Renungan Harian 18 - 23 Agustus 2014

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 18 Agustus 2014
HIDUP UNTUK ALLAH ATAU DIRI SENDIRI? (1Korintus 10:23-11:1)
Memang banyak daging yang diperjualbelikan di pasar di kota Korintus adalah daging yang telah dipersembahkan kepada berhala. Namun, ada juga daging yang tidak dipersembahkan kepada berhala. Meskipun orang-orang Yahudi yang ada di Korintus mempunyai pasar sendiri untuk menghindari daging yang telah dipersembahkan kepada berhala.
Di tengah maraknya orang memilih makanan yang boleh dan tidak boleh di makan, Paulus memberitakan kabar sukacita yaitu bahwa semua makanan di dunia ini boleh dimakan termasuk yang telah dipersembahkan kepada berhala (ayat 26). Namun, Paulus juga memberitahukan kepada orang-orang di Korintus, kalau ada orang yang memberitahu bahwa makanan itu telah dipersembahkan kepada berhala, janganlah memakan makanan itu. Karena itu akan menjadi batu sandungan bagi orang yang ada di sekitarnya (ayat 28,32). Paulus mengajak orang Kristen di Korintus, untuk tidak mementingkan diri sendiri, tetapi melihat kepentingan orang lain juga. Terlebih lagi Paulus mengajak jemaat Korintus agar dalam melakukan segala sesuatu bagi kemuliaan Allah, supaya setiap orang yang berada di sekitarnya, beroleh selamat (ayat 31,32).
Peringatan Paulus ini juga harus mendapatkan perhatian kita, orang- orang Kristen masa kini. Artinya, ada saat di mana kita melakukan sesuatu untuk kepentingan kita, tetapi ada pula saat di mana kita harus mengorbankan kepentingan diri kita untuk kepentingan bersama dengan sikap penuh hormat. Hidup seperti demikianlah yang Paulus inginkan dilakukan jemaat Tuhan di Korintus sehingga menjadi berkat bagi banyak orang. Saat ini, kita tidak di tengah- tengah beragam agama, dan budaya. Karena itu janganlah hidup untuk diri sendiri.
HENDAKLAH HIDUP ANDA SAAT INI DAN SELAMA-LAMANYA SELALU TERARAH HANYA DEMI DAN UNTUK KEMULIAAN ALLAH.

Selasa, 19 Agustus 2014
MENGISI KEMERDEKAAN (Yesaya 58:5-8)
Pada 1942, di masa awal penjajahan Jepang, Amir Syarifuddin Harahap berbicara dalam perayaan Natal BPPKK (Badan Persiapan Persatuan Kaum Kristen). Tokoh kristiani yang kemudian menjadi perdana menteri RI itu mengimbau agar orang kristiani tidak hanya memikirkan alam baka, tetapi "harus berdiri dengan kedua kakinya di tengah masyarakat yang bergolak." Amir berkata demikian karena umat kristiani Indonesia masa itu cenderung apatis terhadap dinamika masyarakat. Mereka lebih suka berfokus pada hal-hal rohani.
Puluhan tahun kemudian, setelah Indonesia merdeka, masalah yang sama rupanya masih melilit umat kristiani di Indonesia. Banyak gereja mengaku "menjunjung Alkitab", tetapi sayangnya cenderung apatis terhadap persoalan bangsa. Mereka lebih suka berfokus pada hal-hal rohani yang berkaitan dengan ibadah, pekabaran Injil. Soal mengisi kemerdekaan Indonesia dengan keterlibatan di segala bidang, nyaris tidak pernah dikaji atau ditekankan.
Tentu, ibadah dan pekabaran Injil perlu. Tetapi jika hanya itu yang dilakukan orang kristiani, berarti kita belum sepenuhnya mengerti isi hati Allah. Dalam bagian Kitab Yesaya yang kita baca hari ini, Allah jelas-jelas menginginkan ibadah umat-Nya berdampak pada perubahan sosial. Isu keadilan (ayat 6) dan kemiskinan (ayat 7), yang secara khusus menyangkut bidang politik, hukum, dan ekonomi, harus menjadi perhatian kita.
Hari ini, biarlah imbauan Amir Syarifuddin mengingatkan kita akan panggilan kristiani di tengah masyarakat. Biarlah kita disemangati kembali untuk turut giat mengisi kemerdekaan bangsa. (ST)
IBADAH YANG SEJATI MEMBUAT BANGSA DIBERKATI

