaran Allah. Kemarin kita sudah melihat bahwa ada orang-orang yang begitu keras berontak dari Allah sehingga Allah menyerahkan hati mereka kepada kebinasaan.
Selama kita hidup dalam pergaulan erat dengan Allah, hati nurani kita akan terus diasah tetap peka terhadap kebenaran Allah sehingga bisa dijadikan pegangan yang dipercaya dalam hidup. Semakin sering hati nurani itu dibius dan diabaikan, semakin tidak andal ia dalam membuat keputusan. Penghakiman itu akan datang maka jagalah hati Anda tetap bersih, sadar dan waspada.

Jumat, 26 April 2013
SIAPA PENENTU KEBENARAN? (Roma 2:12-16)
Orang yang menolak standar mutlak tentang benar dan salah kerap tak konsisten. Ketika merasa diperlakukan tidak adil, mereka minta standar keadilan ditegakkan dan berharap tiap orang menaatinya.
Seorang profesor filsafat memulai setiap semester baru dengan bertanya kepada para mahasiswanya, "Percayakah kalian bahwa nilai-nilai mutlak seperti keadilan dapat ditunjukkan?" Para murid yang bebas berpikir itu menyanggah bahwa segalanya bersifat relatif dan tak ada satu hukum pun yang dapat diterapkan secara universal. Sebelum semester berakhir, sang profesor memberi kesempatan pada sebuah kelas untuk memperdebatkan masalah itu. Akhirnya, ia menyimpulkan, "Apa pun pemikiran kalian, ketahuilah bahwa nilai-nilai mutlak dapat ditunjukkan. Jika kalian tak sependapat, saya tak akan meluluskan kalian!" Seorang mahasiswa yang marah segera berdiri dan bersikeras, "Itu tidak adil!" "Anda baru saja membuktikan maksud saya," sahut sang profesor. "Dengan begitu, Anda telah meminta suatu standar keadilan yang lebih tinggi dari standar yang saya miliki."
Allah telah mengaruniakan setiap orang hati nurani yang akan memberitahukan hal benar dan salah (Rm 2:14,15), dan standar moral-Nya tertulis dalam Alkitab. Setiap kali kita memakai kata baik dan buruk, secara tidak langsung kita menyatakan sebuah standar yang akan kita pakai untuk membuat berbagai penilaian semacam itu. Nilai-nilai alkitabiah dapat diterapkan untuk segala zaman karena berasal dari Allah yang kekal dan tak pernah berubah. (DJD)
HANYA ALLAH YANG BERHAK MENENTUKAN MANA YANG SALAH

Sabtu, 27 April 2013
KEADILAN YANG SESUAI (Wahyu 16:1-7)
Sekelompok remaja berandalan menggambar dan menuliskan hal-hal cabul dengan cat semprot pada dinding sebuah SMU lokal. Polisi menangkap mereka dengan tuduhan perusakan hak milik. Hakim menghukum mereka dengan masa percobaan tanpa kurungan penjara, tetapi mereka harus menghapus cat itu, termasuk memperbaiki keru-sakan dinding yang terjadi. Mereka harus menyelesaikannya sampai berhari-hari!
Hakim yang lain memberi kesempatan kepada beberapa orang untuk mempelajari cara membuat tembok, supaya mereka dapat memperbaiki rumah yang telah mereka rusak sendiri. Saya mengagumi para hakim seperti itu, yang menjatuhkan hukuman sesuai dengan kejahatan yang dilakukan.
Tuhan kita juga memiliki cara tersendiri dalam menghakimi, sehingga setiap orang yang bersalah diberi ganjaran sesuai perbuatannya, sekalipun terkadang dengan cara yang tidak diharapkan. Renungkanlah kisah Haman, yang dihukum mati pada tiang yang dibuatnya untuk Mordekhai (Ester 7:7-10). Di masa yang akan datang, sebagaimana tertulis dalam Wahyu 16:6, mereka yang "telah menumpahkan darah orang-orang kudus dan para nabi" akan diberi "darah untuk diminum, karena itulah yang pantas untuk mereka." Dari contoh-contoh di atas, mereka yang berbuat salah dihukum sesuai dengan kejahatannya.
Dalam Wahyu 16:7 dikatakan, "Ya Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa, benar dan adil segala penghakiman-Mu." Kita patut bersukacita karena penghukuman Allah tidak hanya sesuai, tetapi juga tepat!. (DCE)
PENGHAKIMAN ALLAH TIDAK SEGERA TERJADI TETAPI SAMA SEKALI TAK DAPAT DIHINDARI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar