Renungan Harian 08 - 13 Juni 2015

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 08 Juni 2015
PERJANJIAN LAMA MENGAJARKAN IMAN (Galatia 3:6-14)
Kita mungkin sering mendengar pernyataan bahwa Perjanjian Lama mengajarkan seseorang diselamatkan karena melakukan hukum Taurat; sebaliknya Perjanjian Baru mengajarkan keselamatan adalah anugerah yang harus diterima dengan iman.
Paulus mematahkan pandangan yang keliru ini dengan menyajikan kebenaran langsung dari Perjanjian Lama. Pertama, Perjanjian Lama mengajarkan bahwa Abraham dibenarkan oleh karena imannya (ayat 6; Kej 15:6). Jadi, setiap orang yang percaya dengan iman seperti halnya Abraham adalah anak-anak Abraham yang juga dibenarkan (ayat 7-9). Kedua, hukum Taurat tidak diberikan untuk menyelamatkan orang berdosa. Sebaliknya hukum Taurat diberikan untuk menyatakan keberdosaan manusia karena tidak seorang pun mampu melakukan semua perintah hukum Taurat (ayat 10-12). Oleh karena itu, Kristus telah mati untuk menebus dosa manusia supaya manusia dilepaskan dari kutuk hukum Taurat. Kematian Kristus menjadi jalan bagi bangsa-bangsa nonyahudi untuk dapat menerima keselamatan dengan cara beriman kepada-Nya (ayat 13-14). Jadi, Perjanjian Lama tidak bertentangan dengan Perjanjian Baru. Keduanya mengajarkan hal yang sama, yaitu seseorang diselamatkan karena percaya kepada karya penyelamatan Kristus dan bukan karena melakukan perintah Taurat.
Salah satu alasan mengapa ajaran-ajaran seperti itu masih bisa memperdaya orang-orang Kristen masa kini adalah karena kita jarang membaca apalagi membaca Perjanjian Lama. Perjanjian Lama adalah firman Tuhan yang benar dan sama berotoritas dengan Perjanjian Baru. Perjanjian Lama memperlihatkan sisi kebutuhan manusia berdosa akan juruselamat yang bisa membebaskan mereka dari kutuk hukum Taurat. Perjanjian Baru menunjuk langsung kepada Yesus Kristus sebagai satu-satunya juruselamat itu.
BELAJARLAH ALKITAB DENGAN BENAR DAN BERSANDAR PENUH KEPADA KEBENARAN SUPAYA TIDAK DIGOYAHKAN OLEH AJARAN SESAT.

Sumber: http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/2005/06/09

Selasa, 09 Juni 2015
WUJUD IMAN (Kejadian 12:4-9)
Sebuah pepatah mengatakan, ”life-begins at forty” (hidup dimulai pada usia 40). Salah satu artinya ialah: sebelum umur 40, seseorang masih boleh bereksperimen; berganti-ganti karier dan profesi. Namun setelah umur 40, ia harus sudah mantap di satu tempat, menekuni kariernya. Sebab, jika di usia itu ia masih berpindah tempat tinggal dan berganti profesi, ia akan cenderung tak meraih apa-apa. 
Namun, lihatlah keberanian Abram menjawab panggilan Tuhan. Yakni ketika Tuhan memintanya meninggalkan tanah kelahiran, sanak keluarga, dan hidup yang sudah mapan di Haran. Waktu itu Abram berusia 75 tahun. Sudah usia senja. Tapi inilah responsnya: ”pergilah Abram seperti yang diperintahkan Tuhan kepadanya”. Walau ia belum tahu negeri mana yang dijanjikan Tuhan! Bagaimana ia dapat bersikap demikian? Pertama, Abram sadar benar siapa Tuan atas hidupnya. Kedua, Abram sadar hidupnya milik Tuhan dan ia menghidupi kesadaran ini secara nyata. Ketiga, bila hidupnya milik Tuhan, Abram percaya bahwa masa depan dan hidup-matinya ada di tangan Tuhan. Itu sebabnya Abram diberi gelar bapak orang beriman (Galatia 3:7). Iman bukan dogma indah dengan dukungan argumen filsafat yang sulit. Iman itu sederhana dan nyata, yaitu ketaatan melakukan kehendak dan panggilan Bapa. 
Dalam hidup kita pribadi; benarkah Yesus menjadi Tuan atas hidup kita? Adakah kita menaati dan meyakini bahwa Dia sanggup menuntun dan memelihara? Beranilah melangkah untuk menjawab panggilan-Nya. Ambillah bagian dalam pelayanan-Nya. Arahkan hidup kepada tanah perjanjian di surga, dan jangan melekat pada harta duniawi. Mari beriman! (SST)
BERIMAN ADALAH MENANGGALKAN KEYAKINAN PADA KEMAMPUAN SENDIRI
DAN MENYANDARKANNYA KEPADA TUHAN YANG KASIH-NYA TERBUKTI

Sumber: http://www.renunganharian.net/2011/8-september/29-wujud-iman.html

Rabu, 10 Juni 2015
SELINGAN  MENYENANGKAN (Roma 11:33-12:2)
Teman saya mencari gereja untuk beribadah. Lalu ia mengatakan bahwa ia telah menemukan gereja yang ia inginkan, “Saya menyukai gereja ini karena tak harus mengubah gaya hidup saya yang suka berpesta pora. Gereja ini tak membuat saya merasa bersalah atau menuntut apa pun dari diri saya. Saya puas dengan diri saya ketika berada di sana.”
Ceritanya itu membuat saya bertanya-tanya berapa banyak orang yang berada di situasi semacam itu. “Kekristenan” mereka disebut penulis W. Waldo Beach sebagai “selingan akhir pekan yang menyenangkan”.
Namun, apakah Yesus memanggil kita untuk hidup seperti itu? Beach berkata, “Tak ada AC dan bangku gereja yang empuk di gereja pinggiran kota yang dapat menutupi kebenaran bahwa ... menjadi murid Kristus itu menuntut harga; bahwa bagi pengikut yang setia, selalu ada salib yang harus dipikul. Tak seorang pun dapat memahami kekristenan secara mendalam bila hendak masuk ke dalamnya hanya untuk menikmatinya sebagai selingan akhir pekan yang menyenangkan.”
Menjadi orang kristiani berarti mengenal Yesus secara pribadi. Kita telah menerima-Nya dengan iman sebagai Juruselamat dari dosa, dan kita memberi diri untuk-Nya. Kita menyangkal kehendak kita dan memilih kehendak-Nya. Dia mengubah cara berpikir, nilai-nilai, dan prioritas kita untuk mencerminkan apa yang berkenan kepada Allah (Roma 12:1,2).
Apakah agama Anda hanya suatu selingan akhir pekan yang menyenangkan? Tak ada yang dapat menggantikan hubungan kita yang sangat penting dengan Yesus! (AC)
PEMURIDAN MENUNTUT KEDISIPLINAN

Sumber:  http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2004/12/11

Kamis, 11 Juni 2015
AMAN  SELAMANYA (Mazmur 34:9-23)
Ketika Amy Beth sedang membawa anjingnya berjalan-jalan di sekitar rumahnya, tiba-tiba seorang pemuda berlari masuk ke sebuah gang di dekatnya. Sebuah mobil menyusul dari belakang. Pemuda itu merenggut sepotong kayu besar dari tempat sampah dan melemparkannya ke arah mobil itu. Amy Beth berdiri mematung. Ia terjebak di tengah perkelahian geng.
Tiba-tiba, pengemudi mobil yang masih muda itu mencoba melarikan diri dengan memundurkan mobil dengan cepat. Ia menabrak Amy Beth. Tubuh Amy mendarat di atas bagasi dan terlempar ke jalanan. Herannya, ia hanya mengalami luka ringan.
Di kemudian hari, ia berusaha memahami apa yang dialaminya dan mencoba merenungkan kembali sehingga peristiwa itu terasa indah. Ia menyimpulkan, "Hal-hal yang buruk terjadi -- hal-hal yang tragis dan mengerikan. Hal-hal yang baik terjadi -- hal-hal yang menakjubkan dan luar biasa. Semua ini terjadi pada kita secara acak. Namun, tidak acak bagi Allah yang membuai hati kita yang terluka. Dia tahu .... Penderitaan akan datang. Tetapi, Allah itu ... lebih besar dari berbagai peristiwa yang tampaknya bertentangan dengan kebaikan-Nya."
Kita mungkin mengalami sakit penyakit, kecelakaan, penderitaan, dan kematian. Namun, kita tidak sendiri. Allah tetap memegang kendali. "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu" (Mazmur 34:20). Yakinlah bahwa kelak kita akan aman bersama-Nya selamanya. (AMC)
ALLAH SENANTIASA MEMEGANG KENDALI DI BALIK LAYAR

Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2007/06

Jumat, 12 Juni 2015
MENJADI KEBIASAAN (2 Timotius 2:1-15)
Ada sebuah kisah tentang seorang lelaki tua yang pensiun setelah bertahun-tahun bergabung dalam Angkatan Darat Inggris. Suatu hari, seorang pria yang tahu tentang sejarah karier militernya yang panjang dan istimewa itu, berniat mengerjainya. Saat lelaki tua itu berjalan kaki dengan kedua tangannya yang dipenuhi barang bawaan, pria iseng itu mengendap-endap di belakangnya dan berteriak, "Perhatian!" Tanpa ragu, lelaki tua itu langsung merapatkan kedua tangannya di samping tubuhnya dalam posisi siap. Akibatnya, semua barangnya berjatuhan di trotoar. Tanpa sadar, sang veteran itu melakukan gerakan yang sudah menjadi kebiasaan dalam dunia kemiliteran.
Demikian pula sebagai pengikut Kristus, kita seharusnya menanggapi segala sesuatu dengan cara yang sesuai dengan hidup baru kita. Perilaku kita harus semakin selaras dengan teladan hidup Yesus. Kita pasti masih berurusan dengan keinginan-keinginan yang penuh dosa, oleh karenanya kita perlu mendisiplin diri untuk menjadi orang yang dikehendaki Allah. Seperti halnya prajurit atau atlet yang berlatih (2 Timotius 2:3-5), kita pun perlu berlatih berulang kali sampai kita terbiasa melakukannya dengan benar.
Melalui iman di dalam Kristus, kita adalah anak-anak Bapa surgawi. Dengan kuasa Roh yang berdiam dalam hati, marilah kita mengembangkan kebiasaan untuk taat pada Firman Allah. Kemudian dalam setiap situasi kehidupan, kita akan kian menyadari bahwa menaati Dia berarti terbiasa melakukan kehendak-Nya dengan benar. (RWD)
BILA KITA BERJALAN BERSAMA KRISTUS, KITA AKAN MENJADI SEMAKIN SERUPA DENGAN-NYA

Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2000/09/30

Sabtu, 13 Juni 2015
FAKTA-FAKTA KEHIDUPAN (Lukas 1:24-38)
Tampaknya sebagian besar pergumulan kita berkisar pada hasrat untuk mengingini sesuatu yang tidak kita miliki atau keluhan karena memiliki sesuatu yang tidak kita ingini. Keinginan kita yang terdalam dan tantangan kita yang terbesar berakar sangat dalam pada usaha untuk melihat tangan Allah dalam dua fakta kehidupan ini. Di sinilah kisah Lukas tentang kelahiran Yesus dimulai.
Elisabet yang sudah lanjut usia mendambakan seorang bayi. Meskipun demikian, bagi Maria yang muda dan sudah bertunangan, kehamilan dapat menjadi aib. Akan tetapi, ketika keduanya mengetahui bahwa mereka akan mempunyai anak, mereka menerima berita itu dengan iman kepada Allah yang ketepatan waktu-Nya sempurna dan yang tidak mengenal kemustahilan (Lukas 1:24,25,37,38).
Pada waktu kita membaca kisah Natal, kita barangkali dikejutkan oleh konteks kehidupan nyata dari orang-orang yang nama-namanya sudah begitu kita kenal. Bahkan, ketika Zakharia dan Elisabet dikenai stigma oleh masyarakat bahwa mereka tidak dapat memiliki anak, kedua orang ini digambarkan sebagai orang-orang yang "benar di hadapan Allah dan menuruti segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat" (ayat 6). Dan, malaikat berkata kepada Maria bahwa ia beroleh anugerah di hadapan Allah (ayat 30).
Teladan mereka telah menunjukkan kepada kita nilai dari hati yang percaya, yang menerima jalan-jalan Allah, dan kehadiran tangan-Nya yang berkuasa, bagaimanapun kacaunya keadaan kita. (DCM)
BAGI ORANG-ORANG KRISTIANI, UJIAN TIDAK DAPAT DIPISAHKAN DARI IMAN

Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/e-rh/2007/12/14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar