Renungan Harian 28 Juli - 09 Agustus 2014

RENUNGAN SEPANJANG MINGGU

Senin, 28 Juli 2014
SEMANGAT KERDAINO (1 Korintus 9:19-23)
Jakarta. Macet. Keras. Rawan kejahatan. Ada banyak alasan logis untuk hidup individualis. Namun beberapa perempuan muda melihat para pengemis, pengamen, dan anak-anak jalanan dengan mata Yesus. Mereka sadar, orang-orang ini bukan saja butuh makanan untuk bertahan hidup tetapi juga Juru Selamat yang memberi hidup. Tiap usai kantor, mereka membagikan roti di daerah-daerah kumuh sebagai jembatan untuk memperkenalkan Yesus, Sang Roti Hidup. Mereka bisa beristirahat dan makan enak di rumah sendiri. Tapi mereka memilih untuk peduli.
Cerita pelayanan Rumah Roti ini terlintas saat saya sedang merenungkan pernyataan Paulus dalam 1 Korintus 9. Sikapnya luar biasa dalam memberitakan Injil: “menjadikan diriku hamba dari semua orang”. Maksudnya jelas bukan menjual diri sebagai budak, tetapi mengambil sikap memperhatikan orang lain, menyesuaikan diri dengan mereka selama itu tidak bertentangan dengan hukum Tuhan (ayat 20-21). Tujuan Paulus diulang-ulang dalam ayat 19-22: untuk “memenangkan/menyelamatkan mereka”. Kerdaino, dalam bahasa Yunaninya. Paulus tidak sedang berbuat baik karena ia sekadar ingin berbuat baik saja. Ia melakukannya dengan tujuan agar orang mendengar Injil dan mengenal Juru Selamat (ayat 23).
Banyak orang tidak mendengar Injil karena umat kristiani terjebak dalam dua ekstrem. Cuek karena berbagai kesibukan, termasuk kegiatan berlabel rohani. Atau, sangat aktif terlibat dalam kegiatan sosial tanpa tujuan rohani. Keduanya kehilangan semangat kerdaino yang dulu menebar Injil ke seluruh dunia. Satu tindakan kasih apa yang dapat kita lakukan dengan semangat kerdaino hari ini? (ELS)
PERHATIAN DAN PERBUATAN BAIK ADALAH JEMBATAN UNTUK MEMBAWA ORANG SELANGKAH LEBIH DEKAT KEPADA KRISTUS

Selasa, 29 Juli 2014
SEMUA DEMI KRISTUS (1 Korintus 9:12-27)
Seseorang yang sangat mencintai pasangannya (suami atau istri), pasti akan melakukan apa saja demi membahagiakan pasangannya itu. Ia akan rela berkorban materi, pikiran, perasaan, waktu, dan bila perlu nyawa ketika pasangannya sedang mengalami persoalan atau masalah. Dia juga tidak menuntut apa-apa selain kasih dan kesetiaan pasangannya.
Itulah yang dilakukan Paulus. Demi Kristus, ia rela menderita bahkan tidak menerima haknya sebagai rasul. Paulus berusaha menahan diri dari upah duniawi demi pemberitaan Injil Kristus (12b, 15). Seperti di ayat 1-12a, Paulus mengakui bahwa dia berhak menerima upah dari pemberitaan Injil yang dia lakukan (13-14). Akan tetapi, dia lebih mengutamakan pemberitaan Injil demi memenangkan jiwa dan membawanya kepada Kristus. Merupakan suatu keharusan bagi dia untuk melakukan tugas tersebut. Jika dia tidak melakukannya, Paulus justru merasa dirinya adalah orang yang celaka (16). Karena Paulus adalah hamba Kristus, maka upahnya adalah boleh memberitakan Injil Kristus, yang telah menebus dan menyelamatkan dirinya (17-18).
Demi memenangkan jiwa bagi Kristus, Paulus berusaha semaksimal mungkin beradaptasi dengan lingkungan di mana dia berada tanpa kehilangan identitasnya sebagai pengikut Kristus. Baik di antara orang Yahudi, non Yahudi, orang lemah, orang kuat, dsb. Paulus berusaha hidup seperti mereka sambil memberitakan Injil (20-23). Dirinya bagai seorang atlet yang sedang berlomba mengejar mahkota juara dengan mengikuti semua aturan yang ada. Meski proses menuju finis dipenuhi rintangan dan jalan yang berliku, tetapi dengan keyakinan dan penguasaan diri, ia akan dapat menerima mahkota kehidupan (24-27).
Semua yang dilakukan Paulus adalah untuk dan demi Kristus. Bagaimana dengan kita? Jikalau kita bisa melakukan segala sesuatu untuk pasangan yang kita cintai di dunia ini, bukankah kita juga seharusnya melakukan segala sesuatu untuk pasangan abadi kita, yaitu Yesus Kristus?
SADAR DAN PAHAM BETUL AKAN PANGGILAN KITA SEBAGAI PENGIKUT KRISTUS ADALAH SUATU PERMULAAN YANG BAIK UNTUK MEMENANGKAN JIWA BAGI DIA!

Rabu, 30 Juli 2014
HIDUP BARU? BARU HIDUP! (1Korintus 9:19-27)
Banyak orang berpikir bahwa keselamatan menjadi akhir dari segalanya. Maksudnya, setelah mereka memiliki keyakinan akan keselamatan di dalam Kristus, maka selesailah juga seluruh pergumulan hidup mereka. Mereka tinggal menikmati hidup dan menantikan saat kembali ke surga.
Namun dalam bagian ini, Paulus menjelaskan bahwa hidup baru bukanlah akhir dari tujuan kita di dunia ini, karena di dalam hidup kita memiliki tugas seperti Paulus, yaitu menyaksikan tentang hidup yang benar untuk memenangkan sebanyak mungkin orang (ayat 19), baik orang Yahudi, orang yang hidup di bawah hukum Taurat dan yang tidak (ayat 20,21), orang yang lemah, dan bagi semua orang (ayat 22). Paulus menggambarkan bahwa hidup baru adalah seperti sebuah pertandingan yang harus dimenangkan oleh orang Kristen yang baru hidup. Kalau dalam menghadapi satu pertandingan, seorang pelari berlatih selama 10 bulan dan membatasi kebebasan serta mendapat suatu peraturan yang ketat, tujuannya adalah memenangkan pertandingan dengan sesama pelari untuk mendapatkan mahkota yang fana (ayat 25). Waktu persiapan kita dalam menghadapi sebuah pertandingan melawan diri kita sendiri (ayat 25,27) adalah seumur hidup kita. Tujuan pertandingan tersebut adalah untuk mendapatkan mahkota yang abadi (ayat 25).
Setiap orang yang bernafas pasti meyakini bahwa mereka "hidup". Bukan sekadar hidup, tetapi "hidup" yang sesungguhnya yaitu hidup baru di dalam Kristus. Kita akan merasakan bahwa kita sudah benar- benar hidup. Paulus mengingatkan kepada setiap orang percaya masa kini bahwa hidup baru yang dianugerahkan Kristus kepada kita adalah awal dari kehidupan yang sesungguhnya.
SUDAHKAH ANDA MELATIH DAN MENGUASAI DIRI ANDA SEDEMIKIAN RUPA UNTUK BERTANDING DEMI MEREBUT MAHKOTA YANG KEKAL?