Rabu, 20 Agustus 2014
SALIB KEMERDEKAAN (Yohanes 12:23-36)
Patung Liberty tampak menjulang tinggi di atas pelabuhan New York. Lebih dari seratus tahun patung wanita agung yang memegang tinggi-tinggi obor kemerdekaan tersebut telah mengundang jutaan orang yang tercekik oleh sesaknya udara tirani dan penindasan. Orang-orang itu seolah dibawa kepada apa yang disimbolkan oleh monumen tersebut kemerdekaan.
Pada alas Patung Liberty itu tertulis kalimat Emma Lazarus yang sangat menyentuh: "Datanglah kepadaku hai orang-orang yang letih dan miskin, rakyat yang merindukan udara kebebasan, dan orang-orang yang terbuang dari masyarakat. Kirimkanlah kepadaku para tunawisma dan orang-orang yang terlantar: Aku telah meninggikan lampuku di sisi gerbang emas!"
Sebuah monumen lain juga menjulang tinggi di sepanjang sejarah untuk menawarkan kemerdekaan rohani bagi orang-orang yang diperbudak di seluruh dunia. Monumen tersebut adalah salib Romawi di mana Yesus disalibkan 2.000 tahun yang lalu. Mulanya pemandangan tersebut tampak menjijikkan. Namun kemudian kita melihat Anak Allah yang tak berdosa mati menggantikan kita untuk membayar hukuman atas dosa-dosa kita. Dari salib itu terdengar seruan, "Ya Bapa, ampunilah mereka" (Lukas 23:34) dan "sudah selesai" (Yohanes 19:30). Ketika kita menerima Kristus sebagai Juruselamat, maka beban dosa yang berat akan terlepas dari jiwa kita yang letih karena dosa. Kita pun bebas untuk selamanya.
Pernahkah Anda mendengar dan menanggapi undangan salib Kristus? (DJD)
KEMERDEKAAN KITA YANG TERBESAR ADALAH KEBEBASAN DARI DOSA

Kamis, 21 Agustus 2014
ALLAH DAN KEBEBASAN (Mazmur 100) 
Ketika para anggota Kongres Kontinental Kedua Amerika Serikat menyepakati sebuah dokumen luar biasa yang dikenal sebagai Deklarasi Kemerdekaan, mereka secara terus terang menyatakan keyakinan mereka kepada Allah. Para pembuat konsep proklamasi yang mulia itu tahu bahwa kebebasan berpengaruh besar yang mereka usulkan itu hanya dapat berjalan dengan baik dalam masyarakat yang mengakui Sang Pencipta. Mereka menegaskan bahwa Allah "memberi karunia" kepada semua orang hak untuk "hidup, menikmati kebebasan, mengejar kebahagiaan" karena Dia meng-hargai kita masing-masing. 
Thomas Jefferson, yang kemudian menjadi presiden ketiga dari bangsa baru itu, merasa sedih melihat dosa bangsanya. Ia menulis, "Aku gemetar menyaksikan negaraku ketika aku memikirkan bahwa Allah itu adil." Jika pada waktu itu ia gemetar, maka pasti kini ia akan mendapat serangan jantung yang hebat! 
Para pendiri Amerika Serikat mencintai konsep kebebasan individu, tetapi mereka tidak mengacu pada gaya hidup bebas yang mengizinkan kita melakukan apa pun yang kita sukai. Kebebasan sejati tidak akan pernah dapat dinikmati oleh orang yang menolak untuk takut akan Allah. 
Pemazmur berkata, "Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya" (Mazmur 100:3). Kita bertanggung jawab kepada Allah, karena Dia telah menciptakan kita dalam kasih. 
Hari ini, berkomitmenlah kembali untuk hidup sebagai seorang umat Allah. Begitulah cara menikmati kebebasan sejati. (HVL)
BERBAHAGIALAH BANGSA, YANG ALLAHNYA IALAH TUHAN (Mazmur 33:12)

Jumat, 22 Agustus 2014
ALLAH KITA YANG KEKAL (1 Timotius 6:13-16)
Pada suatu senja saya berdiri di buritan sebuah kapal feri yang sedang bergerak dari kota New York menyeberangi Sungai Hudson menuju New Jersey. Sewaktu struktur bangunan-bangunan tinggi di Manhattan lenyap dari pandangan, dalam benak saya tiba-tiba teringat kata-kata dalam sebuah puisi: "Semua ini akan binasa batu di atas batu, namun tidak demikian dengan kerajaan-Mu dan takhta-Mu." 
Beberapa tahun kemudian, serangan teroris terhadap World Trade Center meninggalkan sebuah celah yang buruk di antara deretan gedung-gedung pencakar langit itu. Segala hal di dunia sekitar kita akan lenyap. Bunga-bunga yang indah akan layu dan mati. Bahkan pohon sequoia tinggi yang tumbuh di Kalifornia, yang telah bertahan terhadap cuaca selama berabad-abad, secara bertahap akan termakan oleh gerogotan gigi waktu. 
Sama halnya dengan tubuh kita. Kita bertambah tua setiap hari dan kehilangan vitalitas masa muda. Hanya Allah yang memiliki keabadian di dalam diri-Nya, yang berarti Dia hidup selama-lamanya (1Timotius 6:16). Kebenaran sederhana ini harus dihadapi, tak ada sesuatu pun yang abadi-hanya Allah yang kekal. 
Akan tetapi, oleh karena iman di dalam Yesus Kristus, kita dapat menerima hidup yang tidak akan pernah berakhir. Dia berjanji kepada kita, "Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku ... dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa" (Yohanes 10:28,29). (VCG)
DENGAN MEMBERIKAN HIDUP ANDA KEPADA KRISTUS SAAT INI BERARTI ANDA MENJAGANYA UNTUK SELAMA-LAMANYA

Sabtu, 23 Agustus 2014
YANG ALLAH TUNTUT (Mikha 6:1-8) 
Bertahun-tahun yang lalu saya mendengar seorang politikus yang menggambarkan dirinya sebagai seorang yang saleh. Ia mengakui bahwa dirinya bukanlah anggota gereja manapun, dan ia tidak mengatakan apapun mengenai hubungan pribadi dengan Yesus, tetapi ia mencoba untuk hidup sesuai dengan kata-kata dalam Mikha 6:8, "Berlaku adil, mencintai kesetiaan dan hidup dengan rendah hati." Komentarnya mendorong saya untuk memperhatikan kembali ayat yang membangkitkan minat ini. 
Dalam ayat-ayat sebelumnya, sang nabi mengutuk formalitas yang hampa (ayat 6,7). Ia mengatakan bahwa kegiatan beragama harus disertai cara hidup yang ditandai dengan integritas, kebaikan dan kerendahan hati di hadapan Tuhan. 
Mikha 6:8 masih berlaku bagi umat Allah saat ini, walaupun kematian Kristus di kayu salib telah menghapus kewajiban mempersembahkan korban sembelihan. Mungkin kita telah beriman kepada Yesus sebagai Juruselamat, dan mungkin kita menghadiri kebaktian di gereja dengan setia, memberi persembahan, membaca Alkitab, dan berdoa. Tetapi kita harus waspada agar kegiatan yang baik ini tidak merosot menjadi formalitas yang hampa. Iman kita harus menunjukkan sesuatu yang berbeda dalam cara kita hidup dan memperlakukan orang lain. Kita harus menjadi orang yang hidup dengan rendah hati di hadapan Allah, yang rindu menunjukkan kesetiaan, dan menegakkan keadilan demi Allah. 
Sebagian orang mencoba menjadi baik tanpa mengenal Allah. Tetapi juga tidak benar bila kita berkata bahwa kita mengenal Allah padahal kita tidak peduli untuk berbuat baik [HVL]
ORANG-ORANG YANG BERJALAN BERSAMA ALLAH TIDAK AKAN LARI DARI KEBUTUHAN ORANG LAIN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar