Renungan Harian 27 Juli - 01 Agustus 2015

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 27 Juli 2015
ANAK MERDEKA ATAU ANAK HAMBA ? (Galatia 4:21-31)
Dalam upaya menjelaskan kepada jemaat Galatia bahwa keselamatan itu ada karena iman kepada Yesus, Paulus memakai banyak ilustrasi dari Perjanjian Lama. Kali ini perbandingan antara Sara dan Hagar. Dua-duanya adalah istri Abraham dan dua-duanya melahirkan putra-putra bagi Abraham. Namun keduanya berbeda secara status.
Hagar adalah hamba Sara, yang diberikan Sara kepada Abraham agar melahirkan putra bagi Abraham. Namun walau Hagar melahirkan Ismael bagi Abraham, status Hagar tetaplah hamba, bukan istri resmi.Sebaliknya Sara adalah istri resmi Abraham dan yang pada akhirnya akan melahirkan Ishak, putra tunggal Abraham dari Sara (Kej. 22:2a).
Paulus memakai kedua wanita yang ada dalam sejarah Israel itu untuk menunjukkan ironi dalam pandangan orang Yahudi yang menuntut Taurat sebagai syarat keselamatan. Orang Yahudi adalah keturunan Abraham lewat Sara, tetapi mereka lupa bahwa Ishak ada karena pilihan dan anugerah Allah, bukan karena tindakan Abraham melakukan Taurat. Ishak adalah anak karena janji. Bila orang Yahudi memaksa untuk melakukan Taurat sebagai cara untuk menjadi umat pilihan, itu berarti mereka diperbudak oleh dosa. Mereka jadi seperti putra seorang hamba yang tidak menerima anugerah Allah karena memilih hidup di luar anugerah tersebut. Sebaliknya, Ismael adalah anak menurut daging. Artinya Ismael lahir karena keinginan manusia mendapatkan "berkat." Dan setiap usaha manusia untuk mendapatkan sesuatu di luar anugerah Allah sesungguhnya merupakan perhambaan dosa! Maka hanya ada satu cara untuk merdeka dari dosa, yaitu percaya kepada Tuhan Yesus!
Paulus berkata kepada jemaat Galatia bahwa mereka adalah anak-anak merdeka, bukan anak-anak hamba wanita. Oleh karena itu jangan mau diperhamba dengan membebani diri dengan tuntutan Taurat. Anak-anak merdeka akan melakukan Taurat bukan sebagai tuntutan, tetapi sebagai cara hidup yang sesuai dengan kemerdekaan yang mereka peroleh dari Kristus! Bagaimana menurut Anda, apakah Anda putra Sara atau putra Hagar?
MARI KITA HIDUP SEBAGAI ANAK ANAK TERANG DIDALAM TERANG KASIH KARUNIA DAN FIRMANNYA

Selasa, 28 Juli 2015
HAMBA ATAU ORANG MERDEKA? (Galatia 4:21-31)
Tak seorang pun yang bangga menjadi hamba karena seorang hamba tidak memiliki hak apa pun untuk hidupnya sendiri. Semua orang ingin merdeka. Orang Yahudi membanggakan kemerdekaan mereka sebagai keturunan lahiriah Abraham. Namun, Paulus justru menunjukkan bahwa tidak semua anak-anak lahiriah Abraham adalah orang-orang merdeka sejati!
Paulus memakai ilustrasi Hagar dan Sara untuk menunjukkan dua macam kehidupan (ayat 22-26). Keduanya memang melahirkan anak-anak bagi Abraham, namun status mereka berbeda. Hagar melambangkan hidup perhambaan. Memang ia melahirkan anak pertama bagi Abraham menurut urutan waktu. Namun, Hagar tetap seorang hamba yang statusnya tidak pernah diubah menjadi istri. Jadi, keturunannya pun tidak akan mewarisi janji Allah bagi Abraham. Hagar melambangkan gunung Sinai, yaitu orang-orang yang hidup di luar anugerah keselamatan, yaitu mereka yang hidupnya menggantungkan diri pada usaha sendiri (melakukan Taurat). Hagar melambangkan Yerusalem duniawi (ayat 25). Sara melambangkan hidup oleh kasih karunia. Ia mandul, namun oleh anugerah Allah ia menjadi ibu bagi anak-anak perjanjian. Sara melambangkan Yerusalem surgawi, yaitu tempat anugerah Allah dicurahkan (ayat 26-27). Jadi, anak-anak yang lahir dari Sara adalah ahli waris janji-janji Allah semata-mata oleh karena anugerah-Nya (ayat 28). Tidak mengherankan kalau anak-anak Tuhan akan selalu mendapat aniaya dan dengki dari anak-anak hamba yang tidak mendapat hak (ayat 29-30).
Mengandalkan apa pun yang disejajar dengan karya penyelamatan Kristus berakibat pada perhambaan. Orang Kristen menjalankan perintah-perintah Allah bukan sebagai hamba, melainkan sebagai orang merdeka. Ketaatan hamba terpaksa, ketaatan orang merdeka adalah ucapan syukur.
ORANG YANG SUDAH DIMERDEKAKAN DALAM KRISTUS, NAMUN BERPALING LAGI KEPADA PERHAMBAAN DOSA, MENGINJAK-INJAK DAN MENGHINA KRISTUS YANG TELAH MENEBUSNYA.

Rabu, 29 Juli 2015
APAKAH ANDA MERDEKA? (Galatia 4:21-31)
Kizzy Kinte kurang beruntung. Putri dari Kunta Kinte di dalam buku puisi kepahlawanan Roots karangan Alex Haley ini ingin melepaskan diri dari ikatan perbudakan dan hidup bebas, seperti yang telah dilakukan oleh nenek moyangnya di Afrika. Namun ia tidak bisa melakukannya. Karena lahir dari seorang budak wanita, Bell Kinte, pada zaman perbudakan yang mengerikan itu, ia pun hidup sebagai seorang budak. Silsilah Kizzy yang mana ia tidak memiliki kendali atas hal itu menentukan nasibnya.
Cerita itu hampir mirip dengan Galatia 4:31, di mana Paulus menggunakan analogi dari sebuah cerita Perjanjian Lama untuk menolong kita memahami tentang perbudakan dan kemerdekaan. Dengan menyebut cerita tentang Abraham, Sara, dan Hagar, Paulus menjelaskan perbedaan antara anak seorang hamba perempuan (Hagar) dan anak seorang perempuan merdeka (Sara). Hanya anak dari perempuan merdekalah yang dapat menikmati warisan; anak yang lain ditakdirkan untuk menjadi budak.
Inilah intinya: kita masing-masing pria atau wanita, Yahudi atau bukan Yahudi, hitam atau putih, kaya atau miskin dapat turut ambil bagian dalam warisan Allah. Setiap orang yang percaya kepada Yesus sebagai Juru Selamat menjadi "bukanlah anak-anak hamba perempuan, melainkan anak-anak perempuan merdeka" (ayat 31). Kita dibebaskan dari perbudakan hukum Taurat Allah dan sebaliknya ditawari anugerah Allah. Dan warisan kita adalah kemerdekaan-kemerdekaan mutlak di dalam Kristus. Sudahkah anugerah Allah memerdekakan Anda?
KITA DAPAT MEMPEROLEH KEMERDEKAAN SEJATI DENGAN MENJADI HAMBA KRISTUS

Kamis, 30 Juli 2015
TERGESA MEMBAWA CELAKA (1 Samuel 13:1-14)
Alkisah pada masa Dinasti Song ada seorang petani yang tidak sabar. Ia merasa padi di sawahnya tumbuh sangat lambat. Akhirnya ia berpikir, "Jika saya menarik-narik padi itu ke atas, bukankah saya membantunya bertumbuh lebih cepat?" Lalu ia menarik-narik semua padinya. Sampai di rumah, dengan bangga ia bercerita kepada istrinya bahwa ia baru saja membantu padinya bertumbuh lebih cepat. Keesokan harinya ia pergi ke sawah dengan bersemangat, tetapi betapa kecewanya ia ketika melihat bahwa semua padi yang kemarin ditariknya ke atas sudah mati. Karena tidak sabar, "usahanya untuk membantu" malah membuatnya rugi besar.
Demikian pula dengan Saul, raja Israel. Sebelum Saul maju berperang ke Gilead melawan bangsa Filistin, Samuel sudah berpesan bahwa ia akan datang kepada Saul untuk mempersembahkan korban. Samuel meminta Saul menunggu ia datang untuk memberi instruksi (1 Samuel 10:8).
Namun, Saul tidak mengindahkan perintah Samuel maupun hukum Tuhan. Ia tidak sabar menunggu Samuel. Ia lebih takut ditinggalkan rakyatnya daripada takut kepada Tuhan. Ketidaksabarannya membawa dampak yang fatal, Tuhan menolaknya sebagai raja (ayat 14).
Dalam hidup ini, kita juga acap kali tidak sabar menunggu waktu Tuhan. Ketika pertolongan Tuhan rasanya tak kunjung tiba, jangan tergesa mengambil jalan. Bukannya menyelesaikan masalah, malah kerap mendatangkan masalah baru yang lebih besar! Akar ketidaksabaran adalah tidak percaya. Jika kita sungguh-sungguh percaya Allah lebih dari mampu menolong, kita akan menanti Dia dengan sabar.
DALAM HIDUP ORANG YANG SABAR SELALU ADA BANYAK KESEMPATAN UNTUK ALLAH BERKARYA