Kamis, 31 Juli 2014
HARI BERLOMBA (1 Korintus 9:24-27)
Ketika saya sedang mengemudi di jalan, di depan saya ada van milik FedEx, yang di bumpernya tertempel stiker berbunyi “Every day is a race day”. Ya, sejak bangun pagi hingga petang, kita terus bersabung dengan waktu, bergulat dengan tugas pekerjaan dan rumah tangga.
Rasul Paulus dalam nas hari ini juga berbicara mengenai pertandingan dalam kehidupan. Kebanyakan orang di dunia ini berlomba untuk memperebutkan kesuksesan yang berpusat pada diri sendiri dan keluarga atau kelompoknya. Sebaliknya, perlombaan orang beriman berfokus pada bagaimana kita hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.Ukuran keberhasilan dunia ini ialah standar pencapaian kehidupan, seperti kekayaan, kedudukan, kekuasaan, status sosial. Paulus menyebutnya mahkota yang fana. Tetapi, orang beriman berlomba untuk mengisi kehidupan barunya, agar menjadi lebih bermakna bagi sesama untuk kemuliaan Allah. Itulah mahkota yang abadi.
Dunia mengejar mahkota keberhasilan yang fana dan yang dapat layu. Tidak demikian dengan orang beriman. Kita mengejar mahkota kehidupan yang kekal. Kita melakukan pekerjaan sehari-hari yang tidak banyak berbeda dengan sebagian besar orang di dunia ini. Perbedaannya terletak pada nilai-nilai yang kita terapkan dalam bekerja dan kepada siapa kita mempersembahkan hasil karya kita. Bagi orang beriman, kita mengabdikan segala jerih lelah kita demi kemuliaan Tuhan dan bukan untuk hal yang lain. Adakah Anda dan saya berada di jalur ini dalam gelanggang perlombaan hidup. (SST)
DUNIA MENGUKUR KESUKSESAN DARI PENCAPAIAN STANDAR HIDUP, TETAPI KESUKSESAN HIDUP KITA DIUKUR DARI KETAATAN KEPADA ALLAH

Jumat, 01 Agustus 2014
MAHKOTA SANG JUARA (1 Korintus 9:24-27)
Di Singapura rutin diadakan perlombaan lari maraton. Seorang teman saya pernah berpartisipasi dalam acara itu. Ia memang tidak menjadi juara, tapi sebagai peserta yang berhasil melewati garis akhir, ia berhak mendapatkan sebuah baju yang menandakan keberhasilannya tersebut. Baju ini mendatangkan kebanggaan tersendiri baginya. Ia mengakui, baju itu mengingatkannya bahwa segala kerja kerasnya baik dalam mempersiapkan diri maupun selama menempuh perlombaan ternyata tidaklah sia-sia.
Hal serupa juga dirasakan oleh para atlet lomba lari jarak jauh pada zaman Paulus. Pada saat itu, sang juara akan disemati sebuah mahkota yang membuatnya disanjung oleh seluruh masyarakat. Demi mendapatkan mahkota tersebut, seorang atlet akan mati-matian berjuang menanggung segala kesusahan baik selama ia mempersiapkan diri maupun saat ia menjalani perlombaan sesungguhnya. Paulus memakai hal itu untuk menggambarkan bagaimana kita seharusnya menjalani hidup sebagai orang Kristen.
Paulus mengingatkan bahwa mahkota yang kita kejar jauh lebih mulia daripada mahkota yang tersedia bagi para atlet lomba lari itu. Untuk memperolehnya, banyak kesusahan dan tantangan yang menghadang dan berusaha meruntuhkan iman kita. Tantangan iman kita bermacam-macam, bisa berupa peristiwa buruk, penganiayaan dari orang yang membenci iman kita, argumentasi yang menyerang kekristenan, dan sebagainya. Berhadapan dengan semua itu, sepatutnya kita tetap setia menjaga iman sampai Tuhan memanggil kita pulang. (ALS)
KESETIAAN KITA BERTAHAN DALAM PERJUANGAN IMAN TERBAYAR OLEH KEMULIAAN MAHKOTA YANG KITA TERIMA

Sabtu, 02 Agustus 2014
HARUS JADI NOMOR SATU? (1 Korintus 9:24-27)
Seorang pemuda menulis di blog-nya: “Belakangan saya merasa, hidup ini adalah sebuah persaingan. Orang-orang bersaing untuk mendapat kepuasan, kesuksesan, dan berbagai hal lainnya. Mulai dari tukang jualan, tukang ojek, supir angkot, mahasiswa, karyawan, semuanya ingin mendapatkan yang lebih baik daripada orang lain. Dalam kehidupan spiritual pun orang bersaing mendapatkan amal baik sebanyak-banyaknya demi pintu surga-Nya ....” Apakah Anda juga menganggap kehidupan ini adalah sebuah medan persaingan?
Membaca tulisan Paulus dalam ayat 24 ada kesan bahwa orang kristiani harus bisa bersaing dan jadi nomor satu. Namun, jika kita perhatikan lagi, Paulus sebenarnya sedang memberi ilustrasi tentang sikap berusaha sebaik mungkin untuk memperoleh hadiah yang telah disediakan. Dalam perlombaan, hadiah utamanya hanya satu, tetapi dalam kehidupan kristiani, kita semua dapat menerima hadiah yang disediakan Tuhan. Paulus tidak sedang mendesak jemaat untuk saling bersaing. Sebaliknya, ia sedang mendorong mereka untuk melakukan segala sesuatu bagi Tuhan dengan intensitas yang sama seperti seorang pelari dalam lomba.
Kompetisi yang sehat dapat menjadi arena yang baik untuk mendorong orang memberikan apa yang terbaik. Namun, jiwa bersaing yang selalu ingin menang sendiri adalah sikap yang egois, lahan subur bagi iri hati, cemburu, dan perseteruan. Kita kehilangan sukacita ketika orang lain berhasil karena cenderung memandang mereka sebagai lawan. Pertanyaan yang seharusnya diajukan untuk memacu diri bukanlah: “Apakah kita menang?”, melainkan, “Apakah kita telah melakukan yang terbaik?” (ITA) 
MEMBERIKAN YANG TERBAIK ADALAH WUJUD PENGHORMATAN KITA KEPADA TUHAN.

Senin, 04 Agustus 2014
SEKALI SAJA KOK! (1 Korintus 10:1-13)
Chinmi, tokoh dalam komik Kungfu Boy, suatu hari melihat ada orang berbadan besar unjuk kekuatan. Orang itu menantang, siapa pun yang dapat merobohkannya dalam sekali pukul akan mendapat uang. Chinmi berniat mencobanya, tetapi sempat dicegah oleh seorang dokter yang juga ahli kungfu. “Hanya sekali saja kok!” ucap Chinmi mengabaikannya. Berbekal kungfu peremuk tulang yang ia kuasai, Chinmi menjatuhkan orang itu. Semua orang berdecak kagum, kecuali dokter tersebut, yang menyayangkan kesombongan Chinmi. 
Kesombongan adalah sikap yang membahayakan, begitu pula dengan sikap merasa kuat. Seperti dinasihatkan dalam nas hari ini, “Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!” Peringatan ini diberikan setelah Paulus menguraikan penyebab kegagalan mayoritas bangsa Israel memasuki Tanah Perjanjian. Biasanya, orang yang merasa dirinya kuat, justru paling gampang jatuh. Ungkapan “Sekali saja, enggak apa-apa kok” tidak jarang terdengar dari mereka yang merasa hebat. Sekali saja mengisap rokok, sekali saja mengintip situs porno, sekali saja mencuri, dan seterusnya, dapat berakibat fatal.
Hendaknya kita tidak merasa terlalu kuat, terutama berkaitan dengan godaan dosa. Godaan dosa bekerja seperti lumpur isap yang akan menarik hidup kita ke bawah. Bersikap waspada adalah pilihan terbaik, jangan merasa kuat. Ingatlah bahwa kekuatan kita untuk hidup benar berasal dari Tuhan, bukan karena kehebatan kita.(IDO)
KESALAHAN ATAU DOSA YANG DIANGGAP SEPELE SERING MENJADI PENYEBAB KEJATUHAN YANG BESAR

Selasa, 05 Agustus 2014
PERAN ALLAH. (1Korintus 10:1-13)
Apa yang dimaksud dengan pencobaan? Pencobaan adalah sesuatu yang menggoda manusia sehingga manusia jatuh di dalam dosa. Karena di dalam dunia ini ada pencobaan, maka pastilah ada yang namanya peringatan. Peringatan sangat diperlukan oleh manusia sebagai alarm yang memberi peringatan supaya manusia berjaga-jaga, dan selalu hidup bersama Tuhan.
Rasul Paulus memperingatkan orang-orang percaya di Korintus dengan menjadikan nenek moyang mereka sebagai contoh nyata. Peringatan itu adalah orang percaya akan menemui pencobaan dari masyarakat sekitarnya, seperti apa yang dialami oleh bangsa Israel (ayat 6), seperti: penyembahan berhala (ayat 7), percabulan (ayat 8), mencobai Tuhan (ayat 9) dan bersungut-sungut (ayat 10). Melalui peringatan ini Paulus ingin mengatakan bahwa jemaat Kristen di Korintus hidup bukan hanya dengan orang kudus sehingga tanpa pencobaan. Peristiwa seperti yang dialami oleh nenek moyang mereka bisa saja terjadi dalam kehidupan beriman mereka kepada Kristus.
Peristiwa yang terjadi di masa nenek moyang kita adalah peristiwa yang sangat memalukan. Peristiwa ini juga harus menjadi pelajaran penting bagi kita, orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus yang hidup di masa kini. Artinya, faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan orang percaya masa lalu mempertahankan kesetiaan kepada Allah akan selalu ada.
Paulus mengingatkan agar kita, gereja Tuhan di masa kini, agar tetap teguh berdiri dalam mempertahankan iman dan kesetiaan kita kepada Kristus. Pencobaan akan selalu ada, jangan memutuskan untuk menghindari pencobaan, tetapi lihatlah bahwa pencobaan yang Tuhan izinkan terjadi dan kita alami itu tidaklah dapat melebihi kekuatan yang Tuhan anugerahkan dalam hidup kita.
Ingatlah bahwa pencobaan yang sekarang kita alami, bukanlah alasan bagi kita untuk kompromi terhadap dosa yang kita lakukan.

Rabu, 06 Agustus 2014
MENANG DALAM PENCOBAAN (1Korintus 10:13)
Pencobaan macam apa yang Anda alami? Tiap orang mengalami pencobaan berbeda-beda. Yang sama ialah tak seorang Kristen pun hidup tanpa pencobaan. Maka Tuhan mengingatkan kita untuk berjaga-jaga agar jangan jatuh dalam pencobaan (Mrk 14:38), Yakobus pun memberi penghiburan (Yak 1:2,12). Dan sesuai ajaran Tuhan kita memohon, "jangan bawa kami ke dalam pencobaan" (Mat 6:13).
Selama kita di dunia ini, kita hidup dalam lingkungan yang berpotensi mencobai kita untuk berdosa. Indra kita dengan mudah menangkap sinyal-sinyal pencobaan dari sekitar kita. Mau rakus, mau tamak, mau cabul, mau benci, mau duniawi, mau kejam, mau menyembah berhala modern? Lihat saja ke depan, ke belakang, atau ke mana pun, semua itu siap membelit kita. Lebih celaka lagi, di dalam kita ada suatu kecenderungan yang bila tidak terus menerus kita percayakan pada kuasa penyucian Roh-Nya, akan mendorong kita untuk menomplok pencobaan tadi.
Lebih dari kita, Tuhan ingin kita menang, kuat, dan sesuci Dia. Lalu mengapa Ia membiarkan kita hidup dalam pencobaan? Pertama, Ia tidak membiarkan, Ia setia menyertai. Ia mengendalikan apa yang boleh mencobai kita, apa yang tidak. Ia siap memberi jalan keluar agar kita menang. Kedua, pencobaan dialami umat Tuhan di segala tempat dan abad. Ada yang jatuh, ada yang menang. Meski jatuh pun, Allah menolong, menegur, memberi jalan pertobatan dan pemulihan (kisah Daud, Petrus, Paulus dan Barnabas). Yang menang seperti Yusuf, juga bukan karena sifatnya istimewa tetapi karena mengimani campur tangan dan kebaikan-Nya. Jadi, tak ada pilihan selain hidup dalam pencobaan, dan kita akan mengalami penyertaan, pertolongan, pemurnian dari Tuhan.
Apa tanggung jawab kita? Berjaga-jaga terhadap semua yang berpotensi dosa. Jangan biarkan standar ganda. Bukan hanya membunuh, membenci pun dosa. Bukan saja berzinah, menginginkan dengan hati pun juga berzinah. Bukan hanya percaya ilah palsu, serakah pun sama dengan menyembah berhala! 
Hanya jika kita berpegang pada firman-Nya dan sepenuhnya bergantung pada kemurahan-Nya, kita yang lemah ini, bisa dibuat-Nya menjalani proses kemenangan.

Kamis, 07 Agustus 2014
TETAP TEGUH DI TENGAH PENCOBAAN (1 Korintus 10:1-13)
Apa hubungan pasal 10 ini dengan dua pasal terdahulu? Pasal 10 berfokus pada bahaya penyembahan berhala yang kontras dengan iman Kristen (1-13, 14-22), lalu kembali ke masalah makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala (23-33).
Demi mengejar kuasa, jabatan, dan harta, tidak jarang ada orang percaya yang rela menyangkal Kristus. Begitu juga saat ada tekanan, kekhawatiran, kecemasan, kepahitan dan persoalan hidup, ada saja orang Kristen yang mencari jalan keluar dengan mengandalkan kekuatan diri. Lalu bagaimana sikap yang benar dalam menghadapi cobaan hidup?
Paulus mengingatkan orang percaya di Korintus untuk tetap teguh di tengah begitu banyak badai pencobaan yang menghadang perjalanan hidup mereka. Orang percaya sedang terjepit karena berada di tengah-tengah orang yang menyembah berhala. Mereka menjadi bimbang dan ragu untuk mengikut Kristus. Paulus menguatkan mereka dengan mengingatkan kembali bagaimana Tuhan dahulu memelihara dan menuntun perjalanan nenek moyang mereka keluar dari Mesir (1-4). Namun, mereka tidak setia kepada Tuhan dengan menyembah berhala (7), berbuat cabul (8), mencobai Tuhan (9) dan bersungut-sungut kepada-Nya (10). Akibatnya, Tuhan marah dan membuat mereka menderita bahkan mati semua di padang gurun, kecuali Yosua dan Kaleb (5; bdk. Bil 26:65). Perilaku buruk nenek moyang Israel dan dampaknya menjadi pelajaran bagi orang percaya di Korintus (6, 11).
Tidak seharusnya orang percaya gagal dalam pencobaan seperti yang dialami umat Israel. Pencobaan mereka berkaitan dengan hal sehari-hari. Tuhan tidak akan memberikan pencobaan yang melampaui kekuatan mereka dan selalu ada jalan keluar bagi setiap pencobaan (13).
Sebagai orang percaya, kita senantiasa menghadapi berbagai cobaan. Janganlah kita kalah terhadap cobaan. Sebaliknya, mari kita melawan cobaan karena Yesus, sang "batu karang rohani", yang telah mencurahkan darah-Nya bagi keselamatan kita, akan setia bersama kita selalu.
ROH KUDUS MEMBERIKAN KEMAMPUAN UNTUK MENOLONG KITA MELAWAN SEGALA GODAAN DOSA!

Jumat, 08 Agustus 2014
WASPADA DALAM PERGAULAN (1Korintus 10:1-11:1)
Hal yang berharga bagi kehidupan bisa juga mengandung bahaya yang besar. Pisau kecil meski cukup untuk melukai, tetapi tidak sebahaya belati atau kapak. Demikian halnya dengan pergaulan. Pergaulan adalah salah satu karunia mulia untuk hidup manusia. Pergaulan membuat kita mengenal diri, bertumbuh dalam relasi, mengembangkan berbagai fungsi sosial, dan aspek kemanusiaan lainnya. Namun selain merusak diri sendiri, pergaulan yang buruk dapat menyebarkan infeksi kejahatan lebih jauh lagi dalam masyarakat.
Kota Korintus, tempat orang Kristen penerima surat ini tinggal, merupakan kota metropolitan yang terkenal dengan gaya hidup yang bebas. Selain godaan kemakmuran (materialitis), berhala dan percabulan juga luar biasa dahsyatnya di sana. Beberapa dari orang Kristen di Korintus sudah terjerat oleh gaya hidup cemar yang melawan kekudusan Tuhan, rupanya karena tidak berhati-hati dalam pergaulan. Maka Paulus mengingatkan jemaat Tuhan agar belajar dari kegagalan umat Israel zaman Keluaran. Waktu itu semua sudah mengalami karya penyelamatan Allah melalui kepemimpinan Musa. Mereka telah menyeberangi batas dan sudah siap memasuki tanah perjanjian; mereka menerima pimpinan Allah, dipelihara Allah melalui manna dari surga, dan banyak lagi berkat Ilahi lain. Namun tidak satu pun dari mereka yang akhirnya diizinkan masuk tanah perjanjian. Berbagai sifat jahat membuat mereka didiskualifikasi Allah!
Kita semua sedang melintasi dunia menuju surga mulia. Dalam dunia ini kita harus bergaul, sebab itu merupakan hakikat sosial kita, juga merupakan panggilan misi. Untuk menjaga kekudusan, jalan paling mudah adalah langsung masuk surga, alias mati secepatnya. Namun Allah menjadikan padang gurun kehidupan dunia bagai sekolah untuk memurnikan kita. Melaluinya kita mengalami penyertaan dan kuasa Allah yang memelihara serta menguduskan. Maka pergaulan dengan orang dunia adalah suatu keharusan. Orang Kristen harus belajar bergaul dengan memancarkan terang Allah sehingga pergaulan itu bukan merusak diri, tetapi membawa kemungkinan terjadinya dampak anugerah kepada yang belum mengalami.

Sabtu, 09 Agustus 2014
KEMENANGAN ATAS PENCOBAAN (Matius 4:1-11; 1 Korintus 10:13)
Wanda Johnson, seorang ibu tunggal dengan lima anak, sedang dalam perjalanan menuju tempat pegadaian. Ia berharap di sana ia akan mendapat pinjaman 60 dolar atas TV miliknya. Kemudian terjadilah sesuatu yang sangat aneh. Sewaktu truk berlapis baja yang penuh dengan kantong uang berjalan melintasinya, pintu samping truk itu terbuka, dan jatuhlah sekantong uang ke jalan. Wanda berhenti dan memungut kantong uang itu. Ketika ia menghitung uang di dalam kantong, ternyata jumlahnya sebanyak 160.000 dolar.
Pertentangan batin berkecamuk dalam jiwanya. Ia dapat menggunakan uang itu untuk melunasi semua tagihannya dan memenuhi semua kebutuhan anak-anaknya. Tetapi uang itu bukan miliknya.
Setelah empat jam bergumul hebat dengan keyakinan moralnya, Wanda menelepon polisi dan mengembalikan uang itu. Kesadarannya untuk melakukan hal yang benar menang atas pencobaan untuk mengambil sesuatu yang bukan miliknya.
Seberapa kuatkah tabiat moral Anda? Apakah tabiat itu akan hilang saat Anda dihadapkan pada kesempatan yang sangat menggoda untuk melakukan hal yang tidak benar? Seperti halnya terhadap Yesus, Setan menyerang Adam dan Hawa pada tiga hal, yaitu keinginan daging, keinginan mata, dan keangkuhan hidup (1 Yohanes 2:16). Nenek moyang kita yang pertama kalah dalam menghadapi bujukan ular (Kejadian 3:1-6), tetapi Yesus tidak (Matius 4:1-11).
Apa pun yang sedang Iblis lakukan untuk menekan kita, mari kita ikuti teladan Yesus dan melakukan tindakan yang benar. (VG)
UNTUK MELAWAN PENCOBAAN BERDIRILAH BERSAMA KRISTUS

Tidak ada komentar:

Posting Komentar