Jumat, 31 Juli 2015
SISI TERJAUH DUNIA (Kolose 3:1-4)
Patrick O’Brian (1914-2000) adalah seorang penulis terkenal novel-novel yang berbau sejarah. Pada tahun 1969 ia menerbitkan sebuah novel yang berjudul Master and Commander: The Far Side of the World. Itu adalah novel (yang kemudian menjadi film yang sukses) tentang peperangan di laut selama berlangsungnya Perang Napoleon. Salah satu peng-angkat kepopuleran buku ini adalah per-hatian O’Brian yang luar biasa terhadap pengetahuan tentang angkatan laut dan sejarah alam. Dan ia menuliskannya de-ngan wawasan yang merasuk sampai ke dalam jati diri manusia. 
Dalam suatu adegan yang menggugah hati, digambarkan Kapten "Lucky Jack" Aubrey sedang mempersiapkan awak kapalnya untuk suatu pertempuran. Ia berkata, "Inggris terancam akan diserbu, dan meski saat ini kita berada di sisi terjauh dunia, kapal ini adalah kampung halaman kita. Kapal ini adalah Inggris." 
Pandangan Kapten Aubrey tentang kewarganegaraan tersebut didasarkan pada kesetiaan, bukan pada suatu tempat tertentu. Pandangan ini dengan jelas menggambarkan suatu prinsip yang alkitabiah. Rasul Paulus pernah menulis surat kepada jemaat di Filipi, sebuah daerah jajahan Romawi, "Kewargaan kita terdapat di dalam surga dan dari situ juga kita menantikan Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat" (Filipi 3:20). 
Kita perlu senantiasa diingatkan bahwa walaupun kita tinggal di bumi saat ini, kita harus meletakkan kesetiaan kita di rumah abadi kita. Kita perlu selalu memikirkan "hal-hal yang di atas, bukan yang di bumi" (Kolose 3:2) 
TATKALA ANDA MEMIKIRKAN TUGAS-TUGAS DI DUNIA PIKIRKANLAH SURGA SENANTIASA

Sabtu, 01 Agustus 2015
MEMBERI KEBAHAGIAAN (Amsal 11:16-26)
Kisah sampul dalam A.U.S News & World Report mengupas tentang kebahagiaan. Menurut artikel itu, para ilmuwan menemukan bahwa “pernikahan, ikatan keluarga, dan persahabatan yang kokoh bisa memberi kebahagiaan, demikian pula kerohanian dan penghargaan pada diri sendiri. Pengharapan juga amat penting, demikian pula perasaan bahwa hidup ini berarti”. Namun, bagaimana jika beberapa elemen di atas tak ada dalam hidup kita? Para peneliti berkata bahwa “membantu orang agar sedikit merasa bahagia dapat menjadi lompatan awal dari sebuah proses yang akan membawa kita pada hubungan yang kokoh, harapan yang diperbarui, dan kebahagiaan yang berkesinambungan”. 
Apa yang kita berikan, lebih daripada yang kita dapatkan, akan memberi sukacita dalam hidup kita. Alkitab berkata, “Ada yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya .... Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum” (Amsal 11:24,25). 
Adakah hal-hal kecil yang bisa Anda lakukan hari ini untuk membuat hidup orang lain lebih bahagia? Mungkin Anda bisa mengirim kartu, menelepon, atau menjalin persahabatan. Hanya menyimpan apa yang kita miliki takkan membuat kita bahagia. Kebahagiaan akan datang bila kita berbuat baik kepada orang lain dan memberi orang lain apa yang telah diberikan Allah kepada kita. 
Sikap seperti itu akan muncul dari hubungan kita dengan Kristus dan Roh-Nya (Galatia 5:22,23). Dari Dia, tumbuhlah buah kemurahan hati, kebahagiaan, dan kasih. 
ADALAH LEBIH BERBAHAGIA MEMBERI DARIPADA MENERIMA YESUS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